Konten dari Pengguna

Pemuda di Pilkada: Sebuah Upaya Mendobrak Ruang Pengap Pembangunan Kota

Lazuardi Imam Pratama
Keluarga Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis USK, Banda Aceh.
25 Juli 2024 16:13 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lazuardi Imam Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pemuda di Pilkada: Sebuah Upaya Mendobrak Ruang Pengap Pembangunan Kota
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Banda Aceh, kota yang sarat dengan sejarah dan budaya, kini tengah berada di persimpangan jalan. Dalam beberapa dekade terakhir, kota ini telah menghadapi berbagai tantangan dalam konteks pembangunan. Meski begitu, kita harus mengakui bahwa perubahan yang diharapkan masih jauh dari kenyataan. Di tengah hiruk pikuk papan reklame dan festivalisasi calon kepala daerah, ada harapan yang mulai kembali membara dalam diri kaum muda Banda Aceh yang siap untuk turut bergumul dalam kontestasi demi mengambil alih singgasana mandat pembangunan kota.
ADVERTISEMENT
Kaum muda di Banda Aceh memiliki potensi besar untuk mendobrak stagnasi pembangunan. Menurut catatan sejarah, pemuda kerap membawa energi segar, gagasan radikal, dan semangat inovasi yang sangat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai masalah yang ada. Berdasarkan data BPS Aceh, sekitar 40% dari total penduduk Banda Aceh adalah pemuda berusia 15-29 tahun. Sajian demografis ini seharusnya menjadi bargaining mahal bahwa kaum muda harus memiliki porsi signifikan dalam menentukan arah masa depan kota.
Saat ini generasi muda juga mulai menunjukkan gejala ketertarikan yang kuat terhadap isu-isu sosial, politik, ekonomi dan lingkungan. Pemuda lebih sadar akan pentingnya partisipasi aktif dalam proses politik dan pemerintahan, serta mulai menumbuhkan komitmen untuk menciptakan perubahan positif. Buktinya, survei dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2022 menunjukkan bahwa 60% pemuda Banda Aceh menganggap keterlibatan dalam Pilkada sebagai langkah penting untuk mewujudkan pembangunan kota yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Tulisan ini bukan dalam rangka memantik sinyal semiotika untuk mengarahkan arus dukungan ke calon-calon tertentu, namun lebih dari sekedar itu; tulisan ini bertujuan untuk membangun kesadaran anak muda bahwa setiap individu dari kaum muda memiliki potensi besar untuk menentukan arah pembangunan kota. Tulisan ini diharapkan mampu menjadi jawaban pamungkas dari pertanyaan klasik “Quo Vadis Banda Aceh di masa hadapan?”

Kebangkitan Generasi Muda

Generasi muda sangat mahir dalam memanfaatkan teknologi dan media sosial. Pemuda kerap mengandalkan platform digital tidak hanya sebagai media hiburan, tetapi juga sebagai corong untuk menyuarakan aspirasi dan melakukan advokasi. Kampanye digital menjadi alat yang efektif bagi pemuda untuk mengedukasi masyarakat, menggalang dukungan, memobilisasi dan memengaruhi pemilih. Sebagai contoh, pada Pemilu 2019 dan Pilkada 2020 di beberapa daerah, kampanye digital oleh para politisi muda berhasil menarik perhatian banyak pemilih muda, menunjukkan betapa kuatnya pengaruh media sosial dalam dunia politik modern.
ADVERTISEMENT
Data dari We Are Social dan Hootsuite menunjukkan bahwa pada tahun 2023, lebih dari 70% penduduk Banda Aceh menggunakan media sosial secara aktif. Platform seperti Instagram, Facebook, dan TikTok digunakan secara luas untuk menyebarkan informasi tentang kampanye politik, kegiatan sosial, dan berbagai aktivitas komunitas. Dalam konteks Pilkada, media sosial berperan sebagai alat penting untuk menjangkau berbagai segmen konstituen, termasuk pemilih muda.
Kaum muda di Banda Aceh juga menawarkan visi baru yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Pemuda relatif fasih dan lebih fokus kepada isu-isu yang sering kali gagap diucapkan dan sedikit terabaikan oleh para politisi senior, seperti isu lingkungan hidup, pendidikan, dan kesejahteraan sosial. Salah satu contohnya adalah program urban farming yang digagas oleh sekelompok pemuda di beberapa kota besar di Indonesia, yang tidak hanya membantu meningkatkan ketahanan pangan lokal, tetapi juga menciptakan ruang hijau di tengah kawasan urban yang kian padat.
ADVERTISEMENT
Visi pemuda untuk pembangunan kota tidak hanya berfokus pada aspek fisik semata, tetapi juga pada pengembangan sumber daya manusia. Pemuda kerap menjadi inisiator program-program pelatihan dan pengembangan keterampilan bagi masyarakat, peningkatan akses pendidikan, serta dukungan untuk inisiatif kewirausahaan. Projek seperti "Aceh Creative Hub" telah berhasil menarik perhatian dan dukungan dari berbagai pihak, menunjukkan bagaimana visi baru ini dapat diimplementasikan dengan efektif.
Selain itu, pemuda juga lebih mahir dalam mengadvokasi pengembangan infrastruktur, seperti perbaikan jalan, pembangunan fasilitas umum yang memadai, dan peningkatan akses terhadap layanan kesehatan. Pemuda memahami bahwa infrastruktur yang baik adalah dasar dari kemajuan kota, yang bermuara pada peningkatan kualitas hidup masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kaum muda sangat menghargai kolaborasi dan partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan. Pemuda bisa dengan mudah berbaur dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan komunitas lokal. Pendekatan kolaboratif telah terbukti efektif dalam menyelesaikan berbagai masalah, termasuk persoalan perkotaan yang kompleks.
ADVERTISEMENT
Buntut dari kebiasaan kolaboratif, pemuda dituntut untuk bisa mengedepankan transparansi dan akuntabilitas. Pemuda juga menjadi pihak yang paling cerewet dalam menuntut agar pemerintah lokal lebih terbuka dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan anggaran. Melalui dukungan teknologi seperti aplikasi e-government dan platform transparansi publik lainnnya, pemuda beserta elemen masyarakat berusaha memastikan bahwa semua warga memiliki akses yang sama terhadap informasi dan dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan kota.

Tantangan dan Upaya Mengatasinya

Meskipun demikian, jalan yang harus ditempuh tidak semulus penjabaran fakta di atas. Kaum muda di Banda Aceh masih menghadapi banyak tantangan dalam rangka menjemput hak partisipasinya ke pentas politik kota. Pemuda seolah harus menempuh jalan sunyi tak berujung demi menggapai angan-angan kesetaraan sosial yang di dalamnya terdapat ketiadaan diskriminasi usia (ageisme). Kurangnya dukungan dari struktur politik yang ada, dianggap masih belum cukup pengalaman dan terbatasnya akses ke sumber daya seolah menjadi inter-barrier bagi mereka yang sudah memiliki kesadaran terhadap dinamika politik.
ADVERTISEMENT
Beberapa tantangan utama yang dihadapi termasuk resistensi dari generasi lebih tua yang cenderung mempertahankan status quo, serta kendala dalam hal pendanaan dan sumber daya untuk mengimplementasikan proyek-proyek inovatif. Selain itu, masih ada masalah infrastruktur yang harus diatasi, seperti akses internet yang tidak merata, kesempatan mengecap manisnya pendidikan yang terbatas dan masih banyak fasilitas publik yang belum memadai.
Tantangan lain yang harus dihadapi adalah masalah birokrasi yang berbelit-belit, yang sering kali menghambat pelaksanaan program-program baru. Kaum muda juga perlu menghadapi masalah persepsi publik, di mana banyak orang masih meragukan kemampuan mereka dalam memimpin dan mengelola proyek-proyek besar.
Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, kaum muda perlu membangun jaringan yang kuat dan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Pemuda dapat bekerja sama dengan organisasi non-pemerintah, lembaga filantropis, dan bahkan komunitas internasional untuk mendapatkan sumber daya yang dibutuhkan. Selain itu, pemuda juga dapat memanfaatkan teknologi dan inovasi untuk mengatasi berbagai kendala yang ada.
ADVERTISEMENT
Dalam menghadapi resistensi dari generasi yang lebih tua, kaum muda perlu menunjukkan bahwa mereka memiliki kemampuan dan komitmen yang kuat untuk memimpin. Pemuda dapat melakukannya dengan cara membangun rekam jejak yang baik, menunjukkan hasil nyata dari program-program yang telah dijalankan, dan terus meningkatkan kapasitas diri melalui berbagai program pelatihan dan pendidikan.

Harapan ada di Masa Depan

Dengan berbagai potensi yang dimiliki, pemuda Banda Aceh dapat dikategorikan sebagai agen perubahan yang determinatif. Melalui inovasi, kolaborasi, dan semangat juang yang tak kenal lelah, pemuda dapat membawa Banda Aceh menuju masa depan yang lebih cerah dan berkelanjutan. Pendapat Albert Camus menggarisbawahi bahwa kebebasan dan tindakan pemuda dalam memperjuangkan perubahan adalah bentuk perlawanan terhadap stagnasi yang ada, memberikan harapan baru bagi pembangunan kota tercinta.
ADVERTISEMENT
Kaum muda Banda Aceh tidak hanya memiliki potensi untuk memimpin, tetapi juga untuk menghadirkan suasa kota yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan. Dengan dukungan yang tepat dan komitmen untuk terus berada di garis perjuangan, pemuda bisa mengubah wajah Banda Aceh menjadi model pembangunan daerah urban yang dapat ditiru oleh kota-kota lain di Indonesia. Dengan semangat serta tekad yang kuat, sudah selayaknya pemuda menjadi motor gerakan perubahan yang sistematis dan tidak utopis.
Dalam jangka panjang, kaum muda Banda Aceh dapat memainkan peran penting dalam menciptakan kota yang lebih baik. Pemuda memiliki potensi untuk menjadi pemimpin masa depan visioner yang mampu membawa perubahan positif bagi masyarakat. Pemuda diharapkan dapat menjawab berbagai tantangan zaman dan membawa Banda Aceh menuju masa depan yang lebih cerah. Peran kaum muda dalam Pilkada Banda Aceh sangat penting dalam upaya membawa kota kepada arus perubahan yang lebih positif.
ADVERTISEMENT
Sebagai penutup, penulis mendesak para pemuda untuk mulai mengepalkan tangan dan menyingsingkan lengan. Sudah saatnya kaum muda turut berpartisipasi dalam mendobrak ruang pengap pembangunan yang kian menyesakkan. Kembalikan khittah anak muda sebagai simbol kebebasan pikiran dan ruh dari gagahnya derap langkah pembangunan.