Lorang, 'Surga Tersembunyi' di Kepulauan Aru, Maluku

Konten Media Partner
24 Juli 2019 10:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hutang Mangrove di Desa Lorang. Dok: Mika Ganobal
zoom-in-whitePerbesar
Hutang Mangrove di Desa Lorang. Dok: Mika Ganobal
ADVERTISEMENT
Lentera Maluku - Sepanjang mata memandang saat memasuki Lorang, kita akan disuguhi oleh pemandangan hijau dari hutan mangrove, disambut kicauan burung, dan hamparan air laut yang mengelilingi Pulau Maekor, Koba, Kobror, dan Pulau Trangan.
ADVERTISEMENT
Lorang memiliki petuanan atau dusun yang tersebar di empat pulau itu, dengan jumlah penduduk 340 jiwa dan 73 kepala keluarga. Pusat pemerintahan desa ini berada pada Pulau Koba.
Lorang atau kerap disebut Lorang Balakoi (bala=tanah, koi=merah,) memiliki struktur tanah merah dan batuan karst. Desa ini dikelilingi oleh hutan mangrove yang dihuni oleh banyak satwa, seperti rusa, kuskus, kanguru, babi hutan, dan sekitar 200 spesies burung, salah satunya adalah The Bird of Paradise atau Cenderawasih yang merupakan satwa terlindungi dan menjadi ikon Kabupaten Kepulauan Aru.
The Bird of Paradise atau Cenderawasih, di Desa Lorang Dok: Mika Ganobal
Menariknya, bagi mereka yang baru pertama kali berkunjung ke Lorang bakal disambut dengan proses adat, dengan menggunakan daun sirih, pinang, dan perahu semang. Prosesi adat ini dipercaya sebagai bentuk simbol keterbukaan warga Desa Larang.
ADVERTISEMENT
Khusus Kepulauan Aru, hanya Desa Lorang yang menghasilkan buah langsat. Biasanya buah ini akan dipanen setiap bulan Januari sampai dengan Maret, tidak hanya langsat, ada juga buah rambutan di setiap halaman belakang rumah warga setempat.
Hutang Mangrove di Lorang. Dok: Mika Ganobal
Karena desa ini dikelilingi oleh air laut, tidak heran bila kepiting menjadi salah satu sumber penghasilan warga setempat. Sebab, para nelayan dapat dengan mudah menemukan kepiting di sekitar hutan mangrove. Kepiting juga menjadi kuliner khas desa ini, melalui tangan dingin para perempuan Lorang, bumbu racikan kepiting memiliki rasa yang khas.
Tidak hanya kepiting, tetapi kerang juga menjadi buruan masyarakat setempat, setiap hari mereka dapat menghasilkan 5-7 kilogram kepiting dan kerang. Biasanya mereka menjualnya dengan harga Rp 150.000 per kilogram.
Wisatawan Jepang yang berkunjung ke Lorang, sedang mencicipi kuliner kepiting. Dok: Mika Ganobal
Meskipun hanya menggunakan genset sebagai penerang, namun keramahan warga setempat bisa menyihir orang untuk ingin berlama-lama tinggal di Lorang. Apalagi desa ini memiliki air yang tenang, jauh dari ingar bingar kota.
ADVERTISEMENT
Masyarakat desa sering berkelakar "Kalo su inja tana mera Lorang satu kali, pasti bale lae" yang artinya kalau sudah menginjakkan kaki pertama kali di Desa Lorang, pasti akan kembali lagi.
Desa Lorang merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Aru Tengah, Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku. Dari pusat kabupaten menuju Lorang, dibutuhkan kurang lebih dua jam perjalanan dengan menggunakan speedboat, namun bila menggunakan motor laut bisa menghabiskan waktu 6 jam.
Para pengunjung yang datang ke hutan mangrove Desa Lorang. Dok: Mika Ganobal
Sayangnya, biaya transportasi menuju Desa Lorang sangatlah mahal, karena speedboat yang digunakan dihitung per paket yakni Rp 8-9 juta, sehingga mereka harus patungan.
“Kami berharap pemerintah daerah memperhatikan transportasi menuju Desa Lorang, agar bisa memudahkan para pengunjung yang ingin berwisata di Desa Lorang," kata salah satu warga yang tidak mau disebutkan namanya.
ADVERTISEMENT
"Memang ada kapal cepat, tetapi tidak rutin, yaitu seminggu sekali di setiap hari Jumat saja," tambahnya.
Wisatawan dari Belanda dan Yunani berkunjung ke Desa Lorang pada Maret 2019. Dok: Mika Ganobal
Dengan potensi yang dimiliki oleh Desa Lorang, mereka berharap pemerintah daerah dapat memperhatikan biaya transportasi, sehingga memudahkan akses bagi para wisatawan maupun para peneliti hutan mangrove dan satwa yang ada di sana. (LM1)