Kisah Abdullah bin Ubay, Potret Orang Munafik di Masa Rasulullah

Lentera Ramadhan
Ilmu dan iman harus menjadi lentera dalam menyambut Ramadhan.
Konten dari Pengguna
8 Mei 2020 9:47 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lentera Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
lustrasi Al quran. Foto : Jamal Ramadhan/kumparan
Nifaq atau munafik dalam Islam adalah sifat seseorang yang selalu ingin menampakkan kebaikan dan berupaya untuk menyembunyikan keburukan. Terdapat 3 karakter orang munafik, yakni apabila ia bicara maka dia berdusta, apabila ia berjanji maka ia tidak menepati dan apabila diberi amanah maka ia berkhianat.
ADVERTISEMENT
Kisah mengenai seseorang yang munafik sudah ada sejak zaman Rasulullah.
Dilansir dari laman Nahdlatul Ulama Online, ada seorang tokoh yang munafik bernama Abdullah bin Ubay. Ia begitu membenci Rasulullah karena menganggapnya sebagai penghalang dirinya untuk menjadi penguasa Madinah. Sejak Rasul dan para sahabat hijrah ke kota Madinah, terjadi perubahan dalam tatanan politik di Madinah.
Awalnya, Abdullah bin Ubay direncanakan akan diangkat sebagai tokoh dan penguasa Madinah. Namun setelah Nabi Muhammad datang ke Madinah, pengaruh Abdullah menjadi pudar. Hingga akhirnya Nabi Muhammad lah yang menjadi pemimpin Kota Madinah. Hal itu yang membuat Abdullah bin Ubay menaruh kebencian dan kedengkian terhadap Nabi Muhammad.
Dilansir dari 49 Teladan dalam Al-Quran, karya Ririn Rahayu Astutiningrum. Ketika bersama Rasulullah, Abdullah mengaku beriman dan beribadah layaknya umat Islam namun ketika dia sudah berpisah dengan Rasul, dia kembali kepada agamanya yang lama. Ia menjelek-jelekkan umat Islam dan Rasulullah. Selain itu Abdullah bin Ubay juga kerap mengadu domba dan menjadi provokator dalam kerusuhan.
ADVERTISEMENT
Namun ketika Abdullah bin Ubay jatuh sakit hingga akhirnya meninggal dunia, anak laki-lakinya yang bernama Abdillah bin Abdullah bin Ubay, mendatangi Rasulullah. Dia meminta kain kafan untuk dipakai ayahnya, selain itu ia juga meminta Rasulullah agar mau menyalatinya.
Rasulullah pun mendatangi pemakaman, hanya saja ketika Umar melihat perbuatan Rasulullah, dia segera mengingatkan,
“Wahai Rasulullah, kenapa mau menyalatkan Abdullah bin Ubay? padahal dia adalah seorang yang munafik. Bukankah Allah melarang untuk menyalatkan orang-orang munafik?.”
Rasulullah pun menjawab kalau beliau mendapat pilihan dari Allah antara mendoakan atau tidak, dan Rasulullah memilih berdoa untuk Abdullah bin Ubay bin Salul. Setelah Rasulullah SAW menyalatkan, barulah turun ayat:
Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik. (QS. At-Taubah:84).
ADVERTISEMENT