Pendekatan HAM dalam Penanganan Pandemi Covid-19

Laras Susanti  Dosen Hukum
Dosen di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
Konten dari Pengguna
2 Juli 2020 13:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Laras Susanti Dosen Hukum tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh Windy Goestina/ Basra
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh Windy Goestina/ Basra
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Terhitung hampir empat bulan, masyarakat Indonesia hidup dalam kondisi yang tidak normal. Pandemi Covid-19 menjadi ancaman atas keselamatan jiwa dan kelangsungan hidup generasi sekarang dan yang akan datang. Pada saat yang sama, pandemi ini menguji sejauhmana pendekatan hak asasi manusia digunakan oleh pengambil kebijakan.
ADVERTISEMENT
Saat sejumlah negara lain mulai menerapkan normal baru kehidupan karena kurva penyebaran yang melandai, Indonesia justru menjadi negara dengan angka positif Covid-19 tertinggi di Asia Tenggara. Sebuah media negara tetangga bahkan menyebut Indonesia berpotensi menjadi hotspot baru Covid-19.
Di sejumlah daerah, penyebaran lokal terus terjadi. Selain warga, tenaga kesehatan yang gugur karena Covid-19 terus bertambah. Tak hanya berhadapan dengan resiko tertular yang tinggi, mereka mengalami kelelahan akibat tingginya jumlah pasien yang dilayani.
Sementara itu, pandemi ini juga menghantam perekonomian. Lebih dari 2 juta pekerja dirumahkan semasa pandemi. Diperkirakan angka pengangguran bertambah sekitar 5 juta orang. Bappenas memprediksi tahun depan, angka pengangguran tersebut meningkat menjadi 10,7-12,7 juta orang.
Pandemi ini juga berdampak pada pemenuhan hak atas pendidikan. Pencegahan penyebaran virus menyebabkan sekitar 45 juta anak belajar dari rumah. Sayangnya, belajar dari rumah tak sama untuk semua anak. Survei yang dilakukan oleh INOVASI pada bulan April menunjukkan terdapat gap akses media pembelajaran yang semakin dalam antar anak dari latar belakang ekonomi mampu dan kurang mampu.
ADVERTISEMENT
Malang tak dapat dielak, tak hanya soal hak atas pendidikan. Anak-anak dari keluarga kurang mampu terancam hak atas penghidupan yang layaknya. Angka kemiskinan diperkirakan meningkat 2-4%. Salah satunya berakibat pada menurunnya asupan gizi bagi anak-anak dari keluarga miskin. SMERU memperkirakan skenario terburuk, angka kemiskinan naik hingga 12,4 persen. Total penduduk miskin diperkirakan mencapai 33,4 juta orang.
Paparan data di atas bukanlah sekedar angka. Ada cerita nyata semakin sulitnya hidup di masa pandemi. Mulai dari menjual perabot keluarga hingga kisah tragis keluarga yang kelaparan, realitas yang makin kerap dijumpai saat pandemi.
Penyebaran virus yang belum terkendali ditambah beban ekonomi yang semakin berat saat pandemi, masyarakat harus menanggung biaya pemeriksaan Covid-19. Memang benar pemerintah daerah melaksanakan rapid test masal secara gratis. Tes massal tersebut ditujukan untuk mengetahui transmisi Covid-19. Klasterisasi dan persyaratan harus dipenuhi jika ingin mengakses fasilitas gratis tersebut. Di luar itu, masyarakat harus membayar biaya secara mandiri. Biaya tes ini tidak masuk pertangunggan BPJS. Di sejumlah rumah sakit, biaya untuk sekali rapid test dikisaran 300 ribu rupiah. Sementara untuk uji swab PCR, biayanya sekitar 900 ribu rupiah. Bilangan rupiah yang kembali memperlebar ketimpangan hak atas akses kesehatan.
ADVERTISEMENT
Uraian di atas menggambarkan pandemi ini berdampak luas pada jaminan hak asasi manusia. Di titik ini, tanpa intervensi, pandemi Covid-19 bisa berakibat pada keselamatan hidup tapi juga menjadi faktor pendorong langgengnya kemiskinan antargenerasi.
Sejak penetapan status keadaan darurat bencana nonalam, Pemerintah mengupayakan serangkaian kebijakan. Melalui Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang kemudian ditetapkan sebagai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 merupakan peraturan yang menjadi payung penanganan pandemi ini. Tiga fokus kebijakan yang diambil adalah belanja untuk kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pemulihan perekonomian termasuk dunia usaha dan masyarakat terdampak.
Dalam situasi yang unprecedented tentu bukan hal yang mudah untuk merumuskan kebijakan. Meskipun berlandaskan kondisi sosiologis dampak multiaspek pandemi, Perppu tersebut fokus pada respons keuangan negara. Sulit membaca pendekatan hak digunakan dalam merumuskannya.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana dengan implementasi Perppu tersebut? Salah satu fokus yaitu jaring pengaman sosial diimplementasikan dalam beragam bentuk: bantuan sosial (bansos) khusus, peningkatan penerima Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Prakerja, Kartu Sembako, Program Indonesia Pintar, subsidi listrik, program padat karya tunai.
Sengkarut data penerima bansos menjadi hambatan serius penyaluran. Belum lagi soal koordinasi antar lembaga di pusat dan daerah. Di sisi lain, kesenjangan teknologi dan informasi menghambat diterimanya manfaat Kartu Prakerja. Alih-alih dapat menjadi pereda akibat pandemi, skema dan alokasi yang diberikan justru kehilangan fokus utama untuk menyelamatkan masyarakat.
Belakangan narasi yang sering terdengar adalah menghadap-hadapkan kepentingan ekonomi dengan upaya perlindungan dari ancaman infeksi Covid-19. Pencabutan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai daerah yang masih belum landai kurvanya, sampai dengan upaya menarik wisatawan asing, tentu membuat publik mempertanyakan komitmen pemangku kebijakan terhadap pemenuhan hak.
ADVERTISEMENT
Perangkat hukum Indonesia mengenai jaminan HAM dapat dikatakan memadai. Sebut saja Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, serta Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2008 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Ketiga peraturan tersebut merefleksikan upaya negara memberikan perlindungan dan mewujudkan kesejahteraan umum sesuai amanat Pembukaan UUD NRI 1945. Dalam kondisi pandemi, perangkat hukum itulah yang harus dirujuk untuk mengevaluasi sistem ketenagakerjaan, sistem jaminan sosial dan kesehatan, serta sistem pendidikan nasional. Pemangku kebijakan harus mengambil momentum ini untuk membuktikan keberpihakannya pada rakyat.
***