Jurang Kepergian

Lestari Anfa' Ma'rifah
Mahasiswa Universitas Pamulang Prodi Sastra Indonesia
Konten dari Pengguna
27 Juni 2023 12:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lestari Anfa' Ma'rifah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dia mengajakku bermain ke tempat wisata yang berada di daerahku yang sedang terkenal karena keindahan alamnya. Dia memaksaku. Kami berdua mengendarai motor, berangkat ke Negeri Di Atas Awan. Pada awalnya, semua berjalan dengan baik sampai tiba-tiba saja dia meminta pengertianku untuknya meninggalkan diriku sendiri di tengah perjalanan sementara dia kembali ke tempat semula untuk mengambil sesuatu yang tertinggal. Meskipun aku tidak terima ditinggal seperti itu, akhirnya aku menurut karena aku memercayainya. Seperti apa yang kupercayai, dia kembali tak lama setelah mengambil sesuatu itu. Belum lama kami melanjutkan perjalanan, dia seperti menerima kabar, entah dari siapa, yang mengharuskan dia untuk pergi mengurusi urusannya itu. Aku pikir, karena dia benar harus pergi, aku juga tentu akan ikut pulang bersamanya. Tetapi dia memintaku untuk tidak mengikutinya pulang. Katanya hanya sebentar saja, jadi aku harus menunggu di tempat itu dengan sabar. Tentu saja aku tidak menerimanya. Kenapa aku harus ditinggal di tempat asing sementara tempat yang akan dia tuju itu melewati rumahku? Maksudku, kami kan, searah. Aku kesal, dia yang memaksaku untuk pergi bersamanya, tetapi dia yang membatalkan rencana dan parahnya, dia ingin meninggalkan aku di tempat yang di sana tidak ada orang yang kukenal!
ADVERTISEMENT
Setelah berdebat panjang, akhirnya dia mengatakan akan menitipkanku kepada temannya yang tinggal tak jauh dari tempat kami berdebat. Ini aneh, karena dia tiba-tiba saja memiliki teman di daerah terpencil yang sangat kecil kemungkinannya untuk kenal dengan salah satu penduduk di sana sementara dia juga tidak pernah mengunjungi daerah itu.
ilustrasi jurang di pinggir jalan. Sumber: dokumen pribadi.
Rumah temannya sungguh unik—lebih kepada aneh, karena berada di bawah tanah. Ini bukan seperti rumah bawah tanah modern yang sudah sering kalian liat dimiliki orang luar negeri melalui film atau media sosial. Jika pun ada dalam film, itu pasti bergenre sains-fantasi-misteri. Rumah itu terletak di jurang di pinggir jalan raya. Aku tidak akan tau di sana ada rumah jika tidak diberitahu oleh dia. Di pinggir jalan itu adalah jurang, di sana ada semacam lubang yang ditutupi sesuatu semacam rumput, tanah dan ilalang. Jika ingin masuk ke dalam rumah, kita harus masuk melalui lubang tersebut.
ADVERTISEMENT
Saat aku memasuki lubang tersebut, dia mendorongku sampai aku terjatuh dan pingsan. Dia meninggalkanku saat itu juga. Ketika aku tersadar, aku sudah berada di dalam rumah si teman. Aku melihat, ternyata rumahnya sangat mewah dan antik. Ini seperti rumah mewah yang perabotnya terbuat dari kayu termahal dengan kualitas terbaik sedunia dan batu marmer yang sangat cantik. Suasana di dalam rumah ini sangat natural, seakan berada di alam tetapi juga seperti di dalam mansion mahal yang mewah, sekaligus rumah modern yang canggih. Aku melihat tangga melingkar untuk masuk ke dalam rumah yang terhubung dari lubang di atas tanah itu terbuat dari semacam sulur akar pohon raksasa yang dipahat atau dibentuk sedemikian rupa yang menjuntai dari atas ke bawah setinggi sepuluh meter. Aku jatuh dari atas sana dan langsung mendarat di lantai yang terbuat dari marmer, sungguh ajaib karena aku tidak terluka dan hanya pingsan. Lalu terdapat sofa yang menempel pada dinding yang sebenarnya adalah tanah. Sofa yang menempel itu terbuat dari kayu yang mencuat dari dinding alias tanah itu seakan sofa tersebut adalah akar pohon raksasa yang dipahat. Segala yang kulihat sangat indah dan unik, sampai-sampai aku berpikir kalau aku juga ingin memiliki rumah seperti itu. Aku terkejut karena di daerahku ini terdapat rumah dengan model yang mewah dan antik seperti itu.
