Sejarah kopi

Lampu Edison
Edison 9955 kali gagal menemukan lampu pijar yang menyala. Jika ia berhenti di percobaan ke 9956, mungkin sekarang kita tidak akan punya lampu.
Konten dari Pengguna
17 Maret 2019 13:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lampu Edison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber gambar : Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Sumber gambar : Pixabay
ADVERTISEMENT
"Kopi", Minuman yang disukai oleh banyak orang dari berbagai mancanegara. Kopi yang awalnya dipertemukan dan hanya ada di Etiopia pada abad kesembilan. Lalu ketika banga Arab memperluas perdagangannya pada abad kelimabelas, kopi berhasil beredar sampai ke Afrika Utara, ditanam secara masal, lalu dari Afrika Utara itu lah kopi beredar ke Asia sampai pasaran Eropa, sampai ketenarannya sebagai minuman mulai menyebar.
ADVERTISEMENT
Tanaman kopi sendiri memiliki sekitar 100 jenis kopi yang sudah ditemukan sebelumnya, namun sebagian besar tidak dikonsumsi dikarenakan alasan seperti rasa yang tidak enak, memiliki hasil panen yang kecil, dan lain-lain. Dari banyaknya jenis kopi yang tersedia, hanya ada 3 jenis kopi yang menjadi komoditas populer di dunia yaitu Arabika, Robusta, dan Liberika.
Arabika (latin : Coffea Arabica) merupakan jenis kopi yang pertama kali masuk ke Indonesia oleh Belanda. Tanaman kopi arabika dapat bertumbuh dengan baik pada ketinggian sekitar 1000m - 2000m diatas permukaan laut, tercatat bahwa tanaman kopi arabika tetap dapat bertumbuh pada ketinggian yang lebih rendah lagi, namun hasilnya tidak optimal karena mudah terkena hama. Kopi arabika memiliki kandungan kafein yang rendah, namun memiliki rasa dan aroma yang lebih menonjol. Kopi arabika memiliki ciri khas dengan rasanya yang asam dan hasil seduhannya yang terlihat tidak terlalu kental. Kopi arabika terkenal memiliki rasa dan aroma yang berbeda-beda, bahkan, jenis biji yang sama bila ditanam di daerah berbeda dapat menghasilkan rasa dan aroma yang berbeda. Oleh karna rasanya yang beranekaragam, kopi arabika memiliki lebih banyak peminat dibanding robusta, namun harganya lebih mahal dibanding robusta dikarenakan perawatan tanaman arabika juga lebih sulit dibanding robusta. Tercatat bahwa 70% produksi kopi di dunia adalah kopi arabika.
ADVERTISEMENT
Robusta (latin : Coffea Canephora var. Robusta), tanaman yang dapat bertumbuh dengan baik pada ketinggian 0m-900m diatas permukaan laut, dengan titik ideal berada pada ketinggian 400m-800m. Konon, keberadaan tanaman kopi robusta di Indonesia adalah untuk menggantikan tanaman arabika dikarenakan perawatannya yang lebih mudah. Sekitar 80% perkebunan di Indonesia ditanami oleh tanaman kopi robusta. Kopi robusta memiliki ciri khas dengan rasanya yang kuat, kasar, dan lebih pahit dibanding dengan kopi arabika, maka dari itu minuman kopi robusta cocok digunakan dengan campuran susu, krimer, cokelat, dan lain-lain, seperti latte, cappuccino, dan mochacino. Kopi robusta memenuhi sekitar 28% produksi kopi dunia.
liberika (latin : Coffea liberica) pertama ditemukan di negara Liberia. Banyak orang beranggapan bahwa tanaman ini berasal dari daerah tersebut. Padahal liberika juga ditemukan tumbuh liar di daerah Afrika lainnya. Pohon liberika bisa mencapai tinggi 18 meter. Ukuran buahnya lebih besar dibanding arabika dan robusta. Meski buahnya besar, bobot buah keringnya hanya 10% dari bobot basahnya. Penyusutan bobot ketika dipanen ini tentu kurang disukai oleh para petani. Ongkos panen menjadi lebih mahal. Hal ini membuat petani enggan mengembangkan kopi liberika sehingga produksi dan persebarannya tidak seramai arabika dan robusta. Meskipun masih dibudidayakan di beberapa daerah, tingkat produksi liberika adalah yang paling rendah dari jenis lainnya. Produksi liberika kiranya hanya sekitar 1-2% dari produksi kopi dunia.
ADVERTISEMENT
Seiring berkembangnya zaman, budaya minum kopi pun berkembang. Setidaknya ada tiga gelombang yang menunjukkan jenis-jenis minuman kopi yang populer di dunia.
Gelombang pertama dikenal dengan sebutan First Wave Coffee. Berawal di tahun 1800-an di mana kopi disiapkan untuk harga yang terjangkau dan mudah disajikan. Era ini memusatkan pada inovasi kemasan dan kepraktisan penyajian, yaitu kopi instan. Kopi instan sangat mudah diterima masyarakat karena tak memerlukan alat yang ribet. Bahkan digunakan pula oleh para tentara pada Perang Dunia Pertama tahun 1917 sebagai minuman sehari-hari.
Munculnya gelombang kedua atau dikenal dengan Second Wave Coffee ini dikarenakan kopi instan dianggap buruk. Para peminum kopi menginginkan kopi yang nikmat serta pengetahuan tentang apa yang mereka minum itu. Boleh dibilang, gelombang ini merupakan kritik terhadap kopi instan pada gelombang pertama. Era ini bermula tahun 1960-an dan kemudian mulai dikenal istilah-istilah dan sajian-sajian minuman kopi yang baru. Hal ini seiring dengan mulai bermunculan coffee shop yang menawarkan minuman kopi dengan gaya baru, yaitu espresso, latte, cappucino, frapucino, dan lain-lain. Orang-orang yang semula menikmati kopi secara instan di rumah maupun di kantor mulai berpindah ke coffee shop.
ADVERTISEMENT
Istilah Third Wave Coffee muncul pada awal tahun 2000-an. Kemunculannya bersamaan dengan munculnya istilah First Wave dan Second Wave dalam pemetaan budaya minum kopi masyarakat dunia. Gelombang ketiga atau Third Wave Coffee ini ditandai dengan mulai tertariknya para peminum kopi terhadap perjalanan kopi sejak dipanen hingga tersaji menjadi sebuah minuman. Orang-orang mulai merasa bahwa secangkir kopi memiliki cultural experience yang panjang dan sarat makna. Perjalanan tersebut meliputi di mana asalnya ditanam, proses pengolahan biji, serta cara penyajiannya menjadi sebuah minuman. Pada fase ini, muncul istilah origin, di mana digunakan sebagai identitas daerah atau kebun tempat jenis kopi tersebut tumbuh. Hal ini dilakukan agar kopi-kopi bisa lebih dikenali secara spesifik karena satu varietas kopi bisa melahirkan varietas dan cita rasa yang berbeda jika ditanam di daerah yang berbeda. Kualitas dan rasa kopi benar-benar diperhatikan secara dalam dan lebih mendetail.
ADVERTISEMENT