Konten dari Pengguna

Nudge Theory - Gagasan Strategis Mendorong Transformasi Keuangan Digital di Aceh

Lazuardi Imam Pratama
Keluarga Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis USK, Banda Aceh.
26 Juni 2022 15:25 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lazuardi Imam Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sumper Foto: Antara/Kornelis Kaha
zoom-in-whitePerbesar
Sumper Foto: Antara/Kornelis Kaha
Pada awal tahun 2020 lalu, saya menyelesaikan sebuah buku bacaan berjudul Nudge (dorongan) karya Richard H. Thaler, peraih penghargaan nobel bidang ekonomi tahun 2017. Buku tersebut bercerita bagaimana pengaruh dari sebuah dorongan halus dapat memperbaiki pilihan umat manusia menjadi lebih baik dan rasional. 
ADVERTISEMENT
Thaler mengemukakan sebuah gagasan menarik namun masih tergolong baru di dunia akademis. Dimana profesor dari University of Chicago ini melakukan pendekatan riset dengan menjembatani ilmu psikologi dan ekonomi secara empiris. 
Pada prinsipnya, kosmologi Nudge Theory (Teori Dorongan) tetap mempertahankan kebebasan individu dalam menentukan pilihan, namun elemen lain dari lingkungan eksternal pemilih - baik lembaga pemerintahan maupun lembaga swasta - dianjurkan untuk memberikan dorongan lembut sehingga dengan tanpa merasa terpaksa, individu tersebut dapat menentukan pilihan yang lebih baik dan rasional bagi dirinya atau memilih pilihan yang sesuai dengan harapan suatu pihak. 
Agar bisa dianggap sebagai Nudge (dorongan) maka sebuah intervensi terhadap pilihan harus memenuhi unsur kemudahan serta tanpa ada konsekuensi timbulnya biaya tambahan jika tidak dipatuhi. Dengan kata yang lebih sederhana, dorongan tidak boleh menjadi sebuah keharusan. 
ADVERTISEMENT
Meski masih tergolong baru, ternyata implementasi teori dorongan sudah sering diterapkan, baik di sektor swasta maupun lembaga pemerintahan. Di beberapa usaha retail seperti supermarket, produk yang ingin ditingkatkan penjualannya akan diletakkan pada etalase yang posisinya sejajar dengan mata calon pembeli (eye level) sehingga akan lebih dulu terlihat dari pada produk yang lain. 
Contoh teori dorongan yang tidak kalah menarik adalah bagaimana sebuah perusahaan keramik meletakkan gambar lalat di bagian bawah dekat lubang pembuangan pada urinal toilet laki-laki. Tujuannya agar dapat  mendorong pengguna urinal toilet untuk buang air kecil lebih tepat sasaran (meminimalisir cipratan air seni) sehingga memudahkan petugas kebersihan dalam membersihkan urinal toilet itu sendiri.

Nudge Theory dan Transformasi Keuangan Digital di Aceh

Kurang lebih 9 bulan belakangan ini energi dan pikiran saya tersita untuk bagaimana caranya bisa memformulasikan langkah strategis terhadap upaya menggalakkan transformasi keuangan berbasis digital di daerah tempat saya bekerja, salah satu kota yang terletak di kepulauan bagian utara Provinsi Aceh. Hingga pada suatu malam, akhirnya saya teringat kembali dengan teori sebuah buku yang sudah saya selesaikan dua tahun lalu dan mendapatkan dorongan untuk menulis artikel ini. Selain menjadi strategi saya dalam menjalankan misi dan tanggung jawab pekerjaan, artikel ini juga bisa menjadi salah satu referensi bilamana ada pihak-pihak lain yang memerlukan.
ADVERTISEMENT
Sejatinya, uang sebagai alat pembayaran yang sah senantiasa mengalami perubahan dan transformasi, baik dari segi bentuk maupun skala penggunaanya. Sekitar 5000 tahun yang lalu, masyarakat di seputar wilayah Mesopotamia (saat ini terletak pada wilayah Irak dan Kuwait) tentu tidak menyangka bahwa tablet dari tanah liat yang mereka gunakan sebagai alat pembayaran yang sangat spesifik dan bersifat peer to peer, saat ini sudah berubah bentuknya menjadi selembar uang kertas yang lebih praktis dan efisien.
Di tahun 2022 saat dunia sedang dalam euforia menyukseskan revolusi industri 4.0, bentuk uang kembali mengalami perubahan. Dari awalnya berbentuk tablet dari tanah liat, berubah menjadi koin, dimodifikasi ke dalam bentuk kertas, hingga ditemukannya metode pembayaran menggunakan uang elektronik. Elektronifikasi uang sebagai alat pembayaran yang sah telah menjadi salah satu global megatrend dan merupakan gejala kemajuan dari perilaku ekonomi manusia.
ADVERTISEMENT
Transaksi keuangan secara digital memungkinkan untuk terjadinya desentralisasi ekonomi sehingga bisa menjadi salah satu solusi untuk mengarungi disparitas kesejahteraan antara hulu dan hilir. Selain itu, transaksi keuangan digital juga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan uang, meminimalisir ketiadaan uang kembalian, mengurangi risiko fraud dan tindak kejahatan, serta menjaga kualitas uang yang beredar di masyarakat (clean money policy and fresh for circulation).
Di Indonesia, beberapa kota besar yang sering dijadikan sebagai pusat industri dan relatif lebih maju, metode transaksi keuangan secara digital bukanlah suatu hal yang sulit untuk diterapkan. Namun di wilayah dengan stereotip masyarakat yang cenderung tertutup, tantangannya akan lebih terasa. Sebagai praktisi ekonomi, saya sendiri kerap kesulitan dalam rangka mewujudkan percepatan budaya elektronifikasi keuangan seperti yang sudah lumrah terjadi di kota-kota besar.
ADVERTISEMENT
Meskipun beberapa wilayah yang lebih maju di Indonesia sudah tergolong ramah terhadap transaksi keuangan secara digital, dalam perspektif yang lebih luas; were still in very early stage. Namun saya kembali ingat dengan ungkapan dari Plato “The Beginning is the most important part of the work.”
Pada fase permulaan inilah peran teori dorongan ala Thaler sangat dibutuhkan. Para pengampu kepentingan baik dari lembaga pemerintah maupun lembaga swasta dianjurkan untuk melakukan dorongan berupa intervensi kebijakan secara halus dalam aspek digitalisasi transaksi keuangan tanpa menghilangkan hak-hak individu untuk memilih. 
Dalam ruang lingkup Provinsi Aceh, Banda Aceh sebagai ibukota provinsi menopang hingga 60% transaksi keuangan digital di seluruh Provinsi Aceh. Sementara di beberapa kabupaten/kota lainnya, implementasinya masih cukup rendah. Guna mengatasi tantangan ini, dibutuhkan sebuah formulasi kongkrit agar dapat mengarahkan pilihan masyarakat dari kebiasaan transaksi secara konvensional menuju transaksi keuangan berbasis digital.
PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) meluncurkan penggunaan mesin Electronic Data Capture (EDC) dan QRIS bekerja sama dengan PT Kimia Farma Apotek (KFA), anak usaha PT Kimia Farma Tbk, Rabu, 1 Desember 2021 (Sumber Foto: Berita Satu)
Menurut saya, instrumen yang menunjang kegiatan transaksi keuangan digital di Aceh sudah cukup memadai, misalnya seperti ketersediaan mesin Electronic Data Capture (EDC) dan kode batang Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) oleh merchant. Hanya saja familiaritas penggunaan dua alat tadi sebagai pilihan utama masyarakat dalam melakukan pembayaran masih tergolong rendah.
ADVERTISEMENT
Apalagi sejak implementasi Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Provinsi Aceh beberapa waktu yang lalu, pemberlakuan aturan ini seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai momentum tipping point (titik balik) transformasi keuangan digital di kalangan masyarakat. Pandemi COVID-19 yang sempat membatasi mobilitas penduduk juga punya peran yang tidak kalah penting dalam menumbuhkan kultur transaksi non tunai.
Di Aceh sendiri implementasi teori dorongan sebagai upaya percepatan transformasi keuangan digital sudah beberapa kali dilakukan oleh instrumen pemerintah seperti Bank Indonesia dengan didukung oleh beberapa lembaga perbankan milik pemerintah, dalam hal ini PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) dan PT Bank Aceh Syariah (BAS) dengan mengadakan beberapa program potongan harga atau cashback sebagai apresiasi kepada masyarakat yang melakukan transaksi melalui kanal pembayaran digital.
ADVERTISEMENT
Contoh dorongan lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah pada sektor riil adalah dengan memberikan alternatif pilihan pembayaran dengan kode batang QRIS untuk biaya retribusi parkir yang masih menggunakan tenaga manusia sebagai juru parkir, seperti yang lebih dulu sudah diterapkan oleh Dinas Perhubungan Kabupaten Gianyar Provinsi Bali beberapa waktu yang lalu. 
Sementara pada sektor lembaga swasta, teori dorongan seperti yang diterapkan oleh pemerintah masih relatif minim penerapannya. Lembaga swasta bisa berperan aktif dalam memberikan dorongan kepada masyarakat untuk menggunakan alternatif transaksi keuangan digital dengan cara meletakkan mesin EDC dan kode batang QRIS di bagian yang paling terlihat di meja kasir dengan ditambah beberapa brosur tata cara penggunaannya. Atau bisa juga dengan menjadikan kode batang QRIS sebagai salah satu atribut merchant yang mencolok perhatian masyarakat, misalnya disematkan pada lencana tanda pengenal bagi pelayan di warung kopi. Tentunya merchant harus lebih dulu memastikan ketersediaan mesin EDC dan kode batang QRIS pada gerai yang mereka miliki.
ADVERTISEMENT
Semakin familiar dua instrumen tadi di mata masyarakat, maka akan semakin mulus pula dorongan yang dapat kita lakukan untuk mempercepat transformasi keuangan digital di Aceh. Karena pada dasarnya persoalan yang menjadi penghambat utama dari misi digitalisasi keuangan hanya satu; yaitu karena masyarakat belum familiar. Soal infrastruktur kualitas jaringan dan keberagaman fitur dari dua alat tadi akan terus berkembang seiring dengan meningkatnya volume penggunaan oleh masyarakat.
Provinsi Aceh, sebagai bagian tak terpisahkan dari Indonesia yang merupakan negara penganut asas sistem ekonomi Pancasila, yaitu dengan berdasarkan kepada kebebasan rakyat untuk melakukan kegiatan ekonomi namun tetap tersedia intervensi kebijakan pemerintah didalamnya, teori dorongan yang merupakan gagasan brilian Richard Thaler sangat berpotensi berjalan secara efektif.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, saya berpendapat bahwa upaya pemerintah melalui lembaga perbankan maupun bank sentral yang bertujuan untuk menumbuhkan sentimen positif masyarakat dalam meningkatkan volume transaksi keuangan berbasis digital tidak hanya sekedar memberikan stimulus berupa apresiasi kepada masyarakat yang terlibat aktif, namun juga dengan perbaikan layanan dan perluasan jangkauan terhadap penggunaan instrumen pembayaran agar menjadi lebih inklusif.
Sebagai catatan yang tidak kalah penting penting, intervensi berupa dorongan ini perlu terus dijaga intensitasnya. Harus tetap diawasi agar tidak melampaui kebebasan masyarakat untuk memilih. Sebab sekali lagi, agar tetap memenuhi unsur sebagai teori dorongan, intervensi dari pemerintah maupun swasta terhadap pilihan masyarakat harus memenuhi unsur kemudahan serta tanpa ada konsekuensi timbulnya biaya tambahan jika tidak dipatuhi. 
ADVERTISEMENT
Saya optimis, jika metode teori dorongan dapat dilaksanakan dengan optimal maka akan menumbuhkan suatu kebiasaan transaksi ramah digital yang organik dan berkelanjutan (sustainable). Dalam upaya penerapannya, masyarakat tidak boleh dipaksa, apalagi dihilangkan haknya untuk memilih. Namun harus didorong dan dipengaruhi secara halus, sehingga membentuk perilaku ekonomi (behavioral economics) yang selaras dengan semangat modernisasi dan efisiensi uang sebagai alat pembayaran yang sah.