Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Pertemuan Dunia Barat dan Timur di Nagasaki
4 November 2018 23:59 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
Tulisan dari Leny Marliani Peserta Sesdilu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Patung Perdamaian di Nagasaki, dibangun sebagai tanda pengingat agar bencana bom atom tidak pernah terjadi lagi di muka bumi (Dok. Pribadi).
ADVERTISEMENT
Nagasaki yang terletak di Pulau Kyushu, Jepang, sangat identik sebagai kota yang pernah mengalami serangan bom atom. Di balik itu semua, Nagasaki ternyata memiliki sisi sejarah lain sebagai tempat awal masuknya pengaruh barat ke Jepang, hingga mendorong berkembangnya Jepang sebagai negara industri.
Dalam kesempatan kunjungan ke Nagasaki, banyak ditemukan sisi menarik dari Nagasaki yang layak untuk dicermati.
Nagasaki dan Masuknya Agama Kristen di Jepang
Buku berjudul In Search of Japan’s Hidden Christians: A Story of Secrecy, Suppression, and Survival karya John Dougill, menceritakan awal mula agama Kristen masuk ke Jepang pada tahun 1549 oleh misionaris Francis Xavierius.
Walau demikian, agama baru ini mulai mendapat pengaruh kuat di Jepang di awal abad 17, khususnya di wilayah Nagasaki dan sekitarnya, di mana Daimyo atau bangsawan feodal Jepang juga turut menjadi pengikutnya.
ADVERTISEMENT
Melihat semakin berkembangnya agama ini, Shogun Ieyasu Tokugawa mulai mepersekusi para penganut agama Kristen, yang akhirnya memicu pemberontakan penganut katolik di Shimabara. Pemberontakan tersebut dipimpin oleh pemuda berusia 17 tahun bernama Shiro Amakusa.
Patung Shiro Amakusa, sang “Samurai Kristus” yang memimpin pemberontakan Shimabara melawan Shogun Tokugawa. Amakusa yang saat pemberontakan masih berusia 17 tahun gugur Bersama 27.000 pemeluk Katolik Jepang, dan sampai saat ini banyak umat Kristen Jepang menganggapnya seperti orang suci (Foto: Dok. Pribadi)
Pasca ditumpasnya pemberontakan tersebut, Shogun Tokugawa melarang agama Kristen di Jepang, mengusir semua pedagang asing dari Jepang), khususnya pedang Portugis (karena beragama Katolik seperti para pemberontak di Shimabara), dan menutup Jepang dari dunia luar.
ADVERTISEMENT
Hanya para pedagang Belanda yang diperbolehkan beroperasi di Nagasaki karena mereka Protestan dan tidak menyebarkan agama mereka di Jepang. Kapal Belanda juga ikut serta dalam penumpasan pemberontakan di Shimabara.
Katedral Katolik Oura di Nagasaki dibangun tahun 1864 setelah pelarangan Agama Kristen di Jepang berakhir pada tahun 1853. Katedral Oura ini adalah gereja Kristen tertua di Jepang (Foto: Dok. Pribadi).
Selama pelarangan agama Kristen itu, banyak para penganut Kristiani di Nagasaki dan sekitarnya menyembunyikan keimanan mereka untuk menghindari persekusi.
Seiring dihapuskannya pelarangan agama Kristen di Jepang di tahun 1853, beberapa gereja dan katedral mulai bermunculan di Nagasaki, dan yang paling utama adalah Katedral Oura yang merupakan gereja tertua di Jepang. Di tahun 2018, katedral ini dinobatkan sebagai Situs Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO.
ADVERTISEMENT
Pos Dagang VOC dan Masuknya Pengaruh Barat ke Jepang
Pulau Dejima saat ini yang sudah menyatu dengan Kota Nagasaki. Dari tahun 1641 sampai 1853 pulau tersebut disewakan oleh Keshogunan Tokugawa kepada VOC. Dari tahun 1795-1815 saat seluruh Belanda dikuasai oleh Napoleon (termasuk Hindia Belanda), hanya di Pulau Dejima inilah bendera Belanda masih berkibar (Foto: Dok. Pribadi)
Kita tentu pernah mendengar mengenai VOC (Perusahaan Dagang Hindia Belanda) yang bagi sebagian dari kita mengenalnya sebagai penjajah Belanda.
Sebenarnya VOC adalah perusahaan dagang Belanda yang misi utamanya mengeksplorasi pasar, mencari bahan mentah dan memasarkan barang dagangan mereka, yang akhirnya membawa mereka ke Jepang.
Ruangan tempat minum-minum di salah satu rumah tua bekas pedagang Belanda di Pulau Dejima. Melalui pulau ini bangsa Belanda memperkenalkan banyak hal seperti strawberi, kubis, tomat, dan bir ke Jepang. Namun yang terpenting adalah mereka juga memperkenalkan ilmu pengetahuan dan teknologi Barat ke Jepang yang akhirnya dipelajari oleh bangsa Jepang (Foto: Dok. Pribadi).
