Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Studio Djajan Metro: Tempat Diskusi, Semangat Literasi, Juga Tempat untuk Pulang
21 November 2020 15:36 WIB
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Bandar Lampung - Studio Djajan Metro atau SDM, kedai ini menyimpan banyak keunikan, mulai dari suasana tempo dulu, hingga semangat literasi yang ingin ditularkan pemilik pada setiap pengunjung, Sabtu (21/11).
ADVERTISEMENT
Sebut saja Dwi Setiawan, pria yang necis dengan kaos oblong dan rambut gondrong ini merupakan penggagas Studio Djajan Metro, atau yang lebih familiar disebut dengan SDM. Persepsi awal tentang SDM adalah kedai kopi nyentrik kontemporer dengan segala pernak-pernik barang bekas yang usianya sudah puluhan tahun. Namun, setelah sedikit berbincang dengan Dwi Setiawan, SDM dan kedai kopi hanyalah kata pengantar saja. Ada semangat literasi yang ingin ditularkan Dwi melalui SDM.
Nama Djajan sendiri diambil untuk memberi kesan sederhana, bukan mewah seperti kafe-kafe atau kedai kopi kebanyakan. "Dengan konsep literasi, harapannya di sini mereka jajan ilmu juga, melalui sumber-sumber literasi buku yang kita sediakan. Terlebih Metro sebagai kota pendidikan, kita mau turut berpartisipasi juga," ujar pria asal Rumbia, Lampung Tengah tersebut.
"Melalaui SDM ini kita juga ingin turut serta mengurangi sampah plastik, dengan tidak menggunakan sedotan ataupun cup plastik," timpalnya.
ADVERTISEMENT
Sejak awal, SDM memang mengusung konsep literasi, walaupun konsekuensi yang akan dihadapi adalah sepi peminat, seperti halnya perpustakaan.
"Kita tahu konsekuensi kafe dengan konsep literasi bakalan sepi, seperti perpustakaan. Tapi di sini kita bertujuan menciptakan market kita sendiri, bukan mengikuti market. Jadi yang datang ke sini, mau tidak mau harus mengikuti rule SDM, yang bertahan sesuai dengan market yang kita ciptakan," ungkap Dwi.
Bertahan di tengah maraknya bisnis kafe modern, Dwi tetap optimis dengan SDM. Baginya, rejeki sudah ada yang mengatur, dan kondisi SDM yang ramai pengunjung justru membuatnya tidak nyaman. "Kalau rame malah aku nggak seneng, suasananya nggak dapet. Kalau orang yang datang ke sini nggak jelas, kalau datang ke sini untuk diskusi justru aku suka. Bahkan kalau mereka sudah mulai memegang tanaman di sini, apalagi sampai merusak, aku bisa badmood," tuturnya.
Dasar berdirinya SDM memang tidak lepas dari jiwa Dwi Setiawan yang konsen dengan dunia pergerakan, isu sosial dan lingkungan hidup. Baginya, SDM tidak hanya sekadar menularkan semangat kepedulian terhadap isu sosial saat ini, tapi juga kesadaran yang melahirkan tindakan sebagai solusinya.
ADVERTISEMENT
Usut punya usut, pria lulusan S1 Bahasa Inggris ini juga memiliki jiwa seni, khususnya seni rupa. Terlihat beberapa karyanya mulai dari lukisan hingga keramik terpajang di SDM. Dia mengatakan barang-barang unik tempo dulu didapatkannya dari pemberian orang, dan hingga sekarang tidak sedikit yang menjual kepadanya.
"Awal saya dapet dari pemberian orang, saya ambil saja. Tapi semakin ke sini, sudah mulai tahu ada harganya, ya kita beli tapi dengan harga yang masih wajar," terangnya.
Konsep literasi dan pergerakan juga nampak pada gambar beberapa tokoh di sudut-sudut SDM. Beberapa ikon aktivis dan penulis yang terpajang di SDM seperti Pramoedya Ananta Toer, Sapardi Djoko Damono, dan Wiji Thukul.
"Selama ini yang datang ke SDM itu karena ingin diskusi, jadi saya yang dicari. Bahkan beberapa orang, nanya dulu ada saya apa tidak, kalau mau ke sini. Saya sangat terbuka untuk hal ini, bagi siapa saja. Karena SDM ini bukan hanya tempat jajan, tempat diskusi, tapi juga rumah untuk pulang, dimana secangkir kopi mempertemukan aku dan kamu," tandasnya.
Jam operasional SDM mulai dari pukul 10.00 hingga pukul 22.00 WIB. Jenis minuman yang tersedia mulai dari kopi tubruk, aneka ice milk, teh tarik, aneka minuman soda, dan aneka jus buah segar. Untuk makanan ringan seperti singkong goreng, seblak, roti kukus, pisang bakar, hingga cireng. Dan makanan beratnya ada mie rebus dan goreng, ayam geprek, telor geprek, hingga nasi pecel. Harga yang dibanderol juga cukup terjangkau, mulai dari Rp 2.000 hingga Rp. 17.000. (*)
ADVERTISEMENT