Kisah David Hidayat Hidupkan Semangat Konservasi di Pesisir Selatan

Konten Media Partner
22 Desember 2022 18:31 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
David Hidayat, pegiat konservasi dan pendiri Komunitas Anak Desa Sungai Pinang (Andespin) di Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Sumber: Arsip Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
David Hidayat, pegiat konservasi dan pendiri Komunitas Anak Desa Sungai Pinang (Andespin) di Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Sumber: Arsip Pribadi
ADVERTISEMENT
Usai menamatkan kuliah di salah satu universitas swasta di Kota Padang, David Hidayat mantap memutuskan kembali ke kampungnya di Sungai Pinang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Pria 35 tahun ini memilih jalur konservasi, agar laut, tempat ia tumbuh dan menopang hidup tetap lestari.
ADVERTISEMENT
“Saya juga anak nelayan, bapak saya seorang nelayan,” kata David, Rabu (21/12/2022).
Pendiri komunitas Anak Desa Sungai Pinang (Andespin) ini mengaku, motivasinya melestarikan kawasan pesisir pantai di Sungai Pinang telah muncul sejak 2008 ketika ia masih duduk sebagai mahasiswa Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan di Universitas Bung Hatta, Kota Padang.
“Dari kuliah sampai sekarang saya memilih mengembangkan potensi daerah atau kampung sendiri, jadi tamat kuliah langsung pulang kampung,” ujarnya.
Waktu itu, potensi hutan mangrove di Sungai Pinang belum dikelola ataupun dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar.
“Tahun 2014 saat itu kebanyakan masyarakat di sini belum tertarik dengan kegiatan hutan mangrove, kemudian kami (Andespin) berinisiatif bawa rekan mahasiwa sebagai percontohan,” jelasnya.
David menyelesaikan studinya di universitas pada tahun 2015. Ia kemudian sempat bekerja di salah satu kantor pemerintahan nagari di Sungai Pinang selama enam bulan pada periode tahun 2016. Meski jauh dari kegemarannya, ia tetap mengupayakan isu pelestarian laut pada saat itu.
ADVERTISEMENT
“Saya berpikirnya waktu itu bagaimana kalau dibuat semacam kelompok yang mewadahi kegiatan masyarakat terhadap lingkungan,” katanya.
Ia lantas membentuk kelompok yang awalnya terdiri dari enam orang pemuda. Mereka rata-rata adalah para nelayan. Program pemberdayaan masyarakat pun dimulai melalui melalui pelatihan sertifikasi selam (diving).
“Usai pemberdayaan itu, saya berhenti kerja di kantor pemerintahan nagari dan fokus kerja di kegiatan kelompok pelestari lingkungan,” ujarnya.

Terumbu Karang dan Keterlibatan Nelayan Pesisir

David memulai aktivitas konservasi di Sungai Pinang dengan kegiatan penanaman dan perawatan terumbu karang. Bermula dari kekhawatirannya terhadap kerusakan terumbu karang, bersama kelompok diving dan juga nelayan, David melakukan transplantasi terumbu karang.
Transplantasi diambil dari indukan bibit terumbu karang yang sudah ada. Kemudian bersama kelompoknya, dibuatkan wadah dari beton hingga rak-rak besi. Proses pertumbuhannya pun cukup lama, David mengaku selama berkegiatan, terumbu karang yang tumbuh paling tidak sekitar 2 cm per-tahun.
ADVERTISEMENT
Proses pemeliharaan terumbu karang ini, membuat nelayan menjadi lebih sadar dan peduli dengan pelestarian terumbu karang.
“Paling tidak, kebanyakan masyarakat mulai beralih dan takut menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan lagi,” kata David.
Kini, kawasan yang ditanami 20 ribu bibit terumbu karang yang diinisiasi David bersama kelompoknya itu, dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai objek wisata hingga penelitian.

Hutan Mangrove dan Pemberdayaan

Sejak 2009, David telah melakukan penanaman bibit mangrove di pesisir pantai Sungai Pisang, Pesisir Selatan. Dalam kegiatan pelestarian mangrove ini, keterlibatan masyarakat terutama ibu rumah tangga lebih besar ditimbang kegiatan terumbu karang.
Bersama kelompok Andespin, David tak henti mengupayakan kesadaran masyarakat sekitar dengan cara keterlibatan aktif di setiap kegiatan konservasinya.
David Hidayat berfoto di tempat konservasi mangrove yang ia kelola. Sumber: Arsip Pribadi
Sejak 2009 hingga sekarang, setidaknya sudah 50 ribu bibit mangrove yang berhasil di tanam di antaranya di Pantai Manjuto dan juga Pantai Erong, Pesisir Selatan.
ADVERTISEMENT
David mengaku, dengan keterlibatan aktif itu, warga sekitar lambat laun akan sadar bahwa ekosistem laut yang dijaga, akan berbanding lurus dengan sistem penghidupan dan lingkungan yang lebih bersih dan madani.
Tak jarang pula di kawasan mangrove itu, muncul sumber pencaharian, penopang ekonomi baru bagi masyarakat sekitar. Dari yang hanya menggantungkan pihak suami untuk melaut, kini ibu-ibu di sekitar hutan mangrove mampu menambah pencaharian dengan kepiting dan juga langkitang.
Hutan mangrove yang kini rimbun itu, tak pelak menarik kunjungan wisata yang otomatis memberi dampak ekonomi bagi warga sekitar.
“Akhir-akhir ini lebih banyak kunjungan ekowisata ke hutan mangrove, sehingga warga sering terlibat, baik itu untuk pendamping wisata maupun penyedia penginapan bagi wisatawan,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Hobi yang akhirnya membawa David dalam kegiatan konservasi tak berhenti melalui aksi terumbu karang dan hutan mangrove saja. Ia mafhum pentingnya keberlanjutan konservasi harus dibarengi dengan literasi yang terus-menerus diupayakan bagi masyarakat.
Kini, David bersama kelompok Andespin giat memberikan diskusi dan pemutaran video edukasi terkait isu lingkungan di Warung Kampanye Andespin di Sungai Pinang. Warung kopi kecil yang sering jadi tempat rehat bagi nelayan ini mulai dibuka awal piala dunia kemarin.
Ketekunan David dalam upaya pelestarian lingkungan ini, juga membuatnya berhasil menjadi salah satu pemenang dalam apresiasi 13th Semangat Astra Terpadu untuk (SATU) Indonesia Awards 2022 yang digelar di Jakarta, bertepatan dengan hari sumpah pemuda, Oktober lalu.
“Tantangan itu dulu, ya pernah dianggap remeh karena sarjana kok balik kampung, bukannya kerja kantoran, tapi saya bertahan, selain hobi, saya merasa lebih senang dapat berkegiatan di lingkungan,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT