Masjid Jami Al-Anwar, Saksi Bisu Meletusnya Gunung Krakatau

Konten Media Partner
6 Mei 2019 22:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Masjid Jami Al-Anwar tampak depan, Senin (6/5) | Foto : Dimas Prasetyo/Lampung Geh
zoom-in-whitePerbesar
Masjid Jami Al-Anwar tampak depan, Senin (6/5) | Foto : Dimas Prasetyo/Lampung Geh
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Bandar Lampung - Masjid Jami Al-Anwar yang merupakan masjid tertua di Lampung ini masih berdiri kokoh walaupun sempat diterjang tsunami akibat meletusnya Gunung Krakatau pada tahun 1883 lalu.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Takmir Pengurus Jami Al-Anwar, Ahmad Efendi atau yang biasa disapa akrab Ujang ini menjelaskan secara detail sejarah berdirinya masjid tertua di Lampung ini.
"Awalnya sejak 1839 pada jaman kolonial Belanda, di sini ada pelabuhan besar tempat orang berbisnis. Jaman itu tidak aman karena banyak gangguan perompak. Pada waktu itu datanglah 4 orang bugis dari Bone, Sulawesi Selatan yang bernama Muhammad Ali, Ismail, Sulaiman dan Sawiji," tuturnya kepada Lampung Geh, Senin (6/5).
Masjid Jami Al-Anwar tampak dari jalan utama, Senin (6/5) | Foto : Dimas Prasetyo/Lampung Geh
Pada masanya, Muhammad Ali terkenal sebagai sosok pemberani, sedangkan ketiga rekannya merupakan para ahli Agama Islam. Tujuannya keempat orang tersebut datang ke Lampung, ingin memerangi para perompak dengan persuasif atau tanpa kekerasan dan untuk mengajarkan ilmu agama.
ADVERTISEMENT
"Kemudian dia meminta sama Belanda untuk membangun mushola/surau kecil disini. Dibuatlah dari bambu dan atap rumbia (jerami), tanah inilah yang diizinkan Belanda untuk buat surau," terang pria berkacamata ini.
Setelah selesai dibangun, surau itu diberi nama An-Nur. Namun pada tahun 1970 mengalami perubahan nama menjadi Masjid Jami Al-Anwar.
"Sebetulnya arti kedua nama itu sama saja, An-Nur artinya cahaya. Kalau Al-Anwar artinya bercahaya, itu lebih dalam pengartiannya," ujarnya.
Sejak saat itu, setiap malam surau itu selalu diisi dengan berbagai kegiatan seperti mengaji dan belajar ilmu keagamaan. Berjalannya waktu, pada tahun 1883 meletus Gunung Krakatau.
"Itu membuat hancurnya surau ini dan banyak penduduk yang meninggal. Pada waktu itu ada yang selamat dari meletusnya Krakatau itu namanya Ismailu atau Haji Abdul Ghofar penyebutan nama itu setelah dia pergi ke Mekkah," jelas dia.
ADVERTISEMENT
Ujang sendiri merupakan keturuanan asli pada generasi keempat dari Ismailu. Pada masa itu, Ismailu memiliki jabatan sebagai lurah. Ismailu berinisiatif untuk mengajak seluruh masyarakat di lingkungannya untuk membangun Masjid ini.
"Itu dari berbagai suku, ada orang Sunda, Palembang, Lampung, Jawa dan berkumpul untuk membangun masjid ini," katanya.
Suasana di dalam masjid ketika jama'ah tengah salat pada Masjid Jami Al-Anwar, Senin (6/5) | Foto : Dimas Prasetyo/Lampung Geh
Pada masa pembangunan, ada 6 tiang utama yang menjadi penopang atap masjid. Keenam tiang ini dimaksudkan sebagai rukun iman. "Tiang ini tadinya kayu, karena perbaikan lalu dibungkus dengan semen," ujarnya.
Selain itu, pada tahun 1883 juga masjid ini membuat sebuah sumur tua yang hingga saat ini walaupun kemarau panjang airnya tidak pernah mengalami kekeringan.
Sebelumnya, Belanda pernah memberikan sebuah rantai emas dan pedang kepada keempat orang bugis tersebut. Namun, hingga saat ini Ujang belum mengetahui keberadaan benda peninggalan itu.
ADVERTISEMENT
"Tapi sekarang yang masih ada ini adalah meriam yang ada di depan. Kegunaan meriam itu, kalau buka puasa pas magrib dihidupkan dan suaranya terdengar sampai radius 3 kilometer. Yang menandakan itu buka puasa. Memang sudah kebiasaan jaman itu," bebernya.
Peninggalan sejarah 2 meriam di Masjid Jami Al-Anwar, Senin (6/5) | Foto : Dimas Prasetyo/Lampung Geh
Setelah mengalami proses perbaikan dan perluasan, Masjid ini bisa menampung hingga 1.500 jama'ah. "Dalam satu shaf-nya itu 60 orang. Ke belakang bisa lebih dari 15 shaf, kemarin waktu tarawih ada sekitar 700 orang yang tarawih disini," ungkap dia.
Kegiatan rutinitas di masjid ini juga diisi dengan kegiatan pengajian pada hari Selasa dan Sabtu. "Kalau mau puasa itu ada munggahan (penyebutan warga sekitar saat berkumpul menjelang puasa). Kalau sifatnya agama di sini selalu ada, tidak pernah libur," urai dia.
ADVERTISEMENT
Pada bulan Ramadan saat ini, Masjid itu juga diisi kegiatan buka bersama dengan para jama'ah. "Kita lihat donaturnya juga, kalau ada yg mau nyumbang takjil silahkan dan akan kita salurkan," ucap dia.
Untuk diketahui, Masjid Jami Al-Anwar berlokasi di Jalan Laksamana Malahayati No. 100, Kelurahan Kangkung, Kecamatan Teluk Betung Selatan, Kota Bandar Lampung.(*)
---
Laporan reporter Lampung Geh Obbie Fernando
Editor : M Adita Putra