Konten Media Partner

Konflik Kepentingan dalam Pemilu di Lampung Jadi Atensi

25 Juni 2023 11:30 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tokoh Pemuda dan Pendiri Klasika, Chepry Charuman Hutabarat. | Foto: Bella Sardio/ Lampung Geh
zoom-in-whitePerbesar
Tokoh Pemuda dan Pendiri Klasika, Chepry Charuman Hutabarat. | Foto: Bella Sardio/ Lampung Geh
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lampung Geh, Bandar Lampung - Salah satu fenomena yang harus diperhatikan mendekati pemilihan umum (Pemilu) di Lampung, yakni konflik kepentingan.
ADVERTISEMENT
Konflik kepentingan merupakan situasi di mana pejabat publik memiliki kepentingan pribadi untuk memengaruhi kinerja jabatan publiknya yang seharusnya objektif dan imparsial.
Bimtek Bawaslu Bandar Lampung. | Foto: Bella Sardio/ Lampung Geh
Hal ini juga menjadi materi khusus dalam "Bimbingan Teknis Pembinaan Aparatur Pengawas Pemilu dalam Rangka Pencegahan Conflict of Interest dalam Pengelolaan Organisasi Pengawasan Pemilu," yang diadakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Bandar Lampung, Sabtu (24/6) di Hotel Sheraton Bandar Lampung.
Konflik kepentingan di Lampung turut menjadi sorotan Tokoh Pemuda, Chepry Charuman Hutabarat yang menjadi salah satu narasumber kegiatan tersebut.
Bekerja di ruang publik seperti Bawaslu menjadi tantangan sendiri bagi pejabatnya. Apa lagi terkait pemilihan tindakan yang berkaitan dengan kebijakan pengawasan proses Pemilu di Lampung.
"Ruang publik, seperti Pemilu dalam sebuah sistem Bawaslu dan KPU, ruang kerjanya itu benar atau salah. Tidak bisa melakukan sesuatu karena enak atau tidak enak," katanya.
ADVERTISEMENT
"Ruang kerja benar atau salah (dalam melakukan sesuatu atau pilihan) ini untuk ukurannya berdasarkan aturan undang-undang," sambung Founder Klasika ini.
Menurut Bang Che, sapaan akrabnya, fenomena konflik kepentingan ini bisa terjadi dari lingkungan sekitar pejabat publik.
"Dari kelompok politik, relasi pertemanan, pribadi, relasi yang menyebabkan konflik kepentingan," katanya.
Konflik kepentingan itu juga hadir ketika ada aktor yang memiliki kewenangan dan mengharapkan kepentingan pribadinya.
"Yang pasti (konflik kepentingan) terjadi karena ada aktor atau pelaku, baik di dalam sistem maupun yang lain. Kemudian, ada kewenangan yang dimiliki aktor tersebut. Terakhir, ada kepentingan dari aktor tersebut," jelasnya.
Selain adanya aktor dalam konflik kepentingan itu, Bang Che juga menyinggung adanya kelemahan sistem yang kurang mencegah terjadinya konflik kepentingan.
ADVERTISEMENT
"Yang sesungguhnya ini juga disebabkan kelemahan sistem itu sendiri," ungkapnya.
Demikian, lanjutnya, ada hal yang bisa dilakukan untuk menghindari konflik kepentingan tersebut.
"Mengurangi hal-hal penyebab dari awal juga menghindari berinteraksi secara langsung dengan pihak-pihak terkait yang dilarang oleh kode etik perundangan atau potensi dapat dipersepsikan konflik kepentingan oleh publik," paparnya.
Meski terkesan membatasi interaksi, menurutnya ini merupakan konsekuensi menjadi bagian dari Bawaslu.
"Menjadi bagian dari pejabat publik ya harus menerima konsekuensi aturan-aturan yang di luar dari kebiasaannya," pungkasnya. (Ansa/Put)