Konten Media Partner

Kober Gelar Pentas Monolog "Lear": Kritik Demokrasi di Panggung

13 Desember 2024 14:40 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Alexander Gb saat memainkan perannya sebagai Raja Lear dalam pertunjukan teater monolog adaptasi lakon Raja Lear karya William Shakespeare | Foto : Eka Febriani / Lampung Geh
zoom-in-whitePerbesar
Alexander Gb saat memainkan perannya sebagai Raja Lear dalam pertunjukan teater monolog adaptasi lakon Raja Lear karya William Shakespeare | Foto : Eka Febriani / Lampung Geh
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Bandar Lampung – Komunitas Berkat Yakin (Kober) mempersembahkan pertunjukan teater monolog adaptasi lakon Raja Lear karya William Shakespeare, di Gedung Teater Tertutup (GTT) Taman Budaya Lampung, pada Kamis (12/12).
ADVERTISEMENT
Pertunjukan ini tidak hanya menjadi hiburan seni, tetapi juga kritik mendalam terhadap kondisi demokrasi dan politik yang dianggap berjalan tidak sehat.
Alexander Gb, pemeran utama dalam pertunjukan ini, menjelaskan bahwa adaptasi Raja Lear menggambarkan seorang raja yang menggunakan cara-cara licik untuk menjadi pahlawan demokrasi.
Namun, ambisinya justru memicu konflik dengan keluarganya hingga berujung pada pengasingan.
“Di pengasingan, Lear akhirnya menyadari dirinya dan melihat kenyataan masyarakat yang penuh badai, nestapa, dan penderitaan. Pengalaman ini membuatnya tersadar akan kesalahan besar yang telah ia lakukan,” ungkap Alex.
Melalui pertunjukan ini, Kober mengajak penonton untuk merefleksikan kondisi demokrasi yang saat ini kerap diwarnai ketidakadilan dan praktik politik yang tidak etis.
“Banyak fenomena politik yang menjadi perhatian, namun masyarakat sering kali dianggap hanya sebagai mata pilih saat kampanye. Setelah itu, perhatian terhadap mereka hilang begitu saja,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Pertunjukan ini juga menjadi sarana dialog bersama untuk memahami dan mengkritisi realitas politik.
Alex menyebut demokrasi di Indonesia saat ini menghadapi tantangan besar, seperti politik dinasti, pemimpin tanpa visi, dan apatisme dari kalangan intelektual, budayawan, hingga mahasiswa.
“Banyak yang menganggap hal-hal yang salah sebagai sesuatu yang wajar. Kita perlu bertanya, apakah realitas politik yang terjadi saat ini benar atau tidak? Kalau tidak, apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaikinya?” katanya.
Alex juga menyoroti bahwa demokrasi sering kali hanya dijadikan alat untuk mempertahankan kekuasaan, bukan untuk membangun kepentingan rakyat.
“Sering kali, pemimpin hanya fokus pada kampanye untuk mengamankan kursi. Tetapi apakah mereka benar-benar peduli pada rakyatnya? Ini pertanyaan yang harus kita renungkan bersama,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Ia juga menjelaskan, pertunjukan ini merupakan hasil kerja sama Kementerian Kebudayaan, Lab Indonesiana: Dapur LTC 2024, Lab Teater Ciputat, dan Komunitas Berkat Yakin.
"Proses kreatif melibatkan waktu persiapan dan latihan selama kurang lebih tiga bulan, mulai dari adaptasi naskah hingga latihan intensif," jelasnya
Alex menilai pengalaman ini memberi ruang bagi aktor untuk berkembang.
“Menjadi aktor berarti harus kreatif. Kami belajar merancang akting, menyusun naskah, hingga mendukung aspek musik secara mandiri. Namun, kami tetap bekerja sama dengan teman-teman agar hasilnya maksimal,” jelasnya.
Dengan mengangkat tema besar ini, Kober berharap pertunjukan Raja Lear menjadi pengingat dan alat untuk membuka dialog mengenai pentingnya demokrasi yang sehat dan etis.
“Melalui teater ini, kami mengajak masyarakat untuk melihat kembali kondisi demokrasi kita. Ini adalah kesempatan untuk berbicara, mengingatkan, dan merefleksikan apa yang sebenarnya terjadi di sekitar kita,” pungkasnya. (Cha/Ansa)
ADVERTISEMENT