Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.0
Konten Media Partner
Refleksi 25 Tahun Damar: 31 Kasus Kekerasan Ditangani Sepanjang 2024
11 Februari 2025 21:56 WIB
·
waktu baca 3 menit![Staf Penanganan Kasus Perkumpulan DAMAR, Meda Fatmayanti | Foto : Eka Febriani / Lampung Geh](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01jktj466g2c96kkb1cvzct16q.jpg)
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Bandar Lampung – Memperingati 25 tahun perjuangannya dalam pendampingan perempuan dan anak korban kekerasan, Perkumpulan DAMAR menggelar refleksi dan catatan tahunan (CATAHU) 2024, pada Senin (10/2) malam.
ADVERTISEMENT
Dalam refleksi ini, DAMAR menyoroti masih tingginya angka kekerasan seksual terhadap anak, khususnya di lingkungan pendidikan.
Menurut Staf Penanganan Kasus Perkumpulan DAMAR, Meda Fatmayanti, sepanjang tahun 2024 pihaknya mendampingi 31 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, baik secara litigasi maupun non-litigasi.
Dari jumlah tersebut, lebih dari 50% merupakan kasus kekerasan seksual terhadap anak, dengan pelaku yang sebagian besar berasal dari lingkungan terdekat korban.
"Kasus kekerasan terhadap anak baik di ranah publik maupun privat masih sangat tinggi. Dari 31 kasus yang kami dampingi, lebih dari separuhnya adalah kekerasan seksual terhadap anak. Mirisnya, ada beberapa kasus yang terjadi di lingkungan pendidikan, baik formal maupun non-formal, termasuk di tempat pendidikan keagamaan," ujar Meda.
ADVERTISEMENT
DAMAR juga mencatat bahwa banyak korban yang enggan melaporkan kasusnya ke pihak berwenang karena rasa malu dan tekanan sosial.
Dari kasus-kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang mereka tangani, empat korban memilih hanya mendapatkan konseling tanpa melanjutkan proses hukum.
Selain itu, DAMAR menyoroti bahwa korban kekerasan seksual di lingkungan pendidikan sering kali mengalami dampak ganda.
Alih-alih mendapatkan perlindungan, mereka justru diminta pindah sekolah oleh pihak sekolah guna menghindari citra buruk institusi pendidikan tersebut.
"Kami melihat ada kecenderungan pihak sekolah tidak ingin mendapat imbas dari kasus kekerasan yang menimpa siswanya. Akibatnya, justru korban yang semakin terpinggirkan, kehilangan hak pendidikannya, dan tidak mendapatkan keadilan," lanjutnya.
Dalam refleksi ini, DAMAR juga menyoroti tantangan dalam penegakan hukum bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
ADVERTISEMENT
Meskipun regulasi seperti Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah diterapkan, DAMAR menilai masih ada celah yang memungkinkan pelaku menghindari hukuman berat.
"Kami masih menemukan adanya upaya mediasi yang dilakukan oleh oknum aparat penegak hukum dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak. Padahal, sesuai regulasi yang ada, kasus-kasus ini seharusnya tidak dapat diselesaikan melalui perdamaian," tegas Meda.
DAMAR juga menyoroti implementasi restitusi bagi korban kekerasan seksual yang hingga saat ini masih minim.
Dalam banyak kasus, hak-hak korban untuk mendapatkan kompensasi dari pelaku hanya sebatas teori tanpa realisasi di lapangan, terutama bagi korban yang berasal dari keluarga kurang mampu atau tidak memahami hak-haknya.
Melalui refleksi ini, Perkumpulan DAMAR menyerukan perlunya perbaikan dalam sistem penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak, terutama di lingkungan pendidikan.
ADVERTISEMENT
Ia juga menegaskan pentingnya peningkatan perspektif aparat penegak hukum agar keadilan bagi korban dapat benar-benar ditegakkan.
"Kami berharap tidak ada lagi korban yang kehilangan haknya, baik dalam pendidikan maupun dalam mendapatkan keadilan. Regulasi yang ada harus benar-benar ditegakkan tanpa celah yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku," pungkasnya. (Cha/Put)