Konten dari Pengguna

Golongan Orang-orang yang Bersedih saat Bulan Ramadhan Pergi

Lentera Ramadhan
Ilmu dan iman harus menjadi lentera dalam menyambut Ramadhan.
12 Mei 2021 11:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lentera Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana salat Tahajud di Masjid Nabawi, Madinah, pada malam 29 Ramadhan 1442 H. Foto: Twitter/ @wmngovsa
zoom-in-whitePerbesar
Suasana salat Tahajud di Masjid Nabawi, Madinah, pada malam 29 Ramadhan 1442 H. Foto: Twitter/ @wmngovsa
ADVERTISEMENT
“Marhaban ya Ramadhan Ma'a al-Salamah ila alliqa"
Ketika berada di penghujung Ramadhan, kita dianjurkan untuk mengucapkan kalimat di atas untuk melepas bulan penuh kemuliaan ini.
ADVERTISEMENT
Di akhir ramadhan, Rasulullah dan para sahabat merasakan kesedihan yang begitu mendalam. Berbeda dengan kita, yang justru senang dan merayakannya dengan keceriaan. Sebab, tumbuh ketakutan di dalam benak Rasul dan para sahabat jika mereka belum tentu bisa menyambut bulan suci tersebut di masa mendatang.
"Apabila tiba akhir ramadhan, menangislah langit, bumi dan malaikat." tutur Rasulullah, yang kemudian ditanya oleh para sahabat, "Musibah apa itu ya Muhammad?"
Rasulullah menjawab: "Musibah hilangnya ramadhan, karena di bulan itu setiap doa dikabulkan, setiap sedekah diterima, setiap kebaikan digandakan, dan azab Allah dijauhkan."
Umat Muslim melaksankan salat di Masjidil Haram saat bulan suci Ramadhan. Foto: Dok. pemerintahan arab saudi
Dikutip dalam buku The Power of Ramadhan karya DR. Syamsul Yakin, disebutkan bahwa Rasulullah memperingatkan kita, menjelang akhir ramadhan seharusnya membuat umat muslim kian menginsyaf diri, merapat dan mendekat ke kehadirat-Nya.
ADVERTISEMENT
Lalu, apakah di antara kita ada yang bersedih seperti sedihnya langit, bumi dan malaikat? Tentunya pertanyaan ini hanya diri kita yang bisa menjawab.
Tetapi bisa juga kita bercermin pada teori al-ghazali atau Ghazall's Theory of Vertue tentang tingkatan orang-orang yang berpuasa, yakni:
1. Puasa orang awam. Puasa ini sekadar menahan lapar dan haus. Bisa jadi kelompok ini akan merasa suka cita dengan berakhirnya Ramadhan. Sebab, puasa mereka baru sekadar ritual formalitas yang miskin nilai spiritual.
2. Puasa orang khusus. Puasa kelompok ini sudah mampu mencapai tingkat pertama dan dilanjutkan dengan memuaskan indera. Seperti puasa mendengar, melihat, mengendalikan tangan dan kaki, termasuk mengendalikan kata-kata.
Bisa dipastikan kelompok kedua ini merasa sedih apabila Ramadhan berakhir. Bahkan mereka menginginkan Ramadhan sepanjang tahun. Seperti yang dinyatakan Rasulullah
ADVERTISEMENT
"Seandainya umatku tahu apa yang ada di bulan Ramadhan, pasti mereka menginginkan agar setahun itu bulan Ramadhan seluruhnya. Karena di bulan itu Allah menebar kebaikan, doa dikabulkan, amal diterima, dosa diampuni dan dirindukan oleh surga."
3. Puasa orang super khusus. Puasa kelompok ini adalah orang yang sudah mencapai tingkatan kelompok pertama dan kedua, dan ditambah dengan 'memuasakan hati-nurani'. Inilah puncak tertinggi ibadah puasa yang menghasilkan kesadaran hati, kesadaran akan kehadiran Allah, dan kemampuan menjadi potret Allah di muka bumi.
Di tingkatan manakah kita berada? kembali lagi, hanya diri kita yang bisa menjawabnya.