Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten Media Partner
KPPU Ungkap Impor Tepung Tapioka di Lampung Capai Rp 511,4 Miliar
19 Januari 2025 14:24 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Lampung Geh, Bandar Lampung – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Wilayah II Lampung mengungkap adanya impor tepung tapioka oleh empat perusahaan besar di Provinsi Lampung sepanjang tahun 2024.
ADVERTISEMENT
Nilai impor tersebut mencapai Rp 511,4 miliar, yang diduga berdampak pada penurunan harga beli ubi kayu lokal.
Kepala Kantor KPPU Wilayah II Lampung, Wahyu Bekti Anggoro, menyebutkan bahwa hasil kajian KPPU atas tata niaga ubi kayu dan tepung tapioka di Provinsi Lampung menunjukkan struktur pasar berada pada kondisi oligopoli.
“Dari 45 perusahaan tepung tapioka di Provinsi Lampung, empat pelaku usaha terbesar menguasai konsentrasi rasio di atas 75 persen. Industri pada struktur pasar oligopoli memiliki potensi hambatan persaingan usaha yang tinggi,” ujar Wahyu dalam keterangan pers, pada Sabtu (18/1).
Sepanjang tahun 2024, secara nasional, Indonesia mengimpor sekitar 267.062 ton tepung tapioka senilai 144 juta USD atau setara Rp 2,2 triliun.
Dari jumlah tersebut, empat perusahaan di Lampung tercatat mengimpor 59.050 ton tepung tapioka dari Vietnam dan Thailand melalui beberapa pelabuhan utama, termasuk Pelabuhan Panjang.
ADVERTISEMENT
“Kami menemukan bahwa satu kelompok usaha mendominasi impor dengan porsi 80 persen dari total impor oleh perusahaan di Lampung, atau setara 47.202 ton dengan nilai 25 juta USD atau Rp 407,4 miliar,” jelasnya.
Menurut Wahyu, tingginya impor tersebut menjadi salah satu faktor yang berkontribusi terhadap rendahnya harga beli ubi kayu di Provinsi Lampung.
“Ada korelasi langsung antara naiknya volume impor tepung tapioka dengan turunnya harga beli bahan baku lokal,” tambahnya.
Kondisi ini juga memunculkan keluhan dari produsen tapioka lokal yang kesulitan bersaing harga dengan produsen yang melakukan impor.
“Harga jual mereka lebih rendah dibandingkan dengan biaya produksi produsen lokal yang tidak melakukan impor,” ujar Wahyu.
KPPU telah mengintensifkan pengawasan dan melakukan sejumlah langkah, termasuk pengumpulan data, analisis dokumen, dan pemantauan langsung di lapangan.
ADVERTISEMENT
Atas hasil kajian tersebut, KPPU berencana menyusun rekomendasi kebijakan impor kepada pemerintah atau melanjutkan ke proses penegakan hukum.
“Kami juga mencatat rendahnya kepatuhan sebagian pelaku usaha untuk memenuhi permintaan data dan keterangan dari KPPU,” tegasnya.
KPPU juga membuka pintu bagi masyarakat, petani, dan pemangku kepentingan lainnya untuk melaporkan dugaan hambatan persaingan usaha.
“Kami mendorong partisipasi aktif semua pihak agar praktik persaingan usaha berjalan sehat dan adil,” pungkasnya. (Cha/Put)