Faktor Penyebab Tingginya Kasus Perceraian pada Pasutri Muda

Leilanda Nurjihani Taqwa
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Konten dari Pengguna
19 November 2021 14:44 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Leilanda Nurjihani Taqwa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ILUSTRASI perceraian.* Foto: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
ILUSTRASI perceraian.* Foto: Unsplash
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pernikahan adalah upaya yang ditempuh sepasang manusia untuk melembagakan tautan perasaan batin mereka dalam sebuah ikatan formal. Bagi umat beragama, menikah dipandang sebagai penyempurnaan ibadah. Beberapa sumber mendefinisikan pernikahan sebagai upacara pengikatan janji nikah yang dilaksanakan oleh dua orang (biasanya disertai perayaan) dan mengikat mereka secara resmi menurut norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Tujuan melaksanakan pernikahan ialah untuk menghalalkan sesuatu yang sebelumnya haram, hidup langgeng bersama pasangan, sakinah, mawaddah, wa rahmah.
ADVERTISEMENT
Sebagai salah satu upaya untuk menjamin tercapainya tujuan pernikahan, pemerintah juga menetapkan batas minimal usia boleh menikah. Berdasarkan amanat dari Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai revisi atas Undang-Undang No 1 tahun 1974 tentang perkawinan, pemerintah memberlakukan Undang-Undang No 16 Tahun 2019 secara resmi pada tanggal 14 Oktober 2019. Koreksi penting yang terdapat dalam Undang-Undang baru ini adalah pasal 7 yang secara eksplisit mengatur batas minimal usia menikah. Jika dalam UU 1974 sebelumnya diatur bahwa batas usia minimal menikah bagi laki-laki adalah 19 tahun dan perempuan 16 tahun, maka dalam UU Nomor 16 Tahun 2019 ini diatur bahwa batas minimal menikah baik bagi laki-laki maupun perempuan yang akan menikah adalah 19 tahun.
ADVERTISEMENT
Faktanya, banyak pasangan di Indonesia yang menikah sebelum sampai usia legal menikah, atau biasa dikenal oleh masyarakat dengan sebutan menikah muda atau pernikahan dini. Dengan mengacu pada Undang-Undang, pernikahan dini dapat diartikan sebagai pernikahan yang dilakukan oleh seseorang, baik laki-laki atau perempuan di saat usianya belum mencapai 19 tahun. Usia ini dikenal pula dengan sebutan usia remaja. Usia di mana seseorang belum mencapai fase dewasa dan belum mencapai kematangan yang sebenarnya.
Terdapat banyak faktor pendorong terjadinya pernikahan di usia muda, antara lain:
Menikah di usia muda, memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif dari menikah di usia muda, yaitu bisa mengurangi beban ekonomi orang tua. Hal tersebut dikarenakan kepala rumah tangga atau biasa disebut suami, sudah memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Adapun dampak positif lainnya, yaitu pasangan muda bisa cepat berpikir dewasa. Hal ini disebabkan karena seseorang yang menikah di usia muda akan dipaksa oleh keadaan untuk mampu berpikir sebagaimana orang dewasa pada umumnya.
ADVERTISEMENT
Sedangkan dampak negatif menikah di usia muda terbilang lebih banyak, di antaranya KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), hal ini dapat terjadi karena umumnya usia remaja belum bisa mengontrol emosinya. Selanjutnya yaitu putus pendidikan, karena seseorang yang melakukan pernikahan cenderung lebih fokus pada urusan rumah tangganya daripada melanjutkan pendidikan. Adapun dampak negatif yang terakhir, yaitu dampak kesehatan. Alasannya adalah pernikahan usia dini dapat memicu tingginya angka kematian, keguguran, dan lain sebagainya.
Kekurangan yang paling dikhawatirkan dari menikah di usia muda adalah rentan terjadinya perceraian. Hal ini dikarenakan oleh beberapa sebab, antara lain;
ADVERTISEMENT
Setelah melihat pembahasan di atas, betulkah menikah di usia muda rentan akan perceraian? Kita lihat dari data yang ada di Pengadilan Agama Kabupaten Bekasi. Pada tahun 2020 terdapat kurang lebih 150 kasus perceraian pasangan muda dari total 1.285 kasus perceraian di Kabupaten Bekasi. Pasangan muda yang bercerai rata-rata berusia 19-25 tahun, dengan umur pernikahan yang kurang dari 5 tahun. Hal-hal yang memicu terjadinya perceraian tersebut, yaitu masalah ekonomi, masalah perselingkuhan dan KDRT.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, hal-hal yang dikhawatirkan dari menikah muda terbukti menjadi alasan kuat terjadinya perceraian pada pasangan muda. Contohnya dari aspek ekonomi, karena usianya yang masih muda rata-rata belum memiliki pekerjaan tetap. Sehingga tidak dapat melengkapi kebutuhan rumah tangga. Adapun kasus perselingkuhan bisa terjadi karena jiwa remaja cenderung masih labil, dan kebanyakan di usia mereka itu masih menganggap bahwa cinta atau suatu hubungan adalah hal yang sepele. Sedangkan kasus KDRT sering terjadi karena remaja sering melakukan tindakan impulsif dan masih sulit mengendalikan emosi. Maka mereka bisa melakukan kekerasan tanpa pikir panjang.
ADVERTISEMENT
Dari data-data dan penjelasan tersebut, maka dapat dilihat bahwa menikah di usia muda terbukti menyebabkan tingginya angka perceraian. Oleh karena itu, kita harus memperhatikan aspek usia untuk melakukan pernikahan. Agar meminimalisir terjadinya perceraian pasangan muda, dan untuk menjaga kesehatan mental maupun finansial pasangan muda pula.