ADVERTISEMENT
Merujuk situs resmi dari Nagasaki Prefecture Convention & Tourism Association (PCTA), dari tahun 1641 sampai 1853 VOC atau pedagang Belanda menjadi satu-satunya orang asing yang diperbolehkan berdagang di Jepang.
Selama periode itu, mereka tinggal di pulau buatan yang dihubungkan dengan sebuah jembatan dengan Nagasaki. Pulau tersebut bernama Pulau Dejima yang sampai sekarang masih bisa kita lihat di Nagasaki.
Sebelumnya pedagang Portugis menempati pulau tersebut, namun setelah pemberontakan orang Katolik di Shimabara, mereka semua diusir dari Jepang.
“Pohon Dejima” ini merupakan jenis pohon Arucaria yang didatangkan dari Jakarta (waktu itu masih bernama Batavia) oleh pedagang Belanda dan ditanam di Pulau Dejima di pertengahan abad 19. Sampai sekarang pohon ini masih bisa kita temui di Pulau Dejima, Nagasaki (Foto: Dok. Pribadi)
ADVERTISEMENT
Keberadaan Belanda yang cukup lama di Nagasaki memberikan pengaruh yang sangat besar bagi budaya Jepang. Bangsa Belanda-lah yang memperkenalkan stroberi, kubis, tomat, kopi, cengkeh, dan bir ke Jepang melalui pulau ini.
Bangsa Belanda juga memperkenalkan fotografi, piano, biliar, badminton, dan yang terpenting adalah ilmu pegetahuan dari Barat melalui puluhan ribu buku dari berbagai disiplin ilmu.
Revolusi Industri Jepang di Nagasaki
Pulau Hashima di lepas Pantai Nagasaki. Pulau yang sering disebut sebagai “Gunkanjima” (pulau Kapal Perang) ini dulunya merupakan tambang batu bara yang ditinggali sampai 5000 pekerja dan keluarganya. Bangunan di tengah pulau adalah asrama tempat tinggal dan sekolah bagi keluarga para pekerja (Foto: Dok. Pribadi)
Peran penting lain Nagasaki dalam panggung sejarah adalah sebagai salah satu kota kunci dalam revolusi industri Jepang di paruh kedua abad 19. Pada tahun 1853, Jepang kedatangan kapal Amerika Serikat yang dipimpin oleh Komodor Perry lengkap dengan teknologi persenjataannya yang memaksa Shogun Tokugawa membuka pelabuhan Jepang bagi kapal-kapal asing.
ADVERTISEMENT
Saat itu Bangsa Jepang akhirnya sadar bahwa kebijakan menutup diri mereka selama ini salah, dan bahwa mereka tertinggal dalam hal kemajuan teknologi dari dunia luar.
Paska Restorasi Meiji, Jepang belajar banyak dari Barat khususnya mengenai teknologi hingga dalam waktu yang singkat mereka berhasil memodernisasi industri mereka, pada akhir abad 19 Jepang berhasil sejajar dalam hal kemajuan teknologi dengan Eropa maupun Amerika.
Nagasaki menjadi salah satu kota terpenting, di mana industri perkapalan pertama Jepang yang dipelopori oleh Mitsubishi bermula di pelabuhan Nagasaki. Selain itu industri baja, penambangan batu bara dan perdagangan juga berkembang di Nagasaki.
Pelabuhan Nagasaki dengan crane milik Mitsubishi merupakan salah satu tempat yang mendorong lahirnya revolusi industri Jepang. (Foto: Dok. Pribadi)
ADVERTISEMENT
Masuknya Agama, Perdagangan dan Teknologi Asing di Nagasaki
Bangsa Jepang memiliki pendekatan yang berbeda terhadap masuknya berbagai pengaruh asing seperti agama, teknologi hingga masuknya pedagang asing ke Jepang.
Walaupun pada awalnya agama kristen dilarang berkembang di Jepang, umat kristiani Jepang tetap bertahan dan beribadah secara sembunyi-sembunyi hingga akhirnya larangan tersebut dihapus pasca restorasi meiji.
Jepang yang pada awalnya membatasi intensitas perdagangan mereka dengan bangsa asing, kemudian menyadari bahwa hal tersebut ternyata membuat mereka tertinggal dari pesatnya perkembangan di Eropa dan Amerika Serikat.
Menyadari kesalahan pendekatan terhadap dua hal tersebut, Bangsa Jepang mengambil pendekatan yang jauh berbeda terhadap teknologi asing. Mereka menyerap sebanyak-banyaknya teknologi tersebut dan dalam waktu singkat dapat mengembangkan teknologi mereka sendiri, tanpa menghilangkan nilai dan jati diri mereka.
ADVERTISEMENT
Dari kota Nagasaki kita bisa belajar untuk bisa menyerap pengaruh budaya asing tanpa harus kehilangan jati diri nasional.