Tim Mobil Hemat Energi Unila Juara Ke-9 Tingkat Asia dari 102 Peserta

Konten Media Partner
8 Mei 2019 21:03 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
26 mobil hemat energi dari berbagai negara di Asia saat berkompetisi di Shell Eco Marathon Asia 2019 yang berlokasi di Sirkuit Sepang International, Malaysia | Foto: Dok. Kukis Unila
zoom-in-whitePerbesar
26 mobil hemat energi dari berbagai negara di Asia saat berkompetisi di Shell Eco Marathon Asia 2019 yang berlokasi di Sirkuit Sepang International, Malaysia | Foto: Dok. Kukis Unila
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Bandar Lampung - Tim mobil hemat energi Universitas Lampung (Unila), Moran Team, berhasil menorehkan prestasi yang membanggakan di ajang lomba internasional, Shell Eco Marathon Asia 2019, yang berlangsung di Sirkuit Sepang International, Malaysia, 28 April-2 Mei 2019.
ADVERTISEMENT
Mobil Moran Team, yang mengikuti kelas Urban Concept dengan bahan bakar gasoline (bensin), mampu memperoleh hasil efisiensi bahan bakar sebesar 119 kilometer per liter dan menduduki peringkat ke-9 di Asia dari total 102 partisipan.
Martinus selaku dosen pembimbing mengatakan, Moran Team terbentuk sejak tahun 2015, yang bermula atas kesadaran para mahasiswa karena semakin mahal dan langkanya bahan bakar minyak.
Mobil hemat energi Moran Team Unila saat berkompetisi di Shell Eco Marathon Asia 2019 yang berlokasi di Sirkuit Sepang International, Malaysia | Foto: Dok. Kukis Unila
"Artinya harus ada solusi kendaraan yang hemat energi atau menggunakan energi terbaru. Sejak itu kita mulai merencanakan membuat berbagai prototipe kendaraan, termasuk di antaranya ada kendaraan listrik, diesel, dan gasoline," katanya saat ditemui Lampung Geh, Rabu (8/5).
Setelah membuat mobil hemat energi tersebut, selanjutnya mobil itu dibawa ke dalam perlombaan yang bernama Kontes Mobil Hemat Energi (KMHE) di tingkat nasional.
ADVERTISEMENT
"Dari situ kami sampai ke kompetisi Shell Eco Marathon Asia 2019 di Malaysia. Kita bawa prototipe urban gasoline, senilai Rp 30 jutaan. Pada dasarnya itu kompetisi hemat-hematan energi, jadi yang bertarung di situ negara-negara di Asia," jelas dia.
Dalam kompetisi itu, panitia menyediakan sirkuit dengan ketentuan setiap mobil yang berlomba mempunyai batas kecepatan minimal 30 kilometer per jam. Apabila kecepatan lebih rendah, tim akan didiskualifikasi.
"Kemudian dari standar lab ini kita menghabiskan berapa banyak bahan bakar lalu diestimasi. Tangki juga kita beli dari mereka, itu kapasitasnya cuman 100 mililiter, lalu diisi dengan gasoline dan dilihat habisnya berapa setelah kompetisi," ungkapnya.
Dengan jarak lintasan sekitar 10 kilometer, Moran Team hanya menghabiskan 85 mililiter gasoline. Artinya, hanya dengan 1 liter gasoline, mobil tersebut bisa menempuh jarak hingga 120 kilometer.
ADVERTISEMENT
"Mobil yang ikut kompetisi bersama kita ada 26 mobil, yang menarik adalah tidak semua mobil bisa ikut race. Sebab, sebelumnya ada technical inspection (TI) untuk memastikan kendaraan itu aman dan bisa jalan," terang dia.
Pada TI itu, setiap mobil dilakukan pengecekan secara detail, seperti keadaan fungsi rem, dimensi mobil, elektrikal, dan sebagainya.
Dosen pembimbing Moran Team, Martinus, M.Sc., saat ditemui Lampung Geh, Rabu (8/5) | Foto: Obbie Fernando/Lampung Geh.
Juara pertama diraih tim asal Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), sementara Unila mendapatkan juara ke-9. Kompetisi ini juga dibagi dalam beberapa kategori, yakni Proto ICE (Internal Combustion Engine), Proto Listrik, dan Proto Hidrogen, lalu Urban ICE, Urban Listrik, dan Urban Hidrogen.
ADVERTISEMENT
"Kita masuk ke kategori Urban ICE, jadi pesaing kita itu tidak hanya gasoline, tetapi ada diesel dan etanol. Ini basisnya adalah universitas, jadi setiap kampus bisa ngirim lebih dari satu kendaraan. Tapi yang pasti itu biayanya mahal," bebernya.
Setidaknya, ada beberapa perguruan tinggi asal Indonesia yang juga turut berpartisipasi, seperti Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Universitas Lampung, Universitas Brawijaya Malang, Universitas Diponegoro Semarang, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Sumatera Utara, Institute Teknologi Medan, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Politeknik Manufaktur Negeri Bandung, Universitas Bina Nusantara, Universitas Muhammadiyah Malang, dan Universitas Pembangunan Nasional 'Veteran' Jakarta.
Selaku dosen pembimbing, Martinus mengharapkan Moran Team bisa mendapatkan juara 1 pada ajang kompetisi selanjutnya.
ADVERTISEMENT
"Karena salah satu kendala kita itu dana riset pengembangan. Unila itu sangat tertinggal walaupun kita bisa mengkapitalisasi hasilnya," pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Moran Team, Rifqi Rahma Andrianto, mengatakan bahwa tim sempat mengalami beberapa kendala sebelum berangkat ke Negeri Jiran.
"Yang paling penting itu gimana caranya tim saya selamat sampai sana (Malaysia). Kedua, kita mengupayakan hasil yang terbaik. Kalau tim itu pasti ada yang bandel kita tegur aja baiknya, kita omongin karena kita berjuang di satu kompetisi," ucapnya.
Pada kompetisi kemarin, timnya menargetkan bisa masuk ke dalam 15 besar. Namun apa daya, Tuhan berkehendak lain, tetapi Moran Team masih bisa masuk ke dalam 10 besar di tingkat Asia.
Moran Team Unila saat berkompetisi di Shell Eco Marathon Asia 2019 yang berlokasi di Sirkuit Sepang International, Malaysia | Foto: Dok. Kukis Unila
"Alhamdulilah bener itu, kalau melihat dari pesaing kita itu luar biasa," urainya kepada Lampung Geh.
ADVERTISEMENT
Ia berharap kepada tim agar menumbuhkan kembali rasa memiliki lantaran Moran Team kini sudah masuk ke pesaing internasional.
"Semoga dari 9 besar itu mental kawan-kawan ini menjadi nambah buat target 3 besar. Untuk kampus ya lebih mudah lagi birokrasinya jangan terlalu dipersulit, berikan kami kontribusi berupa dana riset," harapnya.(*)
---
Laporan reporter Lampung Geh Obbie Fernando
Editor: M Adita Putra