Ini Alasan Arteria Dahlan Tampil di Tengah Insiden Puskesmas Kedaton

Konten Media Partner
13 Agustus 2021 18:21 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota DPR RI, Arteria Dahlan | Foto: Ist
zoom-in-whitePerbesar
Anggota DPR RI, Arteria Dahlan | Foto: Ist
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Bandar Lampung - Insiden dugaan penganiayaan tenaga kesehatan di Puskesmas Kedaton kini memasuki babak baru. Anggota DPR RI, Arteria Dahlan, ikut angkat bicara soal insiden tersebut.
ADVERTISEMENT
Politisi PDI Perjuangan ini menyebut, seharusnya hal tersebut tak perlu terjadi, bahkan Tim Penyidik Polresta Bandar Lampung menetapkan, Awang (Anak Mix Yuliana) sebagai tersangka.
’’Saya hadir atas permintaan seorang ibu. Menempuh perjalanan darat dari Jepara ke Surabaya selama hampir tujuh jam dilanjutkan dengan pesawat ke Jakarta untuk kemudian dilanjutkan enam jam perjalan darat sampai Bandar Lampung. Total hampir 20 jam. Perjalanan tersebut saya tempuh semata-mata ingin menunjukkan keberpihakan saya atas derita seorang Ibu, yang baru saja ditinggalkan suaminya karena COVID-19 setelah 47 tahun hidup bersama, dan kehilangan dua anak yang terpaksa ditahan karena insiden perebutan oksigen di Puskesmas Kedaton Bandarlampung,” sebut Arteria.
Jujur, kata dia, awalnya ia tidak mau terlibat. Ia menyarankan agar semuanya diselesaikan dengan cara kekeluargaan secara damai, karena Lampung memiliki kearifan lokal dalam menyelesaikan konflik sosial. Ada rembug pekon atau penyelesaian secara musyawarah dan kekeluargaan.
ADVERTISEMENT
’’Saya terkejut mana kala mendapat laporan bahwa dua anak si ibu yang ditugaskan olehnya mencari oksigen untuk kelangsungan hidup ayahnya ditahan dengan sangkaan pasal 170 KUHP. Dan sulit sekali mencari pintu maaf bahkan melalui pucuk pimpinan pemerintahan kota sekali pun,” kata dia.
’’Ndak ada lagi rembug pekon, semuanya sudah seperti mesin, begitu kaku dan seolah-olah fokus untuk menghukum pelaku. Tanpa mencari asal muasal penyebabnya: yaitu kelangkaan oksigen,” lanjutnya.
Bahkan, sambungnya, yang membuat ia tergelitik, banyak sekali karangan bunga yang ditujukan ke wali kota maupun kapolres (yang lama) karena melakukan penahanan atas dua anak si ibu.
’’Seolah-olah tidak ada sedikit pun rasa empati, bagaimana si ibu harus menjalani hari-harinya tanpa ditemani seorang suaminya yang selama ini menemaninya selama 47 tahun. Dipaksa menerima nasib bahwa anaknya harus mendekam dalam tahanan karena memenuhi permintaan beliau untuk mencari oksigen yang langka untuk kelangsungan hidup ayahnya,” ucap dia.
ADVERTISEMENT
Diceritakan, selama ia menjadi Anggota Komisi II, sangat giat membela hak-hak bidan PTT, tenaga perawat termasuk PPNI, dan guru-guru honorer. Menurutnya, mereka adalah patriot dan srikandi bangsa yang memiliki jiwa pengabdian dan ketulusan dalam bekerja. Pastinya memiliki kepekaan dan kepedulian yang tinggi. Dua kepentingan ini harus berhadap-hadapan hanya karena oksigen langka.
’’Saya menyayangkan pemangku kepentingan di pemerintah kota tidak sensitif. Bahkan cenderung terjebak melakukan aksi populer tanpa merasa sedikit pun bersalah atas kejadian ini. Kejadian ini tidak akan terjadi kalau oksigen tidak langka di Bandar Lampung. Kejadian ini tidak akan terjadi kalau pemangku wilayah segera menyikapi dengan arif dan bijaksana, karena kesemuanya, baik tenaga kesehatan maupun si pencari oksigen, almarhum suami si ibu, pun si ibu, adalah warga Bandar Lampung yang harus dilindungi, sama hebatnya, sama hormatnya,” kata dia.
ADVERTISEMENT
’’Bukan sebaliknya. Mempertontonkan aksi teatrikal yang cenderung populis dan menimbulkan sekat dan jarak. Penghakiman sudah terjadi, padahal ini musibah kemanusiaan bukan kesengajaan. Kalau tradisi ini dihalalkan, bukan tidak mungkin kita semua akan kembali menghadapi hal-hal serupa yang semakin memperlebar jarak antar sesama,” lanjutnya.
Atas dasar itulah, ia mewakafkan diri yang menurutnya guna memberitakan kebenaran, walau tidak populer sekali pun.
’’Jangan sampai ditafsirkan saya menghalalkan kejadian di Puskesmas Kedaton. Akan tetapi saya harus katakan ada yang salah dalam penanganan penyelesaian konfliknya. Pemerintah kota bukan pengayom yang baik, bahkan cenderung menunggangi konflik tersebut atas nama pencitraaan atau apapun, yang pada akhirnya membuka ruang bagi banyak pihak untuk bermain kepentingan di atas perkara ini. Publik seolah-olah terhipnotis dengan menelan mentah-mentah bahwa pasal 170 KUHP halal diterapkan dalam kasus ini,” sebutnya.
ADVERTISEMENT
Padahal, kata dia, penerapan pasal tersebut keliru total. Apalagi dengan mencantumkan dakwaan tunggal. Kemudian dihadirkan lagi dengan penahanan dengan alasan ancaman hukuman 5 tahun atau lebih, tanpa melihat terpenuhinya ketentuan Pasal 21 KUHAP.
’’Apa iya anak yang sedang diminta Ibunya mencari oksigen untuk kelangsungan hidup ayahnya, setelah ayahnya tidak terselamatkan, harus dimintakan pertanggungjawaban pidana dengan sangkaan pasal 170 KUHP? Pasal yang dipakai pelempar bom molotov atau pelaku pengrusakan bangunan atau intalasi publik? Saya pikir ini bangunan dan proses penegakan hukum yang keliru dan harus dikoreksi,” kata dia.
Ia berharap penegakan hukum dalam hal ini Polresta Bandar Lampung untuk proporsional dan tidak berorientasi pencitraan.
’’Saya berterima kasih Pak Hendro Kapolda Lampung dan Pak Ino Kapolresta Bandar Lampung yang baru telah dengan segera merespon hal ini,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, dirinya hadir ke Bandar Lampung untuk memperlihatkan kepedulian, bahwa di atas segalanya harus berlaku adil dan proporsional.
’’Silahkan proses hukumnya jalan terus, saya tidak akan intervensi, sekaligus berharap proses hukumnyanya dapat diawasi bersama oleh semua pihak. Akan tetapi saya mohon agar penangguhan penahanan dikabulkan,” harapnya.
’’Saya akan menjadi penjaminnya. Anak-anak tersebut lebih bermanfaat untuk mendampingi si Ibu, mengurus kewajiban-kewajiban almarhum, bersama si Ibu berbagi duka sekaligus saling melakukan penguatan pasca ditinggalkan alhamum suami yang meninggal karena COVID-19,” pungkasnya.