Tidak Punya Mata, Cacing Gelang Ini Dapat Membedakan Warna

Lampu Edison
Edison 9955 kali gagal menemukan lampu pijar yang menyala. Jika ia berhenti di percobaan ke 9956, mungkin sekarang kita tidak akan punya lampu.
Konten dari Pengguna
15 Maret 2021 17:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lampu Edison tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
C. elegans tidak dilengkapi oleh sistem visual namun mampu mendeteksi warna | Gambar oleh AJC1 dari flic.kr
zoom-in-whitePerbesar
C. elegans tidak dilengkapi oleh sistem visual namun mampu mendeteksi warna | Gambar oleh AJC1 dari flic.kr
ADVERTISEMENT
Persepsi warna merupakan salah satu aspek penting bagi organisme untuk menavigasi setiap aktivitasnya. Sejauh ini, kemampuan melihat warna bergantung pada keberadaan mata atau gen pengkode opsin — protein yang peka terhadap cahaya. Namun, beberapa organisme, seperti cacing gelang Caenorhabditis elegans, tidak memiliki sistem visual tersebut. Lalu, bagaimana cacing ini dapat mencari makanan dan membedakan antara makanan yang aman dan berbahaya?
ADVERTISEMENT
Studi yang diterbitkan dalam jurnal Science menemukan bahwa C. elegans dapat membedakan makanan yang aman dan tidak, melalui deteksi rasio antara cahaya biru dan kuning. Cahaya biru merupakan penanda toksin yang dilepaskan oleh lapisan bakteri.
Temuan ini diperoleh melalui eksperimen sederhana Dipon Ghosh, seorang mahasiswa pascasarjana bidang fisiologi seluler dan molekuler di Yale University — sekarang menjadi peneliti postdoctoral di Massachusetts Institute of Technology. Gosh menaruh beberapa cacing pada media P. aeruginosa, dan kemudian memadamkan lampu.
Fakta mengejutkan adalah cacing menghindar dari bakteri jauh lebih lambat dalam kegelapan, seolah-olah mereka tidak bisa melihat sehingga tidak menyadari bahwa mereka dalam bahaya
Menyikapi temuan tersebut, Dr. Ghosh, Dr. Michael Nitabach — pembimbingnya di Yale School of Medicine — dan rekannya melakukan serangkaian percobaan lanjutan. Mereka menyimpulkan, beberapa cacing gelang secara jelas merespons pigmen yang berbeda, menyadarinya — dan melarikan diri darinya — tanpa melibatkan sistem visual apa pun.
ADVERTISEMENT
Belum jelas bagaimana C. elegans melakukan strategi ini, tetapi temuan mengisyaratkan bahwa cacing mungkin telah meretas sistem peringatan seluler lain untuk mendapatkan semacam penglihatan warna.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa nematoda seperti C. elegans memiliki keengganan terhadap sinar ultraviolet dan panjang gelombang tertentu dari cahaya tampak. oleh karena itu, cahaya yang terlalu banyak dapat memengaruhi masa hidup cacing. Peneliti umumnya menganggap perilaku ini sebagai cara untuk menghindari paparan sinar matahari yang dapat memicu stres.
Tetapi menggunakan warna sebagai navigasi dalam mencari makan merupakan strategi baru. Untuk melihat apakah perubahan warna pada bakteri akan berpengaruh, Dr. Ghosh selanjutnya menempatkan cacing pada strain mutasi P. aeruginosa yang berwarna krem, bukan biru.
Kali ini, cacing tidak bergerak lebih cepat, baik saat di laboratorium terang maupun gelap. Itu menunjukkan bahwa mereka kekurangan isyarat ekstra dari warna bakteri.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari The New York Times, Dr. Ghosh juga meletakkan pigmen biru — racun yang disebut pyocyanin — pada E. coli, sumber makanan umum untuk cacing. Tetapi alih-alih memakan bakteri, Ia menemukan bahwa cacing melarikan diri dengan cepat dari mikroba ketika mereka disinari oleh cahaya terang.
Eksperimen lain menyimpulkan, meskipun cacing mungkin merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan tentang toksin tanpa adanya warna, mereka akan bergerak ketika warna biru terlihat. Berdasarkan pengamatan, strain C. elegans yang berbeda memiliki respons yang berbeda terhadap warna biru. Hal ini menunjukkan bahwa jalur ini memainkan peran ekologis.
Untuk memahami bagaimana makhluk tanpa mata mendeteksi warna, para peneliti membandingkan genom cacing yang sensitif terhadap warna biru dan yang tidak. Mereka berhasil menemukan beberapa wilayah genom yang berkorelasi dengan perilaku tersebut.
ADVERTISEMENT
Peneliti juga menemukan setidaknya dua gen respons stres seluler yang diduga berperan dalam proses deteksi cahaya oleh C. elegans, yaitu jkk-1 dan lec-3. Belum diketahui bagaimana kedua gen — tidak terkait dengan penglihatan — mempengaruhi kemampuan unik cacing tersebut.
Namun, menurut Dr. Ghosh, protein telah lama diketahui terlibat dalam respon seluler terhadap stres seperti sinar ultraviolet dalam sel manusia dan tikus.
Temuan ini diharapkan mampu menjadi dasar untuk memahami bagaimana organisme tanpa sistem visual tradisional dapat mendeteksi cahaya tampak.