Konten Media Partner

Jurnalis Perempuan di Lampung Tulis Buku Talangsari 1989, Ungkap Trauma Korban

20 Mei 2024 13:40 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lutfi Yulisa, penulis buku Talang Sari 1989. | Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Lutfi Yulisa, penulis buku Talang Sari 1989. | Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lampung Geh, Bandar Lampung - Peristiwa Talangsari adalah sebuah kasus pelanggaran HAM berat di Lampung, yang terjadi pada 7 Februari 1989 di Dusun Talangsari III, Kabupaten Lampung Timur.
ADVERTISEMENT
Peristiwa itu merupakan dampak dari penerapan asas tunggal Pancasila di masa Orde Baru. Aturan ini termanifetasi dalam UU No. 3 Tahun 1985 tentang partai politik dan Golongan Karya serta UU No 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Salah satu Anggota Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) wilayah Lampung, Lutfi Yulisa, konsen melakukan peliputan peristiwa Talangsari hingga terbitkan Buku “Talangsari 1989: Trauma dan Harapan Korban".
Dia mengatakan, awal ketertarikannya dalam menulis peristiwa Talangsari, ketika melihat jurnalis dari luar kota ada yang konsen membahas peristiwa tersebut.
"Awalnya Tahun 2021 ada jurnalis dari luar kota yang membahas tentang peristiwa Talangsari. Dari situ mulai kepikiran, jurnalis dari luar Lampung aja konsen kalo ada peristiwa pelanggaran HAM berat di Lampung. Kita sendiri yang tinggal di Lampung kok gak tertarik sih untuk liputan ini," ujarnya pada Lampung Geh.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut yang akhirnya membuat Lutfi tertarik dan terus mencari informasi tentang peristiwa Talangsari sampai akhir Tahun 2021.
Dia menyebutkan, bahwa untuk proses pembuatan buku tersebut berlangsung selama 10 Bulan.
"Tahun 2023 itu buat lagi beberapa kali liputan. Sampe akhirnya ada kesempatan membuat buku ini, dimulai dari Agustus 2023 sampai Mei 2024, proses liputan (wawancara), penulisan, editing, layout buku, ISBN dan Haki, sampe cetak," ujarnya
Saat melakukan liputan dan bertemu dengan para korban peristiwa Talangsari, banyak mendengar cerita dari mereka yang masih trauma dan bagaimana kisah mereka bertahan hidup pada masa itu.
"Sehingga buku ini menghadirkan cerita dari sudut pandang para korban, merincikan pengalaman mereka selama peristiwa Talangsari, bagaimana mereka berjuang untuk bertahan hidup dengan beban trauma yang mereka rasakan, serta harapan mereka terhadap penyelesaian kasus Talangsari 1989," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Dia juga mengatakan, setelah 34 tahun tragedi pembantaian Jemaah Warsidi dan warga sipil di Dusun Cihideung berlalu, banyak korban yang belum bisa berdamai dengan pengalaman pahit terkait tragedi tersebut.
Dia berharap, melalui buku ini dapat menghormati para korban Talangsari dan semua pahlawan HAM yang berjuang untuk keadilan, serta mari kita berkomitmen untuk memastikan bahwa tragedi semacam itu tidak akan terulang di masa depan.
Sebagai informasi, Buku “Talangsari 1989: Trauma dan Harapan" Open Order dengan harga Rp 60.000 bisa langsung order ke penulis. (Cha)