Konten Media Partner

Aksi Kamisan Lampung Tolak Pengesahan RUU TNI, Soroti Ancaman Militerisasi

20 Maret 2025 20:26 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aksi kamisan Lampung penolakan terhadap pengesahan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) | Foto : Eka Febriani / Lampung Geh
zoom-in-whitePerbesar
Aksi kamisan Lampung penolakan terhadap pengesahan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) | Foto : Eka Febriani / Lampung Geh
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Bandar Lampung – Berbagai elemen masyarakat di Lampung menggelar Aksi Kamisan di depan Kantor DPRD Provinsi Lampung pada Kamis (20/3) sore.
ADVERTISEMENT
Aksi ini merupakan bentuk penolakan terhadap pengesahan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang dilakukan DPR bersama pemerintah pada pagi harinya.
Aksi tersebut dihadiri oleh komunitas, Lembaga Bantuan Hukum (LBH), organisasi non-pemerintah (NGO), organisasi kepemudaan (OKP), organisasi kampus, akademisi, jurnalis, dan jaringan masyarakat sipil lainnya.
Aksi kamisan Lampung penolakan terhadap pengesahan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) | Foto : Eka Febriani / Lampung Geh
Mereka menilai, revisi UU TNI yang baru disahkan berpotensi mengancam demokrasi dan kebebasan sipil karena memperluas kewenangan militer dalam urusan pemerintahan dan hukum.
Haikal Rasyid dari LBH Bandar Lampung menyatakan, revisi UU TNI bertentangan dengan prinsip pemisahan antara domain sipil dan militer dalam negara demokrasi.
"Pengesahan RUU ini dilakukan secara tergesa-gesa dan tertutup, tanpa partisipasi publik yang bermakna. Hal ini bertentangan dengan Pasal 96 UU No. 11 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang mengamanatkan keterlibatan masyarakat dalam setiap tahapan legislasi," ujar Haikal.
Aksi kamisan Lampung penolakan terhadap pengesahan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) | Foto : Eka Febriani / Lampung Geh
Salah satu poin utama yang menjadi sorotan dalam RUU TNI adalah revisi Pasal 47, yang menambah jumlah kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh perwira aktif TNI dari 10 menjadi 15.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, perubahan ini dapat memperbesar peran TNI dalam ranah politik dan pemerintahan.
"Dengan semakin luasnya peran TNI dalam pemerintahan dan penegakan hukum, ada potensi penyalahgunaan kekuasaan yang bisa mengancam kebebasan sipil dan hak asasi manusia," tambah Haikal.
Selain itu, mereka juga mengkritik bahwa pengesahan RUU ini dilakukan dengan pola yang sama seperti sejumlah undang-undang kontroversial sebelumnya, seperti UU KPK, UU Minerba, UU Cipta Kerja, dan UU BUMN.
Aksi kamisan Lampung penolakan terhadap pengesahan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) | Foto : Eka Febriani / Lampung Geh
Mereka menilai, proses legislasi yang minim transparansi ini berisiko menghadirkan kembali konsep dwifungsi ABRI yang pernah berlaku di era Orde Baru.
Dalam aksinya, massa membawa berbagai spanduk dan poster bertuliskan “Tolak RUU TNI”, “Militer Kembali ke Barak”, serta “Demokrasi Terancam”.
Mereka juga menyuarakan kekhawatiran, keberadaan militer dalam jabatan sipil bisa menimbulkan ketegangan sosial, konflik kepentingan, serta mengarah pada militerisasi kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Aksi Kamisan ini diikuti oleh sekitar 100 hingga 150 orang dan berlangsung secara damai.
Para demonstran berharap agar pemerintah dan DPR meninjau ulang RUU TNI serta membuka ruang diskusi yang lebih luas dengan masyarakat sipil sebelum mengimplementasikan aturan yang telah disahkan. (Cha/Put)