Konten Media Partner

Program Rumah Tidak Layak Huni Lampung Utara Anggaran Rp3,6 M Diduga Dikorupsi

6 Januari 2023 12:46 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi Lampung, Hutamrin. | Foto : Galih Prihantoro/ Lampung Geh
zoom-in-whitePerbesar
Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi Lampung, Hutamrin. | Foto : Galih Prihantoro/ Lampung Geh
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Pringsewu - Kasus dugaan korupsi pada program perencanaan rumah tidak layak huni (RTLH) di Kabupaten Lampung Utara dengan nilai anggaran sebesar Rp 3,6 miliar, terbongkar setelah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung melakukan penyelidikan.
ADVERTISEMENT
Bahkan, Kejati Lampung kini telah meningkatkan perkara ini dari penyelidikan ke tingkat penyidikan, berdasarkan surat perintah penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung Nomor : Print-06/L.8/Fd.1/11/2022.
Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung, Hutamrin mengatakan, kasus dugaan korupsi pada program perencanaan rumah tidak layak huni (RTLH) di Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Lampung Utara terjadi pada tahun anggaran 2018-2020.
"Modusnya dengan cara menyusun program kegiatan perencanaan yang tidak diikuti dengan kegiatan fisik dan melakukan kegiatan perencanaan yang fiktif sehingga tidak mempunyai nilai manfaat," kata Hutamrin, Jumat (6/1).
Ilustrasi korupsi. | Foto: Indra Fauzi/kumparan
Adapun besaran anggaran kegiatan perencanaan yang fiktif itu yakni sebesar Rp 1,45 miliar pada tahun 2018, Rp 1,2 miliar pada tahun 2019, dan Rp 960 juta pada tahun 2020, sehingga totalnya mencapai sebesar Rp 3,6 miliar.
ADVERTISEMENT
Hutamrin menjelaskan, bahwa berdasarkan hasil penyelidikan yang diperoleh pada Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Lampung Utara,
kegiatan perencanaan rumah tidak layak huni (RTLH) yang fiktif tersebut dilakukan dengan cara menyusun program di awal kegiatan perencanaan dan mengusulkan anggaran di bawah Rp 100 juta.
"Hal itu agar dapat dilakukan pengadaan langsung, kemudian pihak dinas membentuk tim untuk mencari dan meminjam perusahaan jasa konsultasi untuk dipilih langsung sebagai penyedia dalam kegiatan perencanaan rumah tidak layak huni (RTLH)," ungkapnya.
Dia melanjutkan, setelah itu pihak dinas membuat sendiri hasil pekerjaan kegiatan perencanaan rumah tidak layak huni (RTLH) yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, dibuat seolah-olah penyedia yang melaksanakan kegiatan perencanaan.
"Adanya kegiatan perencanaan fiktif rumah tidak layak huni (RTLH) yang tidak diikuti dengan kegiatan fisik maka program kegiatan perencanaan tersebut tidak memiliki nilai manfaat," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Saat ini belum ada penetapan tersangka dalam kasus ini, pihak Kejaksaan Tinggi Lampung masih terus melakukan penyidikan dan akan memeriksa sejumlah saksi. (*)