Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
OPSI Dorong Pemerintah Libatkan Komunitas dalam Penanganan HIV/AIDS
21 November 2024 14:25 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Lampung Geh, Bandar Lampung — Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI) mengusulkan agar pemerintah melibatkan komunitas dan organisasi non-pemerintah (NGO) secara lebih aktif dalam penanganan HIV/AIDS, terutama melalui skema pendanaan berbasis swakelola.
Hal ini menjadi penting mengingat dukungan dana dari The Global Fund, yang selama ini menjadi sumber utama pembiayaan, diperkirakan akan berakhir pada tahun 2026.
Technical Officer Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI) Bandar Lampung, Jepri Junaidi atau yang biasa di panggil (jeje) menjelaskan bahwa komunitas telah lama berperan sebagai garda terdepan dalam advokasi dan pendampingan orang dengan HIV (ODHIV) maupun orang terdampak AIDS (ODA).
Namun, keterbatasan pendanaan, yang sebagian besar berasal dari donor internasional, mengancam keberlanjutan upaya tersebut.
“Kami mengajak pemerintah daerah untuk memasukkan anggaran khusus penanggulangan HIV/AIDS ke dalam APBD, sehingga bisa menciptakan sistem yang lebih berkelanjutan tanpa harus bergantung pada donor luar negeri,” ujar Jeje pada Press Conference local Media For ensuring Implementation Social, pada Rabu (20/11).
Selama ini, anggaran pemerintah untuk HIV/AIDS masih tergabung dalam pos anggaran penyakit menular. Menurut Jeje, hal ini membuat alokasi untuk HIV/AIDS menjadi tidak memadai.
“Pemerintah perlu membuat anggaran terpisah untuk HIV/AIDS agar penanganannya lebih terfokus dan efektif,” tegasnya.
Selain pendanaan, OPSI juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan komunitas dalam berbagai aspek penanganan, seperti pemetaan populasi kunci, penyediaan pendampingan sosial, hingga edukasi untuk mengurangi stigma negatif terhadap ODHIV dan ODA.
Ia menilai komunitas memiliki keahlian khusus dalam menangani isu ini, sementara pemerintah seringkali terkendala keterbatasan sumber daya manusia dan pengetahuan teknis.
“Langsung terjun ke lapangan tanpa melibatkan komunitas akan sulit bagi pemerintah. Pendekatan komunitas lebih tepat karena mereka memiliki pemahaman mendalam tentang kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh ODHIV dan ODA,” jelasnya.
Jeje menambahkan, kolaborasi semacam ini tidak hanya akan meningkatkan kualitas layanan bagi ODHIV, tetapi juga membantu pemerintah mengatasi potensi hambatan, terutama setelah berkurangnya dukungan pendanaan dari pihak internasional.
OPSI berharap langkah ini dapat segera diimplementasikan untuk menjaga keberlanjutan upaya penanggulangan HIV/AIDS di Lampung. (Cha)
ADVERTISEMENT