Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Status Hukum Anak Diluar Nikah Menurut Hukum Positif
12 Mei 2024 10:43 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Muhammad Lazuardi Ilham tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dikatakan bahwa yang dimakud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 Tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan ibu nya. Dan dalam Pasal 42 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dikatakan anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat Perkawinan yang sah.
ADVERTISEMENT
Dan menurut Pasal 272 Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada bukunya Hukum Waris dikatakan anak yang terlahir diluar perkawinan yang sah, dalam hal ini anak yang dilahirkan oleh seorang ibu, tetapi tidak dibenihkan oleh seorang pria yang berada dalam perkawinan yang sah dengan ibu dari si anak tersebut. Maka dari itu status anak tersebut berkedudukan sebagai anak yang tidak sah secara hukum. KUH Perdata dalam hal ini menyebut anak diluar nikah disebut dengan Naturlijk Kind (Anak Alam).
Menurut kacamata dari KUH Perdata, anak yang dihasilkan diluar perkawinan yang sah tidak bisa serta merta mempunyai hubungan hukum kepada Ayah atau Ibu nya. Walaupun dari segi biologis mempunyai kemiripan, secara yuridis Ayah atau Ibu nya tidak memiliki hak dan kewajiban terhadap anak diluar perkawinan yang sah tersebut. Namun pada Pasal 272 KUH Perdata terdapat pengecualian “Kecuali anak-anak yang yang dibenihkan dalam zina, atau dalam sumbang, tiap-tiap anak yang diperbuahkan diluar perkawinan, dengan kemudian kawinnya bapak dan ibunya akan menjadi sah, apabila kedua orang tua itu sebelum kawin telah mengakuinya menurut ketentuan undang-undang.”
ADVERTISEMENT
Menurut pandangan KUHP Perdata, status hukum anak diluar nikah mempunyai 3 tingkatan status hukum. Yaitu (a) Anak di luar perkawinan, anak ini belum diakui oleh kedua orangtuanya; (b) Anak di luar pekawinan yang telah diakui oleh salah satu atau kedua orangtuanya dan (c) Anak di luar perkawinan itu menjadi anak sah, sebagai akibat kedua orangtuanya melangsungkan perkawinan sah. Hal tersebut menjelaskan bahwa apabila anak yang lahir diluar pernikahan yang sah ingin memperoleh hak nya terkhusus dalam hal kewarisan, maka harus mendapatkan sebuah pengakuan dari kedua orang tua nya.
Pada prinsip nya, antara anak yang lahir dari pernikahan yang sah dengan anak yang lahir diluar pernikahan yang sah itu sama kedudukannya. Kedua nya berhak mendapatkan perlindungan undang-undang dari negara yang berkaitan dengan perlindungan anak. Adapun undang-undang yang berkaitan dengan hak dan perlindungan anak sebagaimana yang telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak pasal 2 sampai dengan 9 mengatur hak-hak anak atas kesejahteraan.
ADVERTISEMENT
Meskipun memiliki kedudukan yang sama pada umumnya, tetapi kita juga harus meninjau dari Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyebutkan bahwa “Anak yang lahir diluar perkawinan yang hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”. Hal ini sejalan dengan prinsip yang ada pada hukum Islam dalam memandang kedudukan anak luar kawin yang otomatis memiliki hubungan hukum dengan ibunya tanpa perlu adanya pengakuan dari si ibu.
Kesimpulannya, anak yang lahir diluar perkawinan yang sah akan tetap mendapatkan hak terutama dalam hak kewarisan apabila kedua orangtua nya mengakui keabsahan dari anak tersebut. Setelah diakui keabsahannya, lalu dicatat oleh intsansi yang mempunyai wewenang dalam hal tersebut adalah Pegawai Catatan Sipil dalam bentuk akta kelahiran. Akan tetapi hubungan perdata hanya berhubungan dengan ibu nya sesuai dengan Pasal 43 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
ADVERTISEMENT