Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten Media Partner
Lampung Democracy Studies Soroti Putusan MK Soal Presidential Threshold
22 Januari 2025 20:53 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Lampung Geh, Bandar Lampung – Lampung Democracy Studies (LDS) menggelar Diskusi Ruang Tengah dengan tema "Catatan Awal Tahun: Putusan MK No.62/PU-XXII/2024" pada Rabu (22/1).
ADVERTISEMENT
Diskusi ini mengupas dampak penghapusan Presidential Threshold berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dinilai memberikan akses lebih luas bagi masyarakat dan partai politik dalam proses demokrasi.
Direktur LDS, Dedy Indra Prayoga, menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk memberikan ruang diskusi kepada pegiat demokrasi, akademisi, dan masyarakat dalam memahami arah baru demokrasi Indonesia.
"Putusan MK terkait penghapusan Presidential Threshold adalah langkah besar untuk membuka akses yang lebih inklusif dalam proses politik. Namun, ini bukan solusi instan yang bisa menghapus seluruh tantangan demokrasi di Indonesia," ujarnya.
Menurut Dedy, keputusan MK perlu dikawal oleh masyarakat agar proses pembentukan Undang-Undang Pemilu tidak menimbulkan distorsi.
"Kita harus memastikan bahwa putusan ini membawa dampak positif untuk penguatan demokrasi, dengan terus mengingatkan partai politik agar mentransformasikan diri mereka," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Dalam diskusi tersebut, Dr. Fathul Mu'in pakar Hukum Tata Negara, mengungkapkan bahwa putusan MK No.62/PU-XXII/2024 menunjukkan perubahan sikap lembaga tersebut setelah sekian lama menolak gugatan terkait Presidential Threshold.
"Mahkamah Konstitusi mencermati dominasi partai politik tertentu dalam pencalonan presiden yang berdampak pada terbatasnya pilihan bagi pemilih. Ini mengakibatkan polarisasi masyarakat yang berpotensi mengancam kebinekaan Indonesia," jelasnya.
Fathul menambahkan bahwa dengan penghapusan ambang batas pencalonan presiden, ruang demokrasi menjadi lebih terbuka.
"Namun, tetap diperlukan kerja keras untuk memastikan bahwa proses demokrasi berjalan secara sehat dan inklusif," katanya.
Di sisi lain, Ahmad Syarifudin, seorang akademisi, memberikan perspektif berbeda terkait putusan ini.
"Banyak orang bertepuk tangan keras atas penghapusan Presidential Threshold, tapi saya hanya bertepuk tangan pelan. Ini bukan berarti saya tidak setuju, tetapi ada kekhawatiran bahwa kemudahan pencalonan akan dimanfaatkan hanya untuk sekadar 'cek ombak' tanpa persiapan yang matang," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Ia juga menyoroti tantangan besar bagi calon independen jika terpilih.
"Mereka harus menghadapi parlemen yang mungkin memiliki agenda berbeda. Konsolidasi politik menjadi pekerjaan yang sangat berat," tambah Ahmad.
LDS berharap diskusi ini dapat menjadi langkah awal untuk memperkuat pengawasan publik terhadap implementasi putusan MK.
"Kami mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama memastikan bahwa perubahan ini benar-benar membawa manfaat bagi demokrasi di Indonesia," pungkasnya. (Cha)