Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten Media Partner
Diskusi Buku dan Film “Road to Resilience” Ungkap Kisah Nyata Returnee Suriah
24 April 2025 21:40 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Bandar Lampung - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama Kreasi Prasasti Perdamaian (KPP) menyelenggarakan diskusi buku Anak Negeri di Pusaran Konflik Suriah dan pemutaran film dokumenter Road to Resilience di Aula Gedung A FKIP Universitas Lampung (Unila), Kamis (24/4).
ADVERTISEMENT
Kegiatan ini menjadi bagian dari implementasi Komunikasi Strategis Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (Komstra PE) sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Ekstremisme (RAN PE) Tahun 2020–2024.
Acara ini merupakan tindak lanjut dari peluncuran resmi buku dan film dokumenter tersebut yang telah dilaksanakan pada 27 Februari 2025 di Jakarta.
Penulis buku Anak Negeri di Pusaran Konflik Suriah, Dr. Noor Huda Ismail menyampaikan, karya tersebut merupakan refleksi dari proses repatriasi 18 warga negara Indonesia dari Suriah pada Agustus 2017.
Buku ini memuat testimoni langsung dari mereka yang pernah terjebak konflik di wilayah tersebut, baik yang telah bergabung dalam pertempuran, yang dideportasi sebelum bergabung, maupun yang lahir di daerah konflik.
ADVERTISEMENT
“Buku ini melampaui isu radikalisasi, menghadirkan perjalanan memahami manusia, konflik, dan harapan akan masa depan yang lebih baik,” ujar Ismail.
Ia menambahkan, karya ini lahir dari dorongan aktivisme dan keinginan untuk memberikan kesempatan kedua bagi mereka yang terdampak.
“Tujuan saya ke Suriah tidak hanya untuk menulis buku, tetapi juga sebagai bagian dari upaya memberikan kesempatan kedua agar mereka bisa memulai hidup baru,” jelasnya.
Ismail juga menekankan pentingnya pendekatan multidisipliner dalam memahami fenomena ekstremisme, termasuk dari aspek hukum, sosiologi, hubungan internasional, hingga kesehatan mental.
“Saya menemukan bahwa tidak ada cerita tunggal (there is no single story). Kita dulu selalu berpikir bahwa semua yang ke Suriah pasti untuk berperang. Padahal ada juga yang benar-benar dilahirkan di sana, atau yang akhirnya menolak ideologi kekerasan itu,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Film dokumenter Road to Resilience yang turut diputar dalam kegiatan ini mengangkat kisah Febri Ramdani, seorang remaja Indonesia yang sempat terpapar propaganda ISIS dan kemudian kembali ke tanah air sebagai returnee.
Film ini menyoroti proses deradikalisasi, reintegrasi sosial, dan upaya Febri membangun kembali kehidupannya.
Dalam sesi diskusi, Febri Ramdani membagikan kisahnya secara langsung. Ia mengungkapkan, pada tahun 2016 diusia 22 tahun, ia sempat tergiur janji-janji manis kelompok ISIS yang menjanjikan seluruh fasilitas yang memadai
yang gratis dan kehidupan layak.
Namun, selain itu dorongan pergi ke Suriah juga karena rindu ibu dan kakaknya yang sudah lebih dulu pergi ke kota itu dua tahun sebelumnya.
“Namun kenyataannya, janji itu tidak ada. Justru malapetaka yang kami alami. Saya dan keluarga bahkan tidak mau bergabung dengan ISIS, sehingga kami di intimidasi dan tidak mendapatkan tempat fasilitas layak di sana,” ungkap Febri.
ADVERTISEMENT
Setelah kurang lebih satu tahun hidup di Suriah, Febri dan keluarga akhirnya dapat kembali pulang ke Indonesia.
Namun, menurut Febri, ia dan keluarga mengalami kesulitan pada proses reintegrasi ketika kembali ke Indonesia.
“Saya dan keluarga sempat mendapat penolakan masyarakat, dianggap sebagai pengkhianat. Tapi saya dan keluarga terus berjuang dan bersabar. Akhirnya saya bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi hingga selesai,” katanya.
Febri menegaskan pentingnya bijak bermedia sosial agar tidak mudah terpengaruh oleh propaganda ekstremis.
“Saya menyesal membuang waktu lima tahun lalu dalam hidup saya karena hal itu. Saya berharap tidak ada lagi generasi muda yang mengulangi kesalahan yang sama,” pungkasnya. (Cha/Put)