Melihat Prosesi Pengukuhan Raja Negeri Wakasihu di Maluku Tengah

Konten Media Partner
26 Juli 2019 19:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Raja Polanunu didampingi dua putri dari Marga Nukukoly dan putri Raja Alifuru, saat mau dikukuhkan  (26/7). Dok : Lely Mahfudz
zoom-in-whitePerbesar
Raja Polanunu didampingi dua putri dari Marga Nukukoly dan putri Raja Alifuru, saat mau dikukuhkan (26/7). Dok : Lely Mahfudz
ADVERTISEMENT
Lentera Maluku. H. Ahmad Polanunu Bin H. Abdul Basir Polanunu dikukuhkan secara adat sebagai Raja di Negeri Wakasihu, oleh Kepala Amai Walu (Bapak delapan), Mahfud Tapessy, di Baileo (rumah adat) atau dalam bahasa daerah Wakasihu, masyarakat menyebutnya Senggelisa, pada Jumat (26/7).
ADVERTISEMENT
Namun, sebelum dikukuhkan, Ahmad Polanunu harus melewati beberapa proses adat yang dimulai pada pukul 08.00 WIT di rumah marga Talanaya, rumah keturunan Kapitan Kalalataeda