Sampah Plastik Dunia Dapat Berakhir di Perairan Asia

Lampu Edison
Edison 9955 kali gagal menemukan lampu pijar yang menyala. Jika ia berhenti di percobaan ke 9956, mungkin sekarang kita tidak akan punya lampu.
Konten dari Pengguna
13 Juli 2020 7:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lampu Edison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Studi menemukan bahwa sebagian besar daur ulang plastik dari Eropa dibuang di perairan Asia

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penelitian paling baru dari NUI Galway dan Universitas Limerick untuk pertama kalinya menghitung volume plastik dari negara-negara Eropa (terutama negara di European Union seperti Inggris, Swiss, dan Norwegia) yang berkontribusi terhadap sampah laut dari daur ulang yang diekspor setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan negara-negara Eropa telah mengembangkan infrastruktur pengelolaan limbah terkemuka dunia, dengan 46% limbah plastik yang terpisah dari Eropa dan diekspor ke luar negara asalnya. Sebagian besar plastik ini diangkut ribuan kilometer ke negara-negara dengan praktik pengelolaan limbah yang mungkin bisa dibilang tidak terlalu baik, dan sebagian besar berlokasi di Asia Tenggara. Di negara-negara ini, sebagian besar limbah dari sistem pengelolaan limbah lokal yang berlebihan telah ditemukan memberikan kontribusi signifikan terhadap sampah laut yang saat ini banyak mencemari permukaan dan dasar laut.
Garbage Plastic Waste Beach | Pixabay.com
Penelitian yang baru diterbitkan dalam jurnal ilmiah Environment International ini juga memperkirakan skenario terbaik, rata-rata, dan skenario terburuk dari jalur serpihan laut dari daur ulang yang diekspor pada tahun 2017. Hasilnya memperkirakan kisaran antara 32.115 - 180.558 ton, atau 1 - 7 % dari semua polietilen Eropa yang diekspor mungkin dapat berakhir di lautan. Polyethylene adalah salah satu jenis plastik yang paling umum di Eropa, dan hasilnya menunjukkan bahwa negara-negara seperti Inggris, Slovenia, dan Italia mengekspor bagian plastik yang lebih tinggi di luar Eropa sebagai puing laut. George Bishop, penulis utama penelitian ini mengatakan: "Hasil penelitian sementara ini menunjukkan jalur yang cukup penting dan sebelumnya tidak ada dokumentasi dari puing-puing plastik yang memasuki lautan, dimana plastik tersebut yang akan memiliki dampak lingkungan dan sosial yang cukup besar pada ekosistem laut dan masyarakat pesisir."
ADVERTISEMENT
Secara mendalam, penelitian ini menggunakan data perdagangan internasional terperinci serta data tentang pengelolaan limbah di negara-negara yang mungkin menjadi tujuan. Setelah itu, studi ini memodelkan nasib semua polietilen yang diekspor untuk didaur ulang dari Eropa, menghitung “akhir cerita” mereka yang berbeda mulai dari konversi yang sukses menjadi resin daur ulang, atau berakhir sebagai tempat pembuangan sampah, pembakaran, atau mungkin dikirim dalam bentuk serpihan di lautan. Dr David Styles, seorang dosen di Universitas Limerick juga menjelaskan bahwa sebagian besar limbah yang ditujukan untuk daur ulang dan diekspor, tidak dilacak dengan mudah akan berakhir dimana. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tingkat daur ulang yang 'benar' dapat menyimpang secara signifikan dengan data adanya ekspor yang terjadi tersebut, dan faktanya, penelitian ini menemukan bahwa hingga 31% dari plastik yang diekspor tidak benar-benar didaur ulang sama sekali dan hanya dibuang begitu saja. Hal yang mendasari tidak di daur ulangnya limbah tersebut seperti yang disebutkan diatas mungkin karena keterbatasan negara berkembang yang menjadi tempat tujuan, sehingga negara-negara maju tersebut perlu mempertimbangkan ekspor yang mereka lakukan.
plastics garbage | pixabay.com
Studi yang dilakukan ini menyoroti kurangnya data yang tersedia tentang limbah plastik dan kebutuhan untuk mempertimbangkan jalur audit yang diperpanjang, atau "on-shoring" kegiatan daur ulang sebagai bagian dari peraturan yang muncul seputar perdagangan limbah plastik. Profesor Lens juga menambahkan bahwa agar berhasil bergerak menuju ekonomi yang lebih melingkar dengan sistem daur ulang tersebut, mungkin kota-kota di Eropa dan perusahaan pengelolaan limbah harus dimintai pertanggungjawaban atas nasib akhir dari limbah-limbah daur ulang ini. Para ilmuwan mengingatkan bahwa temuan ini tidak boleh membuat orang enggan untuk mendaur ulang karena tetap menjadi keharusan untuk pengolahan limbah dengan cara terbaik serta ramah lingkungan. Namun, ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk meningkatkan aspek rantai daur ulang plastik ini, untuk mengurangi 'kebocoran' sistem ini yang mungkin terjadi di masa depan.
ADVERTISEMENT