Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kamu Pernah Melakukan Self-Diagnosis? Berikut Cara Mengatasinya
13 Desember 2022 18:00 WIB
Tulisan dari Nuzila Rizqi Lana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
kamu melakukan self-diagnosis setelah mengalami suatu gejala gangguan jiwa tertentu?
ADVERTISEMENT
Informasi tentang kesehatan mental sudah sangat mudah kita dapatkan melalui internet. Sudah banyak informasi yang beredar, contohnya seperti konten edukasi tentang gejala-gejala dari gangguan kejiwaan. Karena informasi tersebut bisa dengan mudah didapatkan, cukup banyak yang sering mencari tahu tentang apa yang sedang mereka rasakan. Hasil pencarian tersebut dapat mempengaruhi seseorang, sehingga mereka mendiagnosis dirinya sendiri berdasarkan informasi yang mereka dapatkan. Fenomena atau kejadian tersebut biasa disebut dengan self diagnose. Sebelum mengetahui cara mengatasinya, kita perlu mengenal apa itu self-diagnosis terlebih dahulu.
Mengenal Self-Diagnosis
self-diagnosis merupakan keadaan ketika kita menyatakan bahwa diri kita sendiri sedang terkena suatu penyakit atau gangguan, biasanya berdasarkan informasi yang kita dapatkan sesuai dengan gejala atau keluhan yang dialami. Biasanya setiap orang yang merasa dirinya sakit atau mengalami gangguan, mereka pasti akan melakukan pengobatan. Self-diagnosis ini sangat berbahaya untuk kesehatan seseorang apabila salah dalam melakukan pengobatan. Alasan seseorang melakukan self-diagnosis yang paling sering kita dengar adalah rasa keingintahuan yang tinggi disertai dengan ketidaksabaran ingin mendapat jawaban dari apa yang sedang dirasakan. Apabila dilihat dari aspek positif, self-diagnosis sedikit membantu seseorang dalam mencari dukungan medis untuk kondisi tertentu yang mereka khawatirkan. Dengan melakukan self-diagnosis, dapat membantu proses berkomunikasi pada dokter dengan cara memberi tahu gejala apa saja yang sedang dirasakan.
ADVERTISEMENT
Menurut Psikolog Annisa Poedji Pratiwi, self-diagnosis adalah proses diagnosis terhadap diri sendiri yang mengidap sesuatu gangguan atau penyakit berdasarkan pengetahuan diri sendiri atau informasi yang didapatkan. Informasi tersebut bisa dengan mudah didapatkan. Misalnya dari internet, buku, atau pengalaman diri, dan keluarga. Biasanya seseorang sering menyocokkan apa yang mereka rasakan dengan informasi-informasi yang diperoleh dari sumber tersebut.
Misalnya, kamu mengalami gejala seperti sulit tidur, sulit berkonsentrasi, merasa sedih, lalu kamu langsung mendiagnosis bahwa kamu mengidap gangguan depresi berat. Padahal dengan adanya gejala tersebut belum cukup untuk seseorang bisa dikatakan terkena gangguan depresi berat. Masih banyak proses yang harus dilewati untuk seseorang bisa didiagnosis terkena gangguan depresi berat. Dengan gejala yang muncul tersebut, bisa saja disebabkan karena kamu terlalu banyak melakukan aktivitas sehingga kamu kelelahan.
ADVERTISEMENT
Mengatasi Kecenderungan Melakukan Self-Diagnosis
Menurut artikel IDNTimes yang ditulis oleh Ar Farhan yang berjudul Bisa Bahaya, 5 Cara Hindari Self-Diagnosis terkait Kesehatan Mental, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi kecenderungan self-diagnosis. Cara yang pertama adalah menghindari internet. Lebih baik untuk tidak melakukan pencarian atau mencari tahu informasi melalui internet jika kamu sudah mulai merasakan beberapa gejala gangguan mental. Jika ingin mencari informasi boleh saja, tetapi kamu harus bisa memilih sumbernya terlebih dahulu. Cara yang kedua adalah segera melakukan pemeriksaan ke ahli. Apabila dirasa sudah mengalami beberapa gejala yang membuat diri kita merasa terganggu, sebaiknya segera mencari pertolongan dari pakar atau ahlinya, yaitu psikolog atau psikiater. Langkah ini adalah langkah yang paling tepat dibandingkan harus mencari informasi melalui internet. Cara yang ketiga adalah menghindari atau mengurangi tes kesehatan mental secara daring. Sebenarnya kita boleh saja melakukan tes kesehatan mental tersebut, tetapi kita tidak boleh langsung percaya begitu saja pada hasilnya, karena hasil tersebut masih diragukan atau belum tentu benar. Kita juga dilarang untuk menjadikan seorang selebritas yang mengalami gangguan mental tertentu sebagai acuan.
ADVERTISEMENT
Kita pasti sering melihat cukup banyak orang atau selebritas yang berani dan membuat konten tentang masalah gangguan mental yang mereka alami atau mereka punya. Di balik keberanian mereka untuk membahas dan membuat konten tentang masalah gangguan mental yang mereka alami, sebenarnya memiliki tujuan yang baik yaitu untuk memotivasi orang yang mungkin mengalami hal yang sama pada mereka. Selain memberikan motivasi, merekapun memiliki tujuan untuk membuat konten tersebut menjadi konten edukasi. Beberapa orang yang menonton mungkin mengerti apa yang dimaksud dalam konten tersebut, tetapi ada beberapa orang yang justru tanpa disengaja menyalahgunakan konten tersebut dengan menyocokkan dirinya pada gejala-gejala yang disebutkan oleh pembuat konten. Setelah merasa bahwa gejala-gejala yang disebutkan oleh pembuat konten sama dengan dirinya, mereka akan menganggap bahwa dirinya mengalami masalah gangguan mental yang sama dengan apa yang dialami oleh pembuat konten tersebut.
ADVERTISEMENT
Self-diagnosis sangat berbahaya terhadap kesehatan apabila salah dalam melakukan pengobatan. Selain membahayakan kesehatan fisik, self diagnosis berbahaya untuk kesehatan mental karena dapat menyebabkan kecemasan yang berlebihan. Hal itu membuat kita harus menghindari self-diagnosis melalui cara-cara tersebut. Disarankan untuk meminta atau mencari pertolongan dengan ahlinya, bukan hanya dengan mencari informasi di internet. Kamu bisa menanyakan lebih detail tentang gejala yang kamu rasakan kepada ahlinya, dan kamu akan mendapatkan diagnosis yang tepat.