Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Gubernur Arinal Kunjungi Kota Baru, Petani Bentangkan Poster Tolak Sewa Lahan
22 September 2023 17:14 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Lampung Selatan - Sejumlah petani yang menggarap tanaman nya di lahan kawasan Kota Baru, Jati Agung, Lampung Selatan melakukan aksi damai saat Gubernur Lampung Arinal Djunaidi mengunjungi Kota Baru, Lampung Selatan, pada Kamis (21/9) kemarin.
ADVERTISEMENT
Diketahui, dalam kunjungannya ke kawasan Kota Baru, Arinal melakukan kegiatan penandatanganan prasasti hibah lahan Kota Baru seluas 150 hektare kepada Universitas Lampung.
Mendengar informasi Gubernur Lampung datang ke lahan Kota Baru, secara spontan petani penggarap berinisiasi untuk menemui orang nomor satu di Provinsi Lampung tersebut.
Dalam aksi damai tersebut, sejumlah petani yang menggarap di lahan Kota Baru membentangkan poster yang meminta agar Gubernur Lampung mencabut aturan soal sewa lahan.
Namun saat melakukan aksi damai tersebut, sejumlah petani mengaku sempat dihalangi oleh petugas.
Kadiv Advokasi LBH Bandar Lampung, Prabowo Pamungkas mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan adanya upaya penghalangan saat para petani ingin menyampaikan aspirasinya kepada Gubernur Lampung.
"Namun sangat disayangkan upaya tersebut sempat di halang-halangi oleh aparat kepolisian dengan cara di imbau via telepon supaya tidak perlu datang ke lokasi acara," kata Kadiv Advokasi LBH Bandar Lampung, Prabowo Pamungkas dalam keterangan tertulisnya, Jumat (22/9).
ADVERTISEMENT
Tidak hanya sampai di situ, dijelaskan Prabowo, petani yang berinisiatif membawa poster juga sempat dihalangi.
"Mereka pun dilarang untuk membentangkan poster karena dianggap suatu perbuatan yang tidak perlu untuk dilakukan," jelasnya.
Menurutnya, aksi para petani tersebut dilatarbelakangi karena upaya yang selama ini dilakukan oleh petani dalam memperjuangkan haknya untuk dapat menggarap di lahan tersebut tidak pernah menemui hasil karena selalu diabaikan oleh Pemerintah Provinsi Lampung.
"Sejak tahun 2022 ratusan petani penggarap Kota Baru sudah dua kali melakukan aksi massa memprotes kebijakan sewa tanah di Kota Baru yang ditandatangani langsung oleh gubernur," ujarnya.
Dia membeberkan, persoalan yang terjadi saat ini adalah petani yang menggarap tanaman singkong di lahan Kota Baru diminta untuk membayar sewa lahan oleh Pemprov Lampung.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, tanah yang digarap sejak tahun 1950-an tersebut merupakan tanah eks kawasan hutan register 40 Gedong Wani yang ditukar guling (ruilslag) oleh Pemerintah Provinsi Lampung era Gubernur Sjachroedin ZP yang dimohonkan melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Karena pembangunan yang berhenti dan menyisakan gedung-gedung yang mangkrak, petani dipaksa untuk melakukan sewa atau jika tidak mereka akan diusir dari tanah yang menjadi sumber penghidupan mereka sejak puluhan tahun yang lalu," bebernya.
Di sisi lain, pihak Pemerintah Provinsi Lampung menyatakan jika kebijakan sewa lahan tersebut sudah sesuai dengan aturan.
Hal itu disampaikan Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemprov Lampung Kusnardi saat dimintai keterangannya.
"Ada aturannya pemanfaatan barang milik pemerintah, kalau dia memanfaatkan barang pemerintah untuk itu ya sesuai aturan," kata Kusnardi ketika diwawancarai, Jumat (22/9).
ADVERTISEMENT
Terkait adanya tuntutan petani yang menolak sewa lahan, pihaknya mempersilakan petani untuk menyampaikan aspirasinya.
"Iya tidak masalah masyarakat menuntut, tapi coba kita luruskan bahwa ya itu sewa pemanfaatannya. Kalau imbauan kita sudah sosialisasi," ujarnya.
Diketahui, Pemprov Lampung telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Lampung tentang penetapan sewa tanah Kota Baru melalui Surat Keputusan Gubernur Lampung Nomor G/293/VI.02/HK/2022.
Dalam SK tersebut, masyarakat petani yang ingin menggarap lahan di Kota Baru dibebankan untuk membayar biaya sewa sebesar Rp 300 per m2 atau Rp 3 juta per hektare per tahun. Penetapan sewa lahan itu diprioritaskan kepada masyarakat di 10 desa. (Lih)