ADVERTISEMENT
Namun sesuka apapun aku dengan rumah itu, rumah itu tetaplah rumah asing yang dimiliki oleh orang asing. Aku merasa ketakutan saat aku menyadari bahwa aku tidak seharusnya berada di sana. Saat aku berpikir bagaimana cara untuk pergi, pemilik rumah itu muncul dan menyapaku. Ternyata, rumah itu adalah milik seorang peneliti yang meneliti tentang SDA dan SDM di daerah ini, begitu yang dia katakan padaku. Tapi aku mengetahuinya bahwa dia berbohong. Atau setidaknya dia tidak mengatakan kejujuran bahwa dia adalah peneliti yang nakal. Maksudku, dia meneliti hal lain yang berada di luar tugasnya dan tentunya itu ilegal. Dia meneliti tentang manusia seperti yang ada di film-film, memotong bagian-bagian tubuh manusia, menelitinya dan mengawetkannya ke dalam toples berisi cairan kimia tertentu. Aku melihatnya saat memutari ruangan saat mencari seseorang untuk kuminta bantuan—pemilik rumah itu atau siapapun. Di balik pintu yang terbuka sedikit, aku melihat toples-toples yang kusebutkan tadi. Dan saat dia datang, tercium darinya aroma yang tidak enak untuk aku deskripsikan. Setelah mengobrol sedikit, aku tau bahwa dia mengetahui kalau aku mengetahui rahasianya, meski dia tidak tau sebanyak apa rahasianya yang kutau. Dia menawarkanku untuk menjadi bahan penelitiannya—yang tentu langsung kutolak dengan keras. Katanya, dia hanya akan mengambil sampel darahku, potongan kukuku dan beberapa helai rambutku. Aku tahu dia berbohong, tercermin di dalam senyumannya yang mengerikan. Aku juga langsung memahami keadaannya, bahwa sebenarnya saat aku pingsan, dia sudah hampir menjadikan aku bahan penelitiannya. Aku bersumpah ini bukan cerita yang mengisahkan tentang seorang wanita dan psikopat yang terlibat cinta, tetapi dia menunjukkan gelagat bahwa dia tidak jadi melakukan itu karena dia menghormatiku, dia tertarik padaku. Dia sedikit mengatakan kebenaran bahwa dia hampir menjadikanku bahan penelitiannya namun dibalut candaan bahwa dia tidak jadi melakukannya karena aku adalah titipan dari temannya. Lima puluh-lima puluh, dia mengatakan kejujuran dan kebohongan tetapi aku mengetahui semuanya.
ADVERTISEMENT
Dia menawarkanku untuk diteliti, dan aku menolak. Sepertinya dia melepaskanku, tetapi dia mengunciku di sebuah ruangan yang hanya ada satu pintu sebagai sarana keluar dan masuk. Aku mengamuk, berteriak dan menangis. Aku memohon agar dilepaskan atau setidaknya jangan kurung aku di ruangan seperti itu. Aku berjanji bahwa aku akan membantunya apapun asal bukan dijadikan bahan penelitian dan aku akan diam, tidak akan melaporkan tentang apapun yang aku lihat di rumah itu kepada siapapun. Aku meminta dibiarkan saja di sana sampai dia—maksudku temannya, menjemputku lagi sesuai janjinya padaku. Tetapi si teman mengatakan padaku bahwa dia—temannya, telah meninggalkanku dan membuangku. Tatapan matanya terlihat tulus sehingga meskipun aku tidak mau, aku jadi memercayai perkataannya itu padaku.
ADVERTISEMENT
Tentu saja aku menangis frustrasi. Hatiku sangat sesak sampai hampir kesulitan bernapas. Jika ada orang lain selain si peneliti melihatku menangis, pasti dia mengira ini adalah tangisan patah hati karena ditinggal kekasih. Tapi tidak, ini bukan patah hati jenis itu. Ini adalah tangisan frustrasi karena sangat kesal dan jengkel karena bajingan gila itu, yang memaksaku ikut dengannya hanya untuk dijadikan tumbal penelitian seperti ini. Jika pun dia tidak mengetahui perbuatan peneliti yang diakuinya sebagai teman ini, perbuatan dia yang meninggalkanku padahal bisa membawaku ini sangat jahat. Sekarang, aku ingin pergi secara terbuka atau diam-diam pun, tidak bisa. Aku benar-benar menyesal sudah mengikuti maunya dia. Meskipun begitu, aku masih mengharapkan dia kembali untuk menjemputku, bertanggung jawab atas perbuatannya. Kalaupun bukan dia yang datang, nanti setelah aku selamat, aku pasti akan mengejarnya dan memastikan dia mendapatkan hukumannya.
