Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Peran dan Pentingannya Barang Bukti dalam Tindak Pidana dalam Proses Hukum
1 Mei 2025 19:01 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Lasyohana Situmorang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Barang bukti merupakan elemen yang sangat penting dalam proses penegakan hukum pidana. Dalam sistem peradilan pidana, barang bukti digunakan untuk membuktikan telah terjadinya suatu tindak pidana dan untuk memastikan bahwa orang yang dituduh adalah benar pelakunya. Tanpa barang bukti yang memadai, aparat penegak hukum akan kesulitan membuktikan dakwaan di hadapan pengadilan, dan akibatnya proses penegakan hukum tidak dapat berjalan secara adil dan efektif.
ADVERTISEMENT
Dalam pengertian hukum acara pidana Indonesia, khususnya yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), barang bukti diartikan sebagai benda-benda yang memiliki kaitan dengan suatu tindak pidana dan dapat membantu dalam proses pembuktian di persidangan. Barang bukti ini bisa berupa alat atau benda yang digunakan untuk melakukan kejahatan, benda yang menjadi hasil dari tindak pidana, atau benda yang dapat memberikan petunjuk atau keterangan mengenai peristiwa pidana.
Dalam praktiknya, barang bukti memiliki banyak bentuk. Bisa berupa senjata yang digunakan untuk menyerang korban, uang hasil kejahatan, pakaian yang dikenakan oleh pelaku atau korban, dokumen yang menunjukkan transaksi mencurigakan, rekaman kamera pengawas, hingga data digital seperti percakapan melalui pesan instan atau email. Seiring perkembangan teknologi, jenis barang bukti juga semakin beragam, terutama dalam kejahatan siber dan kejahatan berbasis teknologi informasi, di mana barang bukti sering kali berupa file digital yang memerlukan keahlian khusus untuk dianalisis.
ADVERTISEMENT
Fungsi utama barang bukti adalah sebagai alat pembuktian dalam proses hukum. Barang bukti digunakan oleh penyidik dan penuntut umum untuk membangun kronologi kejadian dan menguatkan dakwaan terhadap terdakwa. Hakim akan mempertimbangkan barang bukti sebagai dasar dalam memutuskan apakah seseorang bersalah atau tidak. Selain itu, barang bukti juga dapat menjadi petunjuk awal dalam proses penyidikan, membantu aparat penegak hukum untuk menelusuri siapa pelaku dan bagaimana kejahatan dilakukan.
Dalam prosedurnya, penyitaan barang bukti harus mengikuti ketentuan hukum yang berlaku. Berdasarkan KUHAP, penyidik harus memperoleh izin dari ketua pengadilan negeri untuk melakukan penyitaan, kecuali dalam keadaan yang sangat mendesak. Setelah disita, barang bukti harus dijaga dan disimpan secara aman agar tetap utuh dan tidak tercemar. Setiap tindakan terhadap barang bukti harus terdokumentasi dengan baik untuk menjaga keabsahannya di hadapan hukum.
ADVERTISEMENT
Namun, dalam praktik penegakan hukum, sering kali muncul berbagai tantangan terkait barang bukti. Tidak jarang ditemukan kasus rekayasa barang bukti, kehilangan barang bukti, hingga kelalaian dalam penyimpanan yang menyebabkan barang bukti rusak atau tidak dapat digunakan di pengadilan. Terlebih lagi, dalam konteks barang bukti digital, persoalan seperti enkripsi, manipulasi data, atau keterbatasan keahlian teknis dari penyidik menjadi hambatan tersendiri.
Keseluruhan proses pengumpulan, penyimpanan, dan pemanfaatan barang bukti harus dilakukan secara profesional dan sesuai dengan ketentuan hukum agar proses peradilan dapat berjalan adil dan objektif. Barang bukti bukan hanya menjadi alat untuk menghukum pelaku, tetapi juga menjadi jaminan bahwa seseorang tidak akan dihukum tanpa dasar yang sah. Oleh karena itu, pengelolaan barang bukti memegang peranan penting dalam menjamin keadilan dan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat dalam proses pidana.
ADVERTISEMENT
Penulis
Lasyohana Situmorang
Mahasiswa Fakultas hukum
Universitas Pamulang