Panduan Menonton Sidang Sengketa Pilpres 2019

Laras Susanti  Dosen Hukum
Dosen di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
Konten dari Pengguna
15 Juni 2019 8:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Laras Susanti Dosen Hukum tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana Sidang PHPU Pilpres pada Jumat, 14 Juni 2019. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Sidang PHPU Pilpres pada Jumat, 14 Juni 2019. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan.
ADVERTISEMENT
Pada Jumat, 14 Juni 2019, Mahkamah Konstitusi (MK) membuka sidang pendahuluan Perselisihan tentang Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atas permohonan yang diajukan oleh H. Prabowo Subianto dan H. Sandiaga Salahuddin Uno. Jika kalian pernah menyaksikan sidang PHPU Pilpres di tahun 2014, maka sudah tidak asing dengan prosedur maupun substansi persidangan.
ADVERTISEMENT
Buat kamu yang baru pertama kali menjadi pemilih atau yang getting lost menyaksikan tradisi verbal persidangan berjam-jam, semoga artikel ini bisa jadi panduan.
Kita mulai dengan yang paling mendasar, MK itu lembaga apa?
Sebagai negara hukum, Indonesia dilengkapi dengan seperangkat aturan dan mekanisme penyelesaian sengketa. MK bersama Mahkamah Agung (MA) adalah pelaksana kekuasaan kehakiman tertinggi di bawah UUD NRI 1945.
MK berisi sembilan orang Hakim Konstitusi. Pasal 24 C ayat (1) UUD NRI 1945 mengatur MK memiliki 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban. Salah satu kewenangan MK adalah memutus PHPU.
PHPU itu berbeda dengan sengketa proses Pemilu dan pelanggaran pidana Pemilu. Dalam PHPU, Pemohon adalah orang maupun partai politik (parpol) yang keberatan dengan hasil perhitungan Pemilu oleh KPU. Simulasinya, dalam PHPU Pilres 2019, Pemohon adalah kandidat pasangan calon presiden dan wakil presiden 02 dan Termohon adalah KPU.
ADVERTISEMENT
Dalam sidang tersebut, terdengar kata “adversarial atau kontentiosa”, maksudnya adalah jenis perkara yang mengandung sengketa, di mana ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan. Objek perselisihan adalah keputusan KPU atas hasil Pilpres 2019.
Jadi, bukan kandidat nomor 02 berhadapan dengan kandidat nomor 01. Yang menetapkan hasil Pemilu adalah KPU, maka yang berhadap-hadapan adalah kandidat nomor 02 selaku Pemohon dan KPU sebagai Termohon. Nah, yang kita saksikan adalah para kuasa hukum Pemohon dan Termohon yang hadir beracara di MK.
Lanjut ya, kita juga mendengar istilah Pihak Terkait. Dalam hukum acara MK, dalam Pengujian Undang-Undang (PUU), Pihak Terkait adalah pihak yang berkepentingan langsung maupun tidak langsung terhadap permohonan. Sementara, tidak diperlukan pihak terkait dalam PHPU. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) akan diminta keterangan, dalam kapasitasnya mengawasi Pemilu.
ADVERTISEMENT
Dalam PHPU, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 jo. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK), Pemohon wajib menguraikan dengan jelas tentang: kesalahan hasil perhitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan hasil perhitungan yang benar menurut pemohon; dan permintaan untuk membatalkan hasil perhitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan menetapkan hasil perhitungan suara yang benar menurut Pemohon.
Itulah yang sedang dilakukan oleh Pemohon dalam PHPU Pilpres 2019. Kita dengar bahwa mereka mengklaim hasil perhitungan yang benar adalah 52% untuk Pemohon.
Mereka memohon MK membatalkan hasil perhitungan suara yang ditetapkan oleh KPU dan menetapkan Pemohon sebagai pemenang Pilpres 2019 atau jika tidak dikabulkan, maka Pemohon memohon agar dilakukan Pemungutan Suara Ulang di seluruh wilayah Indonesia, inilah yang disebut dengan Petitum. Secara sederhana, Petitum adalah tuntutan yang diminta oleh para pihak untuk diputus oleh hakim.
ADVERTISEMENT
Proses persidangan akan menjadi sarana yang bukan hanya bagi Pemohon untuk membuktikan dalilnya, tapi juga Termohon untuk menangkis. Selain menguraikan dalil, baik Pemohon maupun Termohon akan diminta untuk membuktikan. Pembuktian di muka sidang itu menggunakan alat bukti menurut hukum.
Alat bukti menurut hukum bukan sembarang pembuktian. Meskipun yang kita tonton adalah adu verbal, alat buktilah yang bisa menyakinkan hakim. Pemohon diberitakan menyiapkan sejumlah alat bukti dokumen yang dibawa dengan truk ke MK. Termohon juga sudah siap dengan 272 boks alat bukti.
Selain dokumen, Pemohon menggunakan potongan analisis ilmuwan hukum Australia untuk mendalilkan terjadinya otoritarianisme yang menjadi jalan kecurangan Pemilu. Dikabarkan bahwa Pemohon juga menggunakan pemberitaan media massa sebagai alat bukti.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, apa saja sih yang bisa digunakan sebagai alat bukti?
Sesuai Pasal 36 ayat (1) UU MK, alat bukti ialah: a. surat atau tulisan; b. keterangan saksi; c. keterangan ahli; d. keterangan para pihak; e. petunjuk; dan f. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Majelis Hakim akan mengesahkan alat bukti yang diajukan.
Selanjutnya, akan dilakukan pemeriksaan alat bukti. Diterimanya satu alat bukti untuk digunakan di muka sidang tidak otomatis terbuktinya suatu peristiwa. Majelis Hakim akan menilai mengikat/menyakinkan atau tidaknya suatu alat bukti.
Lalu, frasa “Mahkamah Konstitusi bukanlah Mahkamah Kalkulator” itu maksudnya apa sih?
ADVERTISEMENT
Tahun 2008, istilah tersebut dipopulerkan oleh seorang hakim Konstitusi, Mahfud MD. Maksudnya adalah MK bukan hanya menghitung secara kuantitatif semata, melainkan juga mengadili PHPU secara kualitatif.
Jika ada dalil kecurangan, maka harus dibuktikan secara kuantitatif dan kualitatif sebagai pelanggaran Pemilu yang “terstruktur, sistematis, dan masif”, sehingga memengaruhi hasil suara. Jadi, bukan hanya membuktikan ada kecurangan, tapi apakah kecurangan itu berpengaruh terhadap hasil.
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Helmi Alfandi Abdullah/kumparan.
Namun harus diingat, jika ada kecurangan yang terbukti, bukan MK yang memberikan hukuman. Itu menjadi kewenangan lembaga lain untuk memproses secara hukum. Seperti dijelaskan di atas, kewenangan MK adalah terkait hasil Pemilu. Artinya menyatakan Keputusan KPU atas hasil Pemilu itu benar atau batal.
Jalannya persidangan nanti, secara garis besar, terdiri dari jawab-jawab antara Pemohon dan Termohon, pembuktian, dan kesimpulan. Untuk PHPU Pilpres, menurut UU MK, jangka waktu persidangan adalah 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan dicatatkan.
ADVERTISEMENT
Seperti jalannya sebuah cerita, tiap tahapan punya substansinya sendiri. Sidang selanjutnya akan digelar pada pukul 09.00 WIB, Selasa, 18 Juni 2019. Mari kita tonton bersama-sama dengan saksama.
***