Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Laut Bercerita, Mengenang Sejarah dari Karya Leila S. Chudori
30 November 2020 20:19 WIB
Tulisan dari Latifah Naufalina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sastra Bukan Sumber Sejarah
ADVERTISEMENT
Sastrawan tidak dapat membuat hasil karya sastra sebagai sejarah, sebab sastra bukan lah sejarah. Meski demikian, banyak pula kisah dalam karya sastra pernah terjadi dalam kehidupan nyata. Ingatkah kalian apa yang terjadi pada Maret 1998? Tentang betapa kejamnya rezim tersebut, kekacauan politik dimana-mana, praktik korupsi merajalela, demonstrasi besar-besaran, serta banyak terjadi kasus penghilangan orang secara paksa. Leila S. Chudori melalui bukunya yang berjudul Laut Bercerita secara gamblang bercerita mengenai peristiwa yang terjadi saat itu.

Mengenal Sosok Leila S. Chudori
ADVERTISEMENT
Sebelum membahas tentang karya Leila, mari kita membahas sedikit tentang personal profil dari sang Penulis. Leila Salikha Chudori lahir di Jakarta pada 12 Desember 1962. Leila menempuh pendidikan di Trent University, Kanada. Namanya dikenal melalui karya-karyanya berupa cerita pendek, novel, dan skenario drama televisi. Leila merupakan salah satu sastrawan yang mengawali debutnya sejak berusia 12 tahun. Beberapa karya Leila sudah diadaptasi ke dalam berbagai bahasa. Salah satunya adalah Laut Bercerita. Dalam versi bahasa Inggris lebih dikenal dengan The Sea Speaks His Name yang diterjemahkan oleh John McGlynn.
Sumber Ide dari Novel Laut Bercerita
Matilah engkau mati
Kau akan lahir berkali-kali....
Kata-kata tersebut mengawali keseluruhan kisah. Laut Bercerita dimulai dari kelahiran tokoh Biru Laut. Begitu tutur Leila saat diundang dalam acara BEDAH BUKU SOSMAS ke 4 yang diselenggarakan oleh Lembaga Eksekutif Mahasiswa, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Bedah buku ini dilakukan pada Sabtu, 21 November 2020 secara virtual dikarenakan kondisi Indonesia yang belum aman dari pandemi COVID 19. Saat share screen di zoom, Leila menampilkan slide tentang bagaimana ia bisa mendapat ide untuk melahirkan buku Laut Bercerita.
ADVERTISEMENT
Di awal tahun 2003, majalah Tempo tempat Leila biasa bekerja memutuskan untuk menerbitkan edisi khusus Soeharto. Nezar Patria, alumni Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada adalah kolega Leila di majalah Tempo. Atas permintaan Leila dan kawan-kawannya disana, Nazar bersedia menuliskan kesaksian lebih rinci tentang pengalamannya diculik dan disekap. Hasil tulisannya yang berjudul, “Di Kuil Penyiksaan Orde Baru” dimuat dalam Edisi Khusus Soeharto majalah TEMPO Februari 2008. Untuk menyelesaikan buku ini, Leila butuh waktu yang cukup lama untuk riset serta mendatangi beberapa lokasi yang menjadi setting peristiwa dalam novel.
Review Singkat Novel Laut Bercerita
Dari situ Leila merasa sangat menyayangkan jika kesaksian temannya tersebut hanya akan berlalu begitu saja. Maka ia memutuskan untuk menulis buku. Laut Bercerita terdiri dari dua bagian. Pertama, kisah dari sudut pandang Biru Laut dan yang kedua kisah dari sudut pandang Asmara Jati, adik Laut. Sama seperti judulnya, Laut menceritakan tentang apa yang telah dialaminya selama menjadi mahasiswa dan aktivis yang dibayang-bayangi oleh kekejaman militer pada masa rezim itu. Ia beserta kawan aktivis lainnya diburu oleh utusan dari pemerintah. Mereka mengganggap Laut dan teman-temannya sebagai serangga yang mengganggu urusan pemerintahan dan harus segera dimusnahkan.
ADVERTISEMENT
Mereka tidak diijinkan membahas hal-hal yang dapat memicu kekacauan politik, melarang membaca karya sastra yang kontroversial, kebebasan berpendapat dibatasi dan jika terdapat satu pendapat yang melanggar tak segan pemerintah akan menghilangkan paksa orang tersebut. Mereka diculik, dikurung, disiksa, diinterogasi, lantas dibuang. Jika cukup beruntung, mereka akan dipulangkan ke rumah. Orang-orang yang dihilangkan itu tidak pernah tahu dimana mereka berada saat mengalami momen mengerikan itu. Ketidakadilan tersebut tentunya menimbulkan trauma yang begitu mendalam. Tidak hanya bagi mereka yang dihilangkan dan selamat, tetapi juga bagi keluarga korban.
Visualisasi Laut Bercerita dalam Film Pendek
Selain novel, Laut Bercerita juga diangkat sebagai sebuah film pendek dengan judul yang sama. Film ini berdurasi 30 menit dan disutradarai oleh Pritagita Arianegara. Kendati durasi yang sangat singkat, Leila beserta tim yang terlibat dalam proses filming telah berdiskusi matang-matang. Film ini hanya mengambil bagian inti sari cerita dari novel dan terfokus pada tokoh-tokohnya, sehingga tidak menghilangkan makna dari cerita itu. Keseluruhan isi novel setebal 379 halaman tersebut dirangkum dengan baik dan diceritakan dari sudut pandang Biru Laut. Dengan adanya film pendek ini, pembaca bahkan penonton yang belum membaca novelnya akan terbantu dalam visualisasi cerita.
Sejarah Tak Berubah, Namun Kita Dapat Memilah
Kita tidak tahu apakah sejarah yang telah kita pelajari sudah tentu benar atau mungkin saja salah. Namun, Leila sebagai sastrawan berusaha menuliskan kisah berlatar belakang sejarah Indonesia yang tidak diajarkan di bangku sekolah dari sumber yang dapat terpercaya. Di bawah pemerintahan yang begitu tirani, terlalu banyak rahasia sejarah yang belum terkuak. “Situasi saat ini masih belum comparable dengan kondisi masa sebelum reformasi itu,” ucap Leila di tengah sesi bedah buku. Terlepas dari itu, Leila berharap orang-orang yang membaca Laut Bercerita bisa merenung, sebagai refleksi diri. Keputusan selanjutnya ada di tangan mereka. Akankah mereka mengambil langkah atau tidak. Jika kalian menyukai buku berlatar sejarah, kamu bisa membaca Laut Bercerita. Mari mendengar cerita dari Laut!
ADVERTISEMENT