Lebih Dekat dengan Lamban Pesagi, Rumah Tahan Gempa Asli Lampung

Redaksi Lampung Geh
Media Online Punya Masyarakat Lampung | Partner Resmi 1001 Startup Media Online Kumparan
Konten dari Pengguna
14 Februari 2019 17:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Redaksi Lampung Geh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Lamban Pesagi di halaman depan Museum Lampung | foto: Latifah Desti Lustikasari/lampunggeh.co.id
Lampunggeh.co.id, Bandar Lampung - Sejak tahun 2014 silam, Lamban Pesagi dari Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung resmi ditetapkan oleh Kementrian pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai warisan budaya tak benda kategori Arsitektur Tradisional.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari kemendikbud.co.id, Lamban Pesagi bersama dengan 96 mahakarya budaya lainnya ditetapkan sebagai warisan budaya pada malam perayaan penetapan Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, di Museum Nasional, Jakarta.
Warga Bandar Lampung yang sehari-harinya beraktifitas dan melintas jalan ZA. Pagar Alam, pasti sudah tidak asing lagi dengan salah satu koleksi berharga yang berdiri tegak di halaman depan Museum Lampung.
Salah satu rumah tradisional adat Lampung ini, bergaya arsitektur tertutup artinya tidak ditemui serambi terbuka di bagian depan. Hal ini berkaitan erat dengan lokasi geografis dari mana Lamban Pesagi berasal, yaitu daerah Gunung Pesagi di Lampung Barat yang bersuhu dingin.
Melalui penjelasan I Made Giri Gunadi, M.Si., selaku Pejabat Fungsional Pamong Budaya Madya di Museum Lampung, "Lamban artinya rumah. Lamban Pesagi bermakna rumah dari Pesagi atau dari daerah Gunung Pesagi," begitu tuturnya saat ditemui Lampung Geh di kantornya.
ADVERTISEMENT
Lamban Pesagi yang biasa kita lihat di Museum Lampung sekarang ini, adalah hasil rekonstruksi komponen bangunan asli yang dibawa langsung dari Lampung Barat pada awal tahun 2000-an.
Rumah Pesagi merupakan salah satu bukti majunya peradaban arsitektur generasi jauh sebelum milenial. Apalagi jika ditinjau dari tempat asalnya di Lampung Barat, ketika terjadi gempa tahun 1994 silam, rumah-rumah Pesagi ini tetap kokoh berdiri.
Jika dihitung usia, Lamban Pesagi ini berumur lebih dari 200 tahun, karena sebelum dibawa untuk direkontruksi, pihak museum sebelumnya telah melakukan penelitian dan peninjauan, dan terbukti sudah ada 4-5 generasi yang tinggal di rumah itu.
Pada bahan bangunannya, tidak ada ketentuan jenis kayu khusus yang digunakan untuk membangun rumah ini. Kayu apapun yang hidup di area Lampung Barat itulah yang digunakan. Hanya saja penduduk Lampung terdahulu kita sudah sangat mengerti alam dan piawai dalam memilih bahan untuk membangun huniannya.
ADVERTISEMENT
Pak Made mencontohkan, dalam hal penebangan bambu sebagai komponen tambahan membangun rumah, masyarakat Lampung terdahulu sengaja memilih waktu musim kemarau, ketika kandungan air di dalam ruas bambu tua mencapai titik minimum.
Begitu pula saat melakukan sistem pengawetan. Dilakukan perendaman bambu dan kayu yang sudah ditebang di dalam air, dalam tempo waktu hingga bertahun-tahun lamanya sebelum digunakan untuk membangun rumah.
Lamban Pesagi ini tidak menggunakan paku untuk membangun, sebagai gantinya digunakan sistem pasak dan ikat untuk menyatukan satu demi satu komponennya. Ikatan yang digunakan berbahan ijuk dan pasak yang digunakan sebagai engsel terbuat dari kayu.
Risqi (25 tahun) salah seorang pengunjung asal Jawa Timur, yang memang sengaja melakukan perjalanan darat dari ujung Sumatra, Provinsi Aceh hingga Provinsi Lampung mengaku takjub dan senang melihat koleksi benda yang ada di Museum Lampung salah satunya Lamban Pesagi.
ADVERTISEMENT
Kepada Lampung Geh ia bertutur, "Saya merasa beruntung sekali bisa melihat rumah adat Lampung yang usianya sudah ratusan tahun ini di sini (Museum Lampung). Apalagi waktu singgah saya di Bandar Lampung ini terbatas," katanya sambil berswafoto berlatar Lamban Pesagi.
Masih menurut penuturan Pak Made, bangunan Rumah Pesagi ini beberapa tahun silam masih boleh dimasuki oleh pengunjung museum, namun untuk mejaga keutuhan bangunan cagar budaya ini, saat ini pengunjung hanya bisa menikmati dari sisi luar bangunan saja.
Beliau menuturkan bahwa di dalam Lamban Pesagi terdapat dua ruang dimana ruang pertama (ruang tertutup) berfungsi sebagai tempat tidur perempuan dan orang tua. Sedangkan ruang terbuka digunakan untuk aktifitas keluarga dan ruang tidur laki-laki. Sementara di sisi lain dekat tangga keluar terdapat ruang dapur.
ADVERTISEMENT
Uniknya tangga Rumah Pesagi selalu berjumlah ganjil, yang merupakan simbol penolak bala. Masyarakat asli Lampung percaya jika ada makhluk jahat yang berniat masuk ke rumah, maka di anak tangga terakhir (berjumlah hitungan ganjil) makhluk jahat tersebut akan musnah.
Jika selama ini kita beranggapan bahwa tangga masuk rumah berada di bagian depan, maka tidak dalam struktur Rumah Pesagi. Tangga dan pintu masuk satu-satunya ini berada di bagian belakang rumah. Bagian depan hanya berupa jendela-jendela ventilasi.
Pintu utama dan tangga masuk Lamban Pesagi yang letaknya di bagian belakang rumah | foto: Latifah Desti Lustikasari/lampunggeh.co.id
Struktur bagian bawah Lamban Pesagi | foto: Latifah Desti Lustikasari/lampunggeh.co.id
Struktur bangunan Lamban Pesagi sendiri terdiri dari tiga bagian: Bagian atap, badan dan kaki. Bagian atap yang paling puncak menyimbolkan puncak Gunung Pesagi, tempat dimana roh leluhur berada. Di bawah atap, masyarakat Lampung biasa menaruh benda berharga seperti benda pusaka dan benda suci lainnya.
ADVERTISEMENT
Di bagian tengah rumah, atau di bagian badan di sinilah penghuni rumah tinggal, menaruh barang-barang yang digunakan sehari-hari dan beraktifitas. Tepat di bawah bagian atap dimana hal-hal yang disucikan berada.
Bagian terakhir, yaitu bagian kaki, merupakan tempat meletakan tumpukan kayu-kayu bakar dan kandang untuk hewan ternak.
Selain Lamban Pesagi, koleksi lain di Museum Lampung yang letaknya persis di halaman yaitu bangunan Lumbung Padi, tempat masyarakat menaruh padi dan hasil bumi lainnya.
Bangunan Lumbung Padi yang letaknya bersebelahan dengan Lamban Pesagi | foto: Latifah Desti Lustikasari/lampunggeh.co.id
Pada masanya, lumbung yang dibawa dari daerah Kabupaten Tanggamus ini letaknya jauh dari bangunan rumah utama. Mengelompok dengan lumbung-lumbung padi warga lainnya.
Di area sekitar lumbung padi yang berjajar, para ibu-ibu beraktifitas seperti menumbuk padi hingga menapi beras.
ADVERTISEMENT
Sayangnya ketika Lampung Geh meninjau langsung Lamban Pesagi ini, kondisinya cukup kotor dengan adanya coret-coretan jejak vandalisme.
Bagian bawah Lamban Pesagi dengan jejak vandalisme | foto: Latifah Desti Lustikasari/lampunggeh.co.id
Kesadaran pengunjung akan fungsi museum sebagai jendela informasi budaya dan ilmu pengetahuan, masih perlu ditingkatkan lagi. Idealnya berkunjung ke museum adalah bentuk kesadaran untuk mengenali budaya dan mencitai bangsa. (*)
Laporan reporter Lampunggeh Latifah Desti Lustikasari
Editor : M Adita Putra