Meneladani Umar bin Khattab dalam Berikhtiar Menangani Pandemi

Lentera Ramadhan
Ilmu dan iman harus menjadi lentera dalam menyambut Ramadhan.
Konten dari Pengguna
24 April 2020 10:10 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lentera Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi gurun di Arab Foto: AFP/Mohamed el-Shahed
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gurun di Arab Foto: AFP/Mohamed el-Shahed
ADVERTISEMENT
Khalifah Umar bin Khattab pernah menghadapi masa yang sulit. Yakni, ia harus berhadapan dengan wabah kolera yang menyerang Suriah. Pada waktu itu, Suriah baru saja dikuasai oleh umat Islam. Umar dan rombongan berencana mengunjungi wilayah tersebut.
ADVERTISEMENT
Umar tidak panik akan kenyataan tersebut. Ikhtiar yang ia lakukan pertama adalah menggelar rapat. Ia meminta pendapat masyarakat apakah akan melanjutkan perjalanan atau malah membatalkannya.
Sebagian kaum Muhajirin (sebutan untuk pengikut Nabi Muhammad yang hijrah meninggalkan Kota Mekkah) ingin melanjutkan perjalanan tersebut. Sementara itu, yang lainnya tak setuju.
Karena perbedaan pendapat tersebut, ia meminta pandangan dari kaum Anshar (mereka yang menerima hijrah kaum Muhajirin). Hasilnya sama, ada yang setuju dan ada yang menolak.
Hingga akhirnya, ia membuat rapat yang ketiga kalinya. Ia mengundang orang Quraish yang telah berhijrah.
“Menurut kami, engkau beserta orang-orang yang bersamamu sebaiknya kembali ke Madinah dan janganlah engkau bawa mereka ke tempat yang terjangkit penyakit itu,” kata sejumlah sesepuh Quraisy, sebagaimana dikutip dari buku Pesona Akhlak Nabi (Ahmad Rofi’ Usmani, 2015).
Ilustrasi Unta Foto: Shutter Stock
Atas pendapat tersebut, Umar bin Khattab akhirnya membatalkan perjalanan tersebut. Ia dan rombongannya pulang ke Madinah. Meski begitu, masih ada yang mempertanyakan keputusan bulat Umar.
ADVERTISEMENT
“Apakah engkau melarikan diri dari ketentuan Allah?” tanya Panglima Perang Abu Ubaidah bin Jarrah kepada Umar sebagaimana dikutip dari NU Online, Kamis (23/4).
Umar tak menampik dirinya dan rombongan lepas dari ketentuan Allah. Akan tetapi, ia memberikan analogi soal ketentuan Allah itu dengan mengembala unta.
“Jika engkau menggembalakan unta-untamu di tempat yang hijau, menurutmu bukankah itu karena ketentuan Allah? Demikian halnya jika engkau menggembalakannya di tempat yang kering kerontang,” tanya Umar.
Mendengar penjelasan tersebut, panglima tersebut setuju dan rela untuk kembali ke Madinah.
(ART/SLM)