Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Pemprov Lampung Desak Pusat Tetapkan Standar Nasional Harga dan Mutu Singkong
30 April 2025 21:24 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Bandar Lampung – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung bersama Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung mendesak pemerintah pusat untuk segera menetapkan regulasi nasional terkait harga dan mutu singkong.
ADVERTISEMENT
Ketua Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung, Mikdar Ilyas menyatakan, terdapat dua hal mendasar yang tidak dapat diselesaikan di tingkat daerah, yaitu standar kadar aci dan sistem potongan.
Menurutnya, tanpa intervensi pemerintah pusat, ketimpangan antara petani dan pabrik tidak akan menemui titik temu.
“Di lapangan, ada dua persoalan yang tidak bisa Lampung selesaikan karena ini ranah Kementerian. Kalau dua masalah ini tidak diselesaikan oleh Kementerian, maka antara pabrik dan petani tidak bakal ketemu,” ujar Mikdar saat mengikuti rapat terbatas secara virtual dengan kementerian terkait, pada Selasa (29/4).
Dalam rapat tersebut di hadir perwakilan dari Kemenko Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Bappenas, serta Badan Pangan Nasional.
Mikdar menjelaskan, sebelumnya petani dan pelaku industri sepakat menetapkan harga singkong sebesar Rp1.350 per kilogram dengan potongan maksimal 15%.
ADVERTISEMENT
Namun sejak awal April 2025, harga turun drastis menjadi Rp1.100 per kilogram dengan potongan mencapai 30% hingga 38%. Hal ini menyebabkan petani hanya menerima Rp400–Rp500 per kilogram, yang bahkan tidak menutupi biaya produksi.
“Petani menghendaki harga Rp1.350 dengan potongan 15% dan kadar aci 20%, sementara pabrik meminta kadar aci 24% dengan harga dan potongan yang sama. Tanpa ketetapan dari pemerintah pusat, tidak akan ada titik temu,” tegas Mikdar.
Ia juga mengingatkan, Lampung menyumbang sekitar 70% dari produksi tapioka nasional, namun saat ini produsen di Lampung tidak mampu bersaing dengan provinsi lain seperti Sumatera Utara, Bangka Belitung, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
“Kalau tidak ada regulasi nasional, pabrik-pabrik di Lampung lebih baik tutup. Tapi jika harga dan standar ditentukan oleh pemerintah pusat, pabrik akan mengikuti,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Pemprov Lampung berharap keputusan terkait regulasi harga dan mutu singkong dapat diterbitkan dalam waktu dekat.
Mikdar juga menegaskan, masyarakat Lampung sangat bergantung pada komoditas singkong untuk kelangsungan hidup.
“Kami memohon kepada semua kementerian terkait agar tidak menganggap sepele persoalan ini. Harapan saya sebagai Ketua Pansus dan petani Lampung, harga kesepakatan dapat dijalankan dan berlaku secara nasional,” kata Mikdar.
Sebelumnya, Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal telah menggelar rapat koordinasi dengan seluruh Bupati dan Wali Kota Se-Lampung, salah satu hal yang menjadi pembahasan yaitu hilirisasi komoditas strategis seperti Singkong, pada Rabu (16/4).
“Kami telah menggelar pertemuan dengan seluruh bupati dan wali kota di Gedung Pusiban. Salah satu isu utama adalah penguatan hilirisasi komoditas strategis seperti singkong,” ujar Gubernur Mirza.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, hilirisasi produk singkong tidak hanya untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah, tetapi juga sebagai solusi jangka panjang untuk menstabilkan harga hasil pertanian.
“Kami konsen melakukan hilirisasi di tingkat desa untuk menyerap tenaga kerja dan meningkatkan nilai tambah produk. Ini juga bagian dari mendukung Asta Cita Pemerintah Pusat, khususnya butir kelima: hilirisasi dan industri berbasis sumber daya alam,” jelasnya.
Mirza menambahkan, bahwa singkong Lampung tidak harus berhenti pada industri tapioka, namun dapat dikembangkan menjadi bahan baku bioenergi sebagai bagian dari kemandirian energi nasional.
Data menunjukkan Lampung masih menjadi produsen ubi kayu terbesar di Indonesia, dengan kontribusi 39% dari total produksi nasional.
Produksi mencapai 6,71 juta ton dengan wilayah Lampung Tengah sebagai daerah penyumbang terbesar melalui luas panen 77.038 hektare. (Cha/Put)
ADVERTISEMENT