ADVERTISEMENT
Waktu terus berjalan seperti menghapuskan harapanku secara perlahan. Di saat aku benar-benar putus asa dan hampir saja menyerah, akhirnya dia pun datang. Dia mengulurkan tangannya dari atas lubang rumah si peneliti itu seperti mengulurkan tangannya kepada seseorang yang tak sengaja terjerembab ke dalam lubang. Sambil mencoba membantuku keluar, dia menangis tersedu-sedu sembari terus-terusan meminta maaf. Aku pun menangis. Aku marah, tetapi juga sedikit lega karena dia akhirnya benar-benar kembali dan menarikku dari si peneliti menyeramkan itu. Beruntungnya, si peneliti membiarkankan aku pergi dengan mudah.
Saat sampai di atas tanah, dia menunduk dan berlutut di hadapanku. Dia menangis. Dia terus-menerus meminta maaf dan mengaku bersalah, Ia menyesal. Dia sangat menyesal telah meninggalkan aku. Dia menjelaskan bahwa dia sempat marah karena aku mengomel saat dia mengajakku jalan. Dia kesal dan ingin memberiku pelajaran dengan membuatku tersesat dan berakhir dengan semua yang sudah aku alami. Aku tidak bisa berkata-kata lagi, aku sangat tidak menyangka dia akan berpikir dan berbuat seperti itu padaku. Aku memang bisa melihat bahwa dia benar-benar menyesal, tetapi, aku sudah sangat kecewa. Tidak mau memedulikan perasaannya dan permintaan maafnya padaku, aku menyuruhnya untuk mengantarkan aku kembali ke rumahku. Aku ingin pulang sendiri, tetapi daerah itu sangat sepi untuk dilalui dan sangat jauh jaraknya dari rumahku jika ditempuh dengan berjalan kaki. Ini kewajiban dia, sebagai pertanggungjawabannya yang terakhir.
ADVERTISEMENT
Aku masih saja menangis sepanjang perjalanan. Aku mengutuknya dalam hati. Aku berjanji setelah aku sampai di rumah, aku akan memutuskan dia dari seluruh hidupku. Aku tidak mau lagi mengenalnya entah sebagai apapun. Tetapi belum aku sampai di rumah, aku... terbangun dari mimpiku dengan perasaan yang sangat berat.
Aku penuh keringat dan napasku tersengal seperti habis menangis kencang dan marah hebat. Semua perasaan yang kurasakan dalam mimpi masih tersisa. Aku hampir menangis lagi, dalam kenyataan kini. Aku teringat dia saat menyadari situasiku ini. Aku dan dia sudah sebulan tidak berkomunikasi karena aku meminta batasan sementara, untuk menenangkan pikiranku yang sedang kacau. Aku sedang mengalami masalah yang sangat besar. Aku membutuhkan sesorang di sampingku, tetapi dia selalu kabur. Saat dia ada, kami malah bertengkar karena dia yang tidak paham dengan situasiku, dan aku yang sedang kacau ini selalu mudah marah dan hanya memperburuk hubunganku dengannya. Aku merasa aku ini hanya menyalurkan energi buruk padanya. Maka dari itu, aku meminta waktu untuk sendiri saja meskipun aku sangat membutuhkan teman. Aku tidak ingin mempengaruhi dirinya yang ceria itu.
ADVERTISEMENT
Tapi kemudian mimpi ini kualami. Mimpi yang rasanya sangat nyata, membuatku sedikit ketakutan. Apakah ini akan menjadi mimpi yang menjadi kenyataan? Aku sungguh tidak ingin itu terjadi. Aku sudah banyak kehilangan. Dengan semua yang sudah aku alami seumur hidupku, aku sulit untuk terbuka dan dekat dengan orang lain terutama lawan jenis. Yang namanya ditinggalkan, itu tak pernah menyenangkan.
Mimpi adalah bunga tidur, takkan berarti apa-apa. Katanya. Tetapi kenyataanku mematahkan ungkapan tersebut. Beberapa bulan kemudian dia benar-benar pergi meninggalkan aku. Dia pergi bersama seseorang yang sedari awal sudah mempunyai pasangan, dengan kata lain, dia menjadi selingkuhan alias kekasih bayangan. Aku membenci perbuatan seperti itu. Aku membencinya. Aku membenci setiap mimpi burukku yang berubah menjadi kenyataan. Hatiku yang sudah rapuh dan retak ini, kini memiliki banyak remahan di bawahnya.
ADVERTISEMENT