Konten Media Partner

SBMI Dampingi Korban TPPO Lampung Timur Hadapi Gugatan Perdata Terduga Pelaku

22 Januari 2025 22:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
DPN dan DPC SBMI saat dampingi korban TPPO asal Lampung Timur hadapi sidang pertama gugatan perdata oleh terduga pelaku perdagangan orang. | Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
DPN dan DPC SBMI saat dampingi korban TPPO asal Lampung Timur hadapi sidang pertama gugatan perdata oleh terduga pelaku perdagangan orang. | Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Lampung Timur - Dewan Pimpinan Nasional (DPN) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mendampingi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) asal Lampung Timur dalam sidang pertama gugatan perdata oleh terduga pelaku perdagangan orang di Pengadilan Negeri Lampung Timur, Selasa (21/1).
ADVERTISEMENT
Sidang ini digelar atas gugatan yang diajukan terduga pelaku, Deni, Direktur LPK Momiji. Ia mengeklaim dirugikan oleh laporan korban TPPO dan mengacu pada Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Dalam gugatan tersebut, Deni menuntut ganti rugi sebesar Rp500 juta.
Ketua DPC SBMI Lampung Timur, Mujianto, menegaskan bahwa pendampingan ini merupakan bagian dari komitmen melindungi pekerja migran dari TPPO dan eksploitasi.
“Praktik TPPO yang melibatkan lembaga seperti LPK Momiji bukan hanya kejahatan, tetapi juga bagian dari sistem eksploitasi yang telah lama membelenggu pekerja migran Indonesia. Kami dari SBMI akan terus mendampingi korban dan tidak mundur dalam perjuangan melawan TPPO ini,” tegas Mujianto.
DPN dan DPC SBMI saat dampingi korban TPPO asal Lampung Timur hadapi sidang pertama gugatan perdata oleh terduga pelaku perdagangan orang. | Foto: Istimewa
Menurutnya, adanya gugatan perdata oleh terduga pelaku ini memberikan dampak yang buruk bagi para korban TPPO, karena dengan adanya gugatan ini, tindakan pelaporan yang dilakukan korban seolah dijadikan sebagai pelanggaran hukum.
ADVERTISEMENT
"Tindakan melaporkan dugaan TPPO merupakan hak warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas keadilan melalui proses hukum yang adil dan perlakuan yang sama di muka hukum," jelasnya.
"Dan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menyatakan bahwa, Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik," lanjutnya.
Sementara itu, kuasa hukum korban yang juga perwakilan SBMI, Matthew Michele Lenggu, berharap majelis hakim dapat memberikan putusan yang berpihak pada korban.
ADVERTISEMENT
"Seharusnya korban TPPO tidak digugat secara perdata. Kami berharap hakim memeriksa perkara ini dengan cermat dan memberikan putusan yang berperspektif korban,” ujar Matthew.
Sebelumnya, SBMI secara resmi melaporkan kasus TPPO yang melibatkan LPK Momiji ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Laporan ini diajukan setelah para korban menghadapi gugatan balik dari Deni, yang sebelumnya mereka laporkan.
Ketiga korban, berinisial I, H, dan AF, melaporkan LPK Momiji ke Polres Lampung Timur pada 18 Juli 2024 lalu, atas dugaan praktik TPPO dalam proses penempatan mereka bekerja di Jepang.
Laporan polisi dengan Nomor: LP/B/140/VII/2024/SPKT/Polres Lampung Timur/Polda Lampung mencatat dugaan tindak pidana tersebut. SBMI menegaskan akan terus berjuang untuk memastikan hak-hak para korban terlindungi. (Put/Dwk)
ADVERTISEMENT