Konten Media Partner

Petani di Kota Baru Dilaporkan Balik atas Dugaan Pengrusakan Traktor

21 Maret 2024 19:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Polda Lampung | Foto : Sinta Yuliana / Lampung Geh
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Polda Lampung | Foto : Sinta Yuliana / Lampung Geh
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Bandar Lampung - Petani di Kota Baru dilaporkan balik atas dugaan pengrusakan traktor, pada Rabu (20/3). Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) LBH Bandar Lampung, Sumaindra Jarwadi S.H. membenarkan adanya laporan tersebut saat dihubungi Lampung Geh.
ADVERTISEMENT
"Iya ada laporan balik bang," kata Sumaindra, Kamis (21/3/2024).
Padahal, sebelumnya LBH Bandar Lampung bersama Petani Kota Baru melaporkan Pemerintahan Provinsi Lampung ke Polda Lampung atas dugaan tindak pidana pengerusakan secara bersama-sama, pada Rabu (20/3).
Usai dilaporkan oleh para petani di Kotabaru terkait penggusuran lahan tanaman miliknya, kini Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung melakukan pelaporan balik kepada para petani tersebut, pada Rabu (20/3).
Diduga Pemerintah Provinsi Lampung mencoba untuk melakukan tindak kriminalisasi Petani Kota Baru melalui pemilik bajak dengan Laporan Polisi Nomor 121/B/III/2024/SPKT/POLDA Lampung atas nama Soleha sebagai pelapor yang merupakan pemilik bajak yang disewa serta bajaknya digunakan untuk menggusur tanaman warga.
Menurutnya, kriminalisasi yang dilakukan pemprov Lampung sebagai bentuk upaya pemprov untuk melemahkan gerakan rakyat yang hari ini sedang memperjuangkan garapan di kota baru.
ADVERTISEMENT
"Kriminalisasi petani kota baru adalah imbas perlawanan yang dilakukan masyarakat untuk mempertahankan hak asasinya yaitu tanam tumbuh di garapan sebagai ruang hidup dan penghidupan para petani yang digusur sewenang-wenang oleh Pemprov Lampung," ungkapnya.
Menurutnya, Pemerintah Provinsi Lampung dianggap mengkriminalisasi petani Kota Baru melalui pemilik bajak atau traktor dengan Laporan Polisi Nomor 121/B/III/2024/SPKT/POLDA Lampung atas nama Soleha sebagai pelapor. Soleha merupakan pemilik bajak yang disewa serta bajaknya digunakan untuk menggusur tanaman warga.
Sumaindra menilai, kriminalisasi yang dilakukan pemprov Lampung sebagai bentuk upaya pemprov untuk melemahkan gerakan rakyat yang sedang memperjuangkan garapan di Kota Baru, Lampung Selatan. Ia menambahkan, kriminalisasi petani kota baru adalah imbas perlawanan yang dilakukan masyarakat untuk mempertahankan hak asasinya yaitu tanam tumbuh di garapan sebagai ruang hidup dan penghidupan para petani yang digusur sewenang-wenang oleh Pemprov Lampung.
ADVERTISEMENT
“Petani kota baru dituduhkan melakukan pengrusakan kepada traktor yang digunakan untuk menggusur tanam tumbuh mereka faktanya mereka mempertahankan tanam tumbuh yang sedang di rusak secara bersama-sama oleh pemprov yang dikawal oleh preman-preman,” tambahnya.
Diduga penggusuran yang dilakukan pemprov kepada salah seorang petani kota baru Sdr. Tini yang menjadi korban penggusuran tanam tumbuh dilahan kota baru, karena Sdr. Tini merupakan aktor yang paling aktif dan vokal dalam memperjuangkan lahan garapan bersama-sama masyarakat khususnya di Desa Sindang Anom.
Hal tersebut diperkuat oleh perwakilan BPKAD Pemprov Lampung yang menyampaikan itu ketika ditanya oleh kepala SPKT POLDA Lampung saat hadir pada pemeriksaan TKP pasca laporan petani kota baru diterima 20 Maret 2024 lalu.
Sumaindra menilai, penggusuran, perampasan, intimidasi dan kriminalisasi membuktikan secara gamblang bahwa saat ini pemerintah tidak lagi berpihak kepada kepentingan rakyat khususnya petani. Pemerintah provinsi lampung justru menjadi aktor pemiskinan rakyat, dan tidak menjalankan amanat konstitusi soal Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Dengan dalih menjalankan tugas sesuai dengan kebijakan yang menggusur, pemerintah tidak mempertimbangkan hak-hak rakyat.
ADVERTISEMENT