Mengenang 60 Tahun PRRI di Padang

Konten Media Partner
15 Februari 2018 19:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mengenang 60 Tahun PRRI di Padang
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Langkan.id, Padang- Kota Padang memiliki catatan peristiwa luar biasa pada 15 Februari ini. Di salah satu sudut kota, Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) resmi dideklarasikan, 60 tahun silam.
ADVERTISEMENT
Telah lama berlalu. Sudah banyak pula catatan yang mengabadikannya. Meski tumpahan darah hanya berlangsung sekitar tiga tahun (1958-1961), namun pilu masih menyayat hingga hari ini. Sejarah melekatkan stigma pemberontak pada orang Minang.
"Apakah PRRI dideklarasikan karena perasaan sakit hati? Apakah PRRI gerakan makar, atau koreksi terhadap Jakarta yang makin arogan di tangan Sukarno? Entahlah! Allah lah yang maha tahu," kata dosen dan peneliti Universitas Leiden, Belanda Suryadi Sunuri yang dituangkan dalam blog pribadinya sembari membubuhi tanda seru.
Yang pasti, kata Suryadi, tak lama setelah PRRI dideklarasikan, Presiden Soekarno mengirim mesiu, mitraliur dan bom ke Sumatera Barat. Tentara pusat bergerilya membunuhi para lelaki Minangkabau tanpa ampun. Perang ditabuh di tanah penuh kedamaian.
ADVERTISEMENT
Peristiwa PRRI menimbulkan banyak asumsi. Mulai dari pemberontakan, refleksi penunjukan harga diri, protes "si anak tiri" karena tak diindahkan ayahnya sendiri (pusat,red), hingga ungkapan kepasrahan dengan cukup berucap, PRRI adalah penggalan hitam dalam sejarah Minangkabau.
Empat tahun lalu, tepat 15 Februari, beberapa kemungkinan kelahiran PRRI pernah dikupas dalam diskusi dengan pakar sejarah, pelaku PRRI, mahasiswa dan sejumlah LSM di kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang.
Salah seorang putra Minangkabau yang tengah menjalani pendidikan sebagai mahasiswa di Jakarta saat PRRI pecah, Ajis Dt Bandaro Panjang, mengaku memutuskan pulang kampung dan menjadi perwira. Bagi Ajis Dt Marajo, salah satu alasan pergolakan itu, sesuai tetuah yang diajarkan nenek moyangnya. Kamanakan barajo ka mamak, mamak barajo ka panghulu, panghulu barajo ka mufakat, mufakat barajo ka nan bana, bana badiri dengan sandirinyo.
ADVERTISEMENT
Menjelang PRRI pecah, katanya, kebenaran tidak berdiri sendiri. Sementara mereka harus bertuah pada yang benar.
“Pusat sudah keluar dari konstitusi. Kabinet tidak berumur lebih dari setahun. Tuntutan Dewan Banteng sangat rasional dan sesuai dengan tuntutan rakyat,” cerita seorang Perwira Inteligen selama PRRI, Akmal H. Jaenab saat ditanya alasan bergabung dengan PRRI.
Mengenang 60 Tahun PRRI di Padang (1)
zoom-in-whitePerbesar
Peristiwa PRRI mengingatkan orang Sumatera Barat akan sejumlah nama tokoh yang tetap dihormati hingga 60 tahun deklarasi berlalu.
Merekalah para pejuang yang telah mengukir sejarah Minangkabau dan Republik Indonesia. Ada sang deklarator, Kolonel Ahmad Husein. Kolonel Dahlan Djambek (Menteri Pos dan Telekomunikasi PRRI), Burhanuddin Harahap, Letnan Kolonel Ahmad Husein (dua pimpinan yang memimpin Dewan Revolusi PRRI), Sjafruddin Prawiranegara (Perdana Menteri PRRI), Maludin Simbolon (Menteri Luar Negeri PRRI), dan Mohammad Sjafei (Menteri PP&K dan Kesehatan PRRI).
ADVERTISEMENT
Mereka pernah berkumpul di Padang untuk mendeklarasikan PRRI 60 tahun silam. (Nando M Bandaro)
Sumber foto blog Suryadi
1. Sumber foto: Foto (James Burke/Time Life). Foto Kolonel Ahmad Husen (deklarator PRRI) dalam sebuah pidato di padang 1958.
2. Sumber foto:Time Life (melalui: http://indonesia-zaman-doeloe.blogspot.nl/2013/04/ pimpinan-prri-di-padang-1958.html)