Konten Media Partner

SBMI Laporkan Kasus Korban TPPO Asal Lampung Timur Penempatan Jepang ke LPSK

13 Januari 2025 19:56 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum SBMI, Hariyanto Suwarno bersama ketiga korban TPPO asal Lampung Timur, saat melaporkan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) | Foto: Dok. Ist
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum SBMI, Hariyanto Suwarno bersama ketiga korban TPPO asal Lampung Timur, saat melaporkan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) | Foto: Dok. Ist
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Jakarta - Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mengungkapkan bahwa mereka telah resmi melaporkan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan lembaga penempatan pekerja migran, LPK Momiji, ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
ADVERTISEMENT
Laporan ini diajukan setelah para korban TPPO asal Lampung Timur menghadapi gugatan balik dari pelaku, Deni, Direktur LPK Momiji, yang sebelumnya mereka laporkan.
Ketiga korban dengan inisial I, H, dan AF, pada 18 Juli 2024 melaporkan LPK Momiji ke Polres Lampung Timur atas dugaan praktik TPPO dalam proses penempatan mereka bekerja di Jepang.
Laporan polisi dengan Nomor: LP/B/140/V11/2024/SPKT/Polres Lampung Timur/Polda Lampung mencatat dugaan tindak pidana yang melibatkan lembaga tersebut.
Namun, hingga saat ini, pelaku utama, Deni, belum diproses secara hukum terkait dugaan TPPO. Sebaliknya, LPK Momiji malah menggugat balik ketiga korban dan SBMI sebagai pendamping korban.
Gugatan ini terdaftar di Pengadilan Negeri Lampung Timur dengan Nomor Perkara: 67/PDT.G/2024/PN.SDN, yang menuduh para korban melakukan perbuatan melawan hukum dan meminta ganti rugi sebesar Rp 500 juta.
ADVERTISEMENT
Gugatan tersebut mencakup Rp 150 juta untuk kerugian materiil dan Rp 350 juta untuk kerugian immateriil, serta permohonan sita jaminan atas para tergugat.
Ketua Umum SBMI, Hariyanto Suwarno menyampaikan, gugatan balik yang diajukan oleh LPK Momiji dinilai tidak sah dan dapat dikategorikan sebagai upaya intimidasi terhadap korban.
“Gugatan balik ini adalah bentuk intimidasi untuk melemahkan perjuangan korban mendapatkan keadilan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, korban TPPO tidak bisa dikriminalisasi dalam bentuk gugatan perdata maupun pidana,” ujar Hariyanto, pada Senin (13/1).
SBMI juga menyoroti dampak yang ditimbulkan oleh gugatan balik ini terhadap para korban, yang tidak hanya menghadapi tekanan emosional dan finansial, tetapi juga risiko terciptanya preseden buruk dalam perlindungan pekerja migran Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Indonesia darurat perdagangan orang dan penegakan hukum yang lemah telah menciptakan ketidakpastian perlindungan bagi korban. LPK Momiji tidak boleh merampas hak konstitusional korban,” tegas Hariyanto.
SBMI berharap melalui laporan ini, LPSK dapat memberikan perlindungan kepada para korban dan memastikan proses hukum yang adil serta perlindungan hak asasi manusia dalam kasus TPPO ini. (Cha/Put)