Konten Media Partner

Mengintip Eksistensi Komunitas Analog Lampung di Jaman Serba Instan

3 Maret 2019 8:57 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ragam jenis kamera analog miling anggota komunitas yang masih eksis hingga saat ini | foto: Dokumen Analog Lampung
Lampung Geh, Bandar Lampung - Analog Lampung, merupakan sebuah komunitas yang digagas oleh sekelompok pemuda, dengan maksud dan tujuan untuk memberi wadah bagi pehobi dan pecinta kamera analog khususnya yang ada di daerah Lampung.
ADVERTISEMENT
Di temui di Lab Develope Film Mossgrain di daerah Kedamaian, Kota Bandar Lampung Sabtu sore (2/3), Zulian, Ivan dan Maironi sebagai anggota Analog Lampung, berbagi cerita kepada Reporter Lampung Geh seputar dunia kamera analog di jaman digitalisasi dewasa ini.
Eksis sejak pertengahan tahun 2015, saat ini Analog Lampung memiliki anggota hingga 39 orang dengan latar belakang yang berbeda-beda. Mulai dari siswa baik SMP maupun SMA, mahasiswa, pengusaha hingga pekerja kantoran.
Zulian, salah satu anggota yang menggagas komunitas Analog Lampung mengungkapkan bahwa tidak ada sistem struktur organisasi yang kaku di dalam komunitasnya. Mengalir saja.
"Pada dasarnya, kami ini ingin mewadahi dan menjalin silaturahmi antar sesama pehobi kamera analog. Saling diskusi dan berbagi informasi, misalnya seputar tempat membeli rol kamera hingga permasalahan yang dihadapi saat menggunakan alat."
ADVERTISEMENT
Ia sendiri mengaku kepincut pada kamera antik ini lantaran menemukan tustel milik orang tuanya. Melihat kondisinya yang masih baik, ia lantas merasa penasaran perihal fungsi. Namun saat itu ia terbentur pada kendala sulitnya mencari rol film untuk tustelnya.
Kala itu, kamera digital sedang gencar-gencarnya mengembangkan kecanggihan teknologi. Dan konsumen benar-benar telah meninggalkan dunia analog yang dinilai sudah ketinggalan jaman dan kuno.
Ketika akhirnya ia bertemu dengan teman yang masih memiliki stok rol, ia merasa amat puas karena kamera analog warisan orang tuanya masih berfungsi dengan baik, ditambah bonus teman yang juga menggandrungi minat serupa dan terbentuklah Analog Lampung.
Seiring berjalannya waktu, mereka tergerak untuk membuka booth di expo kampus, tepatnya Fakultas Ekonomi, Unila. Tanpa disangka-sangka hasil cetakan foto-foto bergaya jadul beserta perangkat motret yang mereka pamerkan di event itu cukup menyita publik dan Analog Lampung semakin dikenal luas.
ADVERTISEMENT
Dalam perjalanannya, Komunitas Analog Lampung yang sempat stagnan dengan anggota yang itu-itu saja. Namun dewasa ini, seiring beberapa nama artis seperti Joshua, Vincent dan Tompi, turut memopulerkan jenis kamera ini, para pehobi analog khususnya di Lampung, kembali muncul ke permukaan.
Bahkan memunculkan nama-nama baru termasuk dari kalangan milenial setingkat anak SMP, yang idealnya belum lahir ketika generasi kamera ini mencapai puncak peradabannya dulu.
Anggota Komunitas Analog Lampung | foto: Dokumen Analog Lampung
Bagi ketiganya, menyukai hasil bidikan kamera analog tidak melulu tentang estetika efek klasik alami yang dihasilkan semata, tapi juga pada nilai-nilai kehidupan yang yang secara tidak langsung tersirat di dalamnya.
Bagainya menjaga sikap dan sopan santun kepada orang lain saat sedang hunting, berinteraksi kepada orang yang akan menjadi fokus bidikannya agar tidak merasa risih dan terganggu menjadi kunci. Karena kesan yang timbul di muka publik tentu akan berbeda kepada fotografer yang menggunakan kamera HP, digital maupun kamera analog.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, hasil jepretan kamera analog yang tidak dapat dilihat langsung, secara tersirat mengajarkan nilai-nilai seperti keyakinan saat hendak membidik, ketekukan untuk mempelajari dengan serius teknik dasar memotret agar hasilnya maksimal, hingga kesabaran saat menanti hasil bidikan.
"Sensasi deg-degan saat menunggu hasil foto itu sih yang bikin ketagihan untuk terus dan terus menggunakan, dan ketika hasilnya memuaskan bahkan di atas ekspektasi merupakan kepuasan tersendiri," tutur Maironi.
Bahkan laki-laki itu yakin membuka studio cetak foto yang sempat mati di pasaran Lampung, jasa service analog hingga menjual barang-barang keperluan fotografi analog sejak pertengahan 2018 untuk memenuhi permintaan teman-temannya.
Jika pada masanya tren kamera analog dengan dicuci dan dicetak untuk disimpan pada album foto, maka era milenial ini hasil bidikan dicuci dan di-scan untuk kemudian diunggah ke sosial media.
ADVERTISEMENT
Dalam kegiatannya, Komunitas Analog Lampung juga rutin mengadakan ruang diskusi untuk anggotanya setiap minggu. Selain itu mereka juga acap kali berkumpul untuk sama-sama melakukan hunting.
Di luar kegiatan rutin, Analog Lampung juga acap kali diundang untuk mengisis diskusi seperti di ekskul fotografi sekolah. Karena pada dasarnya fotografi baik kamera analog, kamera digital hingga kamera ponsel memiliki teknik yang sama. Hanya saja sematan teknologinya yang berbeda.
Ivan menambahkan, bahwa kegiatan diskusi seputar teknik memotret hingga kendala-kendala yang anggotanya hadapi lebih sering diadakan ketimbang turun ke lapangan untuk hunting foto.
"Karena hasil bidikan ini tidak bisa langsung dilihat, tentu kita harus memaksimalkan kemampuan dan tekun mempelajari teknik-tekniknya. Kan sayang kalau sudah susah-payah dicetak dan menghabiskan biaya tapi hasilnya tidak bagus," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Ke depan, mereka berencana untuk membuka sebuah kedai semi galeri yang tidak hanya menyediakan jasa cuci foto semata, tetapi memajang pula karya-karya fotografi milik teman-teman Analog Lampung. Saat disambangi Lampung Geh, konsep kedai itu bahkan sudah masuk ke tahap persiapan.
Hal yang sekelompok pemuda ini sepakati adalah seni melukis dengan cahaya, apapun perangkat yang digunakan selalu identik dengan rasa bangga dan keren, dari masa sebelum kejayaan analog hingga digitalisasi seperti sekarang ini. (*)
--
Laporan reporter Lampung Geh Latifah Desti Lustikasari
Editor : M Adita Putra