Atraksi Pukul Sapu Lidi Morella, Tradisi Mengenang Pejuang di Maluku

Konten Media Partner
13 Juni 2019 11:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Atraksi Pukul Sapu Lidi Morella, (12/6). Dok : Lentera Maluku
zoom-in-whitePerbesar
Atraksi Pukul Sapu Lidi Morella, (12/6). Dok : Lentera Maluku
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lentera Maluku. Ratusan warga datang dari berbagai daerah di Pulau Ambon. Tak ketinggalan wisatawan manca negara turut hadir. Mereka rela datang demi menyaksikan tradisi Pukul Sapu Lidi atau acara Pukul Menyapu di Negeri Morella, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Rabu (12/6).
ADVERTISEMENT
Tradisi ini sudah menjadi tradisi turun temurun sejak tahun 1646, yang dilaksanakan setiap tujuh hari setelah Lebaran. Dalam bahasa daerah Morella, masyarakat menyebutnya 'Palasa' atau 'Baku Pukul Manyapu' yang artinya saling memukul dengan sapu lidi.
Pada pelaksanaannya, para peserta yang merupakan pemuda Morella dibagi dalam dua kelompok atau regu. Tiap regunya berjumlah minimal 10 orang dengan memakai celana pendek, bertelanjang dada, serta memakai pengikat kepala merah (kain berang).
Pukulan Penghormatan dari para pejabat (12/6). Dok: Lentera Maluku
Kedua regu tersebut, saling berhadapan. Setiap orang memegang batang lidi 'enau' yang berukuran besar (lingkaran pangkal 0,5 cm dan bonggolnya selebar 3-5 cm). Kemudian mereka saling memukul tubuh lawannya hingga luka dan berdarah secara bergantian.
Menariknya, meskipun tubuh para pemuda itu sudah terluka, tidak ada yang marah apalagi dendam. Sebab luka dan darah itu merupakan simbol perjuangan melawan penjajah.
ADVERTISEMENT
Alkisah, atraksi ini awalnya merupakan permainan anak-anak di Benteng Kapahaha, Morella. Jauh sebelum adanya perang melawan VOC Belanda. Dan untuk pertama kalinya tradisi ini mulai dipentaskan kembali, setelah perang berakhir tahun 1646, yaitu pada saat acara perpisahan Kapitan dan Malesi yang berjuang mempertahankan Benteng Kapahaha dari VOC Belanda.
Atraksi Pukul Sapu Lidi . (12/6). Dok: Lentera Maluku
Pada perpisahan tersebut, turut pula rombongan pemuda Kapahaha yang mempertunjukkan atraksi Pukul Sapu Lidi. Para kapitan dan malesi larut dalam atraksi itu. Luka dan darah hasil saling pukul dengan sapu lidi pun dapat mengingatkan kembali perjuangan berdarah pada Perang Kapahaha selama sembilan tahun, yang dipimpin langsung oleh Kapitan Telukabessy.
Pantauan Lentera Maluku, dalam acara ini, melibatkan beberapa atraksi seperti bambu gila, cakalele dan tari-tarian adat Morella. Sebelum tradisi ini dimulai, didahulukan dengan penyulutan obor Kapitan Telukabessy.
ADVERTISEMENT
Turut hadir juga Staf Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia (SDM), Drs. Abdul Halim Daties, MM, untuk memberikan sambutan, mewakili Gubernur Maluku, Murad Ismail.
Halim mengatakan momentum pergelaran seni budaya yang dilaksanakan warga Morella adalah perayaan yang ditunggu-tunggu oleh para wisatawan, baik itu wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara. Bahkan, menurutnya, atraksi Pukul Sapu Lidi ini, sudah menjadi ikon salah satu wisata budaya di Maluku.
Sambutan Gubernur Maluku, yang diwakili oleh Staf ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia (SDM), Drs. Abdul Halim Daties MM., (12/6). Dok : Lentera Maluku
Halim juga menyebut atraksi baku pukul manyapu adalah salah satu budaya yang sangat unik, dan sudah menjadi tradisi masyarakat negeri Morella.
Kata dia, atraksi Pukul Manyapu merupakan manifestasi dari perjuangan para leluhur. Di antaranya adalah Kapitan Telukabessy, yang berjuang dengan berani untuk membebaskan tanah tumpah darah dari belenggu kaum penjajah.
ADVERTISEMENT
“Kisah perjuangan dan pengorbanan dari Kapitan Telukabessy, mengajarkan kita tentang sejatinya seorang pejuang rela berkorban seluruh jiwa dan raga, demi kepentingan umum, dari pada kepentingan pribadinya atau kelompoknya. Ini adalah sesungguhnya semangat dan jati diri anak Maluku yang harus dipertahankan dan dikembangkan, mengingat dewasa ini telah terjadi pergeseran pola hidup masyarakat dari pola hidup sosial religius, egaliter dan hormat kepada nilai-nilai kearifan lokal, sekarang menjadi masyarakat liberal, sekuler, individualis dan juga kapitalis”, ujar Murad.
Wakil Bupati Maluku Tengah, Marlatu L. Leleury SE., (12/6) Dok : Lentera Maluku
Pada kesempatan yang sama, Wakil Bupati Maluku Tengah, Marlatu L. Leleury SE., juga membacakan sambutan mewakili Bupati Maluku Tengah, H. Tuasikal SH. Menurutnya, pergelaran tersebut adalah agenda tahunan yang telah dikemas sebagai bagian dari industri pariwisata.
Saling memukul tanpa dendam pada Atrkasi Pukul Sapu Lidi di Negeri Morella, (12/6) Dok : Lentera Maluku
Kala itu, perang di Benteng Kapahaha berlangsung selama sembilan tahun, yang dimulai pada tahun 1637--1646.
ADVERTISEMENT
Dalam Kapata (syair), dikisahkan puncak peperangan ketika penjajah melakukan agresi militernya yaitu selama tujuh hari tujuh malam. Dan pada tanggal 27 Juli tahun 1646, VOC berhasil menyerang dari laut dengan meriam kapal.
Pertempuran berlangsung sengit, dalam detik-detik terakhir ketika benteng tidak mungkin lagi untuk dipertahankan, Telukabessy harus mundur guna menyusun kekuatan kembali melawan Belanda. Namun banyak pejuang yang gugur, bahkan Srikandi Kapahaha, Putijah (istri Telukabessy) juga gugur sebagai Pahlawan Bangsa.
Dengan jatuhnya Benteng Kapahaha, banyak masyarakat dan Kapitan ditangkap dan ditahan di teluk Sawa Telu. Beberapa di antaranya diasingkan ke Batavia.
Gubernur VOC di Ambon, kemudian memerintahkan agar Kapitan Telukabessy segera menghadap di Markas VOC, untuk bertanggung jawab atas perlawanan dan membebaskan rakyatnya yang ditahan. Jika tidak, maka seluruh rakyat yang ditawan akan dibunuh. Dengan jiwa Kapitan maka pada 19 Agustus 1646 Telukabessy menghadap Komandan Verheijden.
ADVERTISEMENT
Hingga pada akhirnya, Kapitan Telukabessy digantung mati pada tanggal 13 September 1646 di Benteng Victoria Ambon.
Setelah perlawanan Telukabessy berakhir, maka pada 27 Oktober 1646 Gubernur Gerard Demmer membebaskan pejuang-pejuang Kapahaha yang telah ditawan selama 3 bulan.
Saling memukul dengan batang lidi enau (sapu lidi) , (12/6) Dok : Lentera Maluku
Pembebasan tawanan perang Kapahaha diselingi dengan acara perpisahan, maka pada acara perpisahan itulah dipentaskan atraksi pukul sapu lidi, agar generasi muda tidak melupakan perjuangan para leluhur, bahwa di Benteng Kapahaha Negeri Morella pernah terjadi pertumpahan darah untuk melawan penjajah. (LM2)