Konten Media Partner

Walhi Lampung Soroti Dampak Sosial dan Lingkungan Pembangunan PLTMH di Pesibar

12 Desember 2024 14:03 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi publik dengan tema “Menuju Energi Baru Terbarukan yang Bersih dan Berkeadilan” yang di gelar oleh WALHI Lampung | Foto : Eka Febriani / Lampung Geh
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi publik dengan tema “Menuju Energi Baru Terbarukan yang Bersih dan Berkeadilan” yang di gelar oleh WALHI Lampung | Foto : Eka Febriani / Lampung Geh
ADVERTISEMENT
Lampung Geh, Bandar Lampung – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung menggelar diskusi publik bertajuk “Menuju Energi Baru Terbarukan yang Bersih dan Berkeadilan” di Boja Coffee, Bandar Lampung, pada Rabu (11/12).
ADVERTISEMENT
Diskusi ini membahas temuan kajian WALHI mengenai dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari pengembangan energi baru terbarukan, khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Way Melesom 2 di Kabupaten Pesisir Barat.
Direktur WALHI Lampung, Irfan Tri Musri, dalam pemaparannya menyebut bahwa implementasi energi baru terbarukan yang sering diklaim sebagai energi bersih dan minim dampak, pada kenyataannya menimbulkan berbagai masalah di lapangan.
“Dalam kajian kami, pembangunan PLTMH Way Melesom 2 di Desa Bambang dan Pagar Dalam Kecamatan Lemong berpotensi mengancam sumber air untuk irigasi pertanian masyarakat. Pola aliran air yang dirancang berada di bawah pintu irigasi sawah, sehingga debit air untuk pertanian berkurang ketika PLTMH beroperasi. Hal ini dapat berdampak pada produktivitas pertanian dan keberlanjutan ekonomi masyarakat setempat,” ujar Irfan.
Direktur WALHI Lampung, Irfan Tri Musri | Foto : Eka Febriani/ Lampung Geh
Irfan juga mengungkapkan adanya ketidaksesuaian antara dokumen perizinan yang dimiliki perusahaan dengan implementasi di lapangan.
ADVERTISEMENT
“Data yang kami temukan menunjukkan titik pembangunan saat ini berbeda dari yang tercantum dalam dokumen UKL-UPL dan izin lingkungan. Hal ini merupakan bentuk pelanggaran yang seharusnya mendapat sanksi administratif dari pemerintah,” tegasnya.
Diskusi ini juga menyoroti pendekatan pemerintah dalam pengembangan energi baru terbarukan yang dinilai hanya berfokus pada rendahnya emisi tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan secara menyeluruh.
“Energi baru terbarukan sering dianggap bersih jika emisinya lebih rendah dibanding energi fosil. Namun, pengabaian terhadap dampak lain, seperti perubahan ekosistem sungai, ancaman habitat, hingga konflik sumber daya air, adalah tantangan besar yang harus diatasi,” lanjut Irfan.
WALHI Lampung merekomendasikan agar setiap pengembangan proyek energi baru terbarukan didahului dengan kajian lingkungan yang mendalam, keterlibatan aktif masyarakat lokal, serta studi kelayakan terbaru yang mencakup seluruh potensi dampak.
ADVERTISEMENT
Selain itu, WALHI mendesak pemerintah untuk meningkatkan pengawasan dan menjatuhkan sanksi tegas jika ditemukan pelanggaran dalam proses pembangunan infrastruktur energi.
“Harapannya, transisi energi dapat benar-benar dilakukan secara bersih dan berkeadilan, dengan memperhatikan semua aspek, bukan hanya dari sisi teknis atau emisi,” pungkasnya.
Diskusi ini menjadi bagian dari upaya WALHI Lampung untuk mendorong transformasi energi yang tidak hanya berkelanjutan secara lingkungan, tetapi juga berkeadilan bagi masyarakat. (Cha/Ansa)