news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Pria Akan Lebih Stres Jika Pasangannya Menghasilkan Uang Lebih?

Lampu Edison
Edison 9955 kali gagal menemukan lampu pijar yang menyala. Jika ia berhenti di percobaan ke 9956, mungkin sekarang kita tidak akan punya lampu.
Konten dari Pengguna
13 Desember 2019 19:16 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lampu Edison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Studi ini mengatakan bahwa Stres Pria Meningkat Jika Istri Menghasilkan Lebih dari 40% Penghasilan Rumah Tangga

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sudah menjadi hal lazim dan normal jika pria merupakan aktor yang berperan sebagai pencari nafkah bagi keluarganya. Namun, bagaimana jika istri atau pasangan pria tersebut juga bekerja dan menghasilkan uang lebih? Studi data di Amerika ini menunjukkan norma-norma sosial yang persisten tentang pencari nafkah bagi laki-laki dapat membahayakan kesehatan mental pria. Menurut penelitian dari Universitas Bath, setidaknya para suami paling tidak tertekan ketika istri mereka hanya memperoleh hingga 40% dari pendapatan rumah tangga tetapi mereka menjadi semakin tidak nyaman ketika upah pasangan mereka naik melampaui titik itu dan paling stres ketika mereka sepenuhnya bergantung secara ekonomi pada pasangan mereka.
Man Stressed | pixabay.com
Studi yang melibatkan lebih dari 6.000 orang pasangan yang dipilih secara acak dengan rentang waktu lebih dari 15 tahun ini menunjukkan bahwa para suami sangat terpukul ketika pasangannya menghasilkan uang yang lebih banyak. Walaupun tidak masalah jika istrinya mempunyai penghasilan, namun angka penghasilan yang diharapkan mereka tidak lebih dari 40% pemasukan pada rumah tangga yang mereka hasilkan. Menurut penelitian tersebut, jika hal itu terjadi, biasanya tingkat stress akan meningkat sampai pada batas tertentu sampai akhirnya membuat ketidaknyamanan dan mental pria tersebut terganggu.
ADVERTISEMENT
Dr.Joana Syrda, seorang pakar ekonomi dari Sekolah Manajemen Universitas Bath sendiri mengatakan bahwa temuan ini menunjukkan suatu norma sosial tentang pencari nafkah yang pada umumnya merupakan tugas dari laki-laki dan konvensi tradisional tentang laki-laki yang menghasilkan lebih dari istri mereka sehingga hal ini dapat berbahaya bagi kesehatan laki-laki. Mereka juga menunjukkan seberapa kuat dan gigih norma-norma identitas gender yang ada pada pria yang berakibat pada terjadinya hal tidak terduga ketika mereka lebih kecil penghasilannya dibandingkan dengan pasangannya.
Woman Office | pixabay.com
Norma-norma identitas pada hal ini memang masih kental ditemukan pada grup tertentu dimana pemikiran lama masih sangat tertanam dalam dan sulit untuk berubah atau tergantikan. Angka-angka dari Pew Research Center di Amerika Serikat menunjukkan hanya 13% wanita menikah yang berpenghasilan lebih dari suami mereka pada tahun 1980. Tetapi pada 2017 angka itu mendekati sepertiga dari tahun itu dan tren itu kemungkinan akan berlanjut serta meningkat sampai saat ini. Penelitian ini tentu akan semakin menarik pada bagaimana hal ini akan mempengaruhi norma-norma sosial, tingkat kesejahteraan, dan pemahaman kita tentang maskulinitas pada pria yang terbawa ketika penghasilan istri mereka lebih besar dibandingkan dirinya sendiri.
ADVERTISEMENT
Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Sydra ini juga menemukan bahwa konsekuensi dari pembalikan peran gender tradisional dalam perkawinan yang terkait dengan penghasilan istri yang lebih tinggi mencakup berbagai dimensi, termasuk kesehatan fisik dan mental, kepuasan hidup, kesetiaan dalam pernikahan, perceraian, dan daya tawar perkawinan. Daya tawar atau kekuatan yang dimiliki laki-laki akan cenderung menurun dan berbeda dari sebelumnya. Hal ini dipercaya dapat memicu beberapa konflik atau kejadian yang tidak diinginkan dari pernikahan yang dijalani kedua pasangan tersebut.
man and woman | pixabay.com
Menurut Dr. Sudra, peningkatan tekanan psikologis yang datang bersama dengan ketergantungan ekonomi suami pada istri mereka juga dapat memiliki dasar-dasar praktis karena tawar-menawar dalam bayang-bayang pembubaran atau ketakutan akan berkurangnya status ekonomi jika terjadi perceraian yang sebenarnya. Efek ini lebih besar diantara pasangan yang hidup bersama, mungkin karena kemungkinan pembubaran yang lebih tinggi diantara mereka sehingga bisa memicu pemikiran yang berlebihan akan apa yang terjadi kedepannya.
ADVERTISEMENT
Meskipun tidak terjadi pada semua kalangan dan orang, namun prediksi ketegangan atau tekanan pada pria dari wanita yang berpenghasilan lebih diprediksi memang cukup tinggi dan nyata disekitar kita. Hal yang wajar adanya karena pria yang kadang juga identik dikategorikan sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga dan sinisme terhadap wanita yang seharusnya hanya mengurus rumah saja. Masihkah hal itu terjadi disekitar kita?