news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Ironis, Anak-anak Pulau Rhun Masih Butuh Berjuang Soal Pendidikan

Konten Media Partner
20 November 2019 16:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Banda Neira, (Dok. Lentera Maluku)
zoom-in-whitePerbesar
Banda Neira, (Dok. Lentera Maluku)
ADVERTISEMENT
Berdasarkan sejarahnya, Pulau Run merupakan salah satu objek rebutan dalam perang Inggris-Belanda pada abad 16 yang mana Belanda hampir sempat menukarkan Manhattan dengan pulau kecil yang terletak di Kepulauan Banda Neira, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku lewat perjanjian Breda.
ADVERTISEMENT
Pulau yang kaya akan hasil rempah pada masanya memang tidak membuat anak-anak dari Rhun kaya akan pendidikan sekarang. Setelah 350 tahun setelah Perjanjian Breda pada 31 Juli 1667, Pulau Rhun semakin tertinggalkan dan menjadi daerah yang tidak dianggap penting.
Proses Belajar Kelompok, (Dok. Lentera Maluku)
Kebutuhan penduduk yang masih minim menjadikan masalah yang belum bisa teratasi sampai sekarang. Mulai dari listrik yang masih belum ada, air bersih yang begitu minim, bahkan ondisi memprihatinkan lainnya juga adalah pendidikan.
Di Pulau Rhun terdapat 2 Sekolah Dasar dan 2 Sekolah Menengah Pertama. Ketika masuk masa ujian nasional, untuk bisa mengikuti simulasi dan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) siswa-siswi harus naik perahu motor ke Banda Neira. Karena di Pulau Rhun tidak tersedia akses internet.
Anak-anak Pulau Rhun, (Dok. Lentera Maluku)
Perjalanan dari Banda Neira ke Pulau Rhun dan sebaliknya memakan waktu hampir dua jam. Ditambah dengan kondisi alam dimana pada bulan-bulan tertentu angin laut mengakibatkan gelombang tinggi. Anak-anak bukan saja harus menyiapkan otak untuk menghadapi UNBK namun juga fisik selama perjalanan laut ke lokasi ujian. Para guru akan mempersiapkan anak-anak untuk bisa tiba di Banda Neira empat hari sebelum hari ujian.
ADVERTISEMENT
Setelah menempuh perjalanan dengan ombak besar anak-anak harus diistirahatkan terlebih dahulu. Ombak besar dan gelombang tinggi menjadi pemacu semangat siswa siswi agar dapat lulus sekolah.
Kelas Aktif Siswa-siswi Pulau Rhun. (Dok. Lentera Maluku)
Kepala Pemerintahan Pulau Rhun, Salihi Surahi menjelaskan bahwa minimnya fasilitas yang memadai untuk kebutuhan sekolah bersangkutan dengan fasilitan pemerintah.
"Walau dulunya Inggris dan Belanda menjajah orang tua kami, jangan lagi sekarang anak-anak kami dijajah negara sendiri. Saya sering membicarakan masalah ini ketika menemui pejabat daerah, namun kita masih saja menunggu dan menunggu," ujar Salihi.
Kepala Pemerintahan Pulau Rhun, Salihi Surahi, (Dok. Lentera Maluku)
Anak-anak di Pulau Rhun masih menjadi membutuhkan pendidikan yang layak. Menerjang ombak adalah bentuk bagaimana mereka menunjukan perjuangan di dunia pendidikan.