Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten Media Partner
Talkshow “Indonesia Gelap” Mahasiswa UIN Soroti Krisis di Sektor Pendidikan
15 April 2025 20:45 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Bandar Lampung - Organisasasi Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIK) UIN Raden Intan Lampung menggelar Talkshow bertajuk “Indonesia Gelap dalam Bayang-Bayang New Orba, Bagaimana Sektor Pendidikan?” bagian dari rangkaian Culture Literary Festival & World Book Day 2025, pada Selasa (15/4).
ADVERTISEMENT
Acara ini menghadirkan lima narasumber dari berbagai latar belakang, ada Anggota DPRD Provinsi Lampung Fatikhatul Khoiriyah, Akademisi UIN Raden Intan Lampung Wahyu Iryana, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandar Lampung Dian Wahyu Kusuma, Aktivis PMII, Sapriyansah dan narasumber dari Universitas Andalas (daring), pengamat hukum tata negara Ferri Amsari.
Anggota DPRD Provinsi Lampung, Fatikhatul Khoiriyah dalam pemaparannya menegaskan bahwa kebebasan akademik dan ruang berekspresi mahasiswa merupakan indikator utama sehatnya sistem demokrasi.
Ia menyatakan, perjuangan di era digital tidak lagi hanya berbentuk demonstrasi fisik, melainkan juga ekspresi melalui media sosial.
“Sepanjang kita masih bisa bersuara dan berpendapat, saya pikir kita masih baik-baik saja. Bentuk perlawanan hari ini tidak hanya lewat aksi turun ke jalan, tapi juga dengan menyuarakan aspirasi lewat dunia digital seperti hashtag #IndonesiaGelap atau #KaburAjaDulu. Itu bentuk perjuangan di era digital yang harus dihargai,” ujar Khoir.
ADVERTISEMENT
Khoir juga menekankan, keberadaan organisasi mahasiswa adalah barometer utama apakah Indonesia mengalami kegelapan demokrasi.
“Saya baru akan mengatakan Indonesia gelap ketika di kampus sudah tidak ada organisasi mahasiswa yang aktif, tidak ada lagi mahasiswa yang berani pegang megaphone untuk menyuarakan aspirasi,” tegasnya.
Akademisi UIN Raden Intan Lampung, Wahyu Iryana memaparkan, salah satu tantangan terbesar dalam dunia pendidikan Indonesia saat ini adalah rendahnya budaya literasi yang berdampak langsung pada lemahnya daya kritis terhadap kebijakan publik.
“Kekuatan membaca menjadi kunci. Jika budaya membaca minim, maka nalar kritis kita terhadap kebijakan pemerintah juga akan lemah. Pendidikan harus menjadi ujung tombak dalam program pemerintah. Kalau pendidikan kuat, maka sektor lainnya pun akan mengikuti,” jelas Wahyu.
ADVERTISEMENT
Ia juga mengkritisi implementasi kebijakan anggaran pendidikan yang dinilainya belum sepenuhnya menyentuh akar persoalan pendidikan.
“Anggaran pendidikan memang 21 persen, tetapi pertanyaannya adalah seberapa besar yang benar-benar digunakan untuk penguatan karakteristik pendidikan. Ini perlu dikaji ulang secara mendalam,” lanjutnya.
Sementara itu, Ketua AJI Kota Bandar Lampung, Dian Wahyu Kusuma, mengingatkan pentingnya menjaga kebebasan pers dan peran mahasiswa dalam menciptakan jurnalis yang kritis dan independen.
Menurutnya, organisasi mahasiswa menjadi fondasi penting dalam membentuk keberanian dan logika berpikir seorang jurnalis.
“Sayang sekali jika mahasiswa tidak aktif berorganisasi. Bedanya mahasiswa dan pelajar adalah kemampuan berorganisasi. Itu akan terasa dampaknya ketika menjadi jurnalis yang punya nalar kritis dan keberanian,” ujarnya.
Dian juga menyinggung praktik teror terhadap jurnalis dan pembatasan ruang kritik yang mulai marak terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
“Kita ingat kasus kepala babi dan kepala tikus yang dikirim ke kantor redaksi Tempo. Itu bentuk teror. Jangan sampai sensor dan bredel media kembali seperti di masa Orba,” tegasnya.
Aktivis PMII, Sapriyansah menambahkan, organisasi mahasiswa menjadi ruang latihan paling efektif dalam membentuk karakter pemimpin masa depan.
Ia juga menyoroti, kondisi hari ini menunjukkan adanya upaya sistematis dalam mereduksi peran mahasiswa melalui regulasi dan pembatasan kebebasan.
“Kampus harus menjadi ruang aman dan demokratis bagi mahasiswa untuk belajar bersuara. Kalau itu dibungkam, maka generasi kita akan tumbuh dalam ketakutan, bukan keberanian,” pungkasnya. (Cha/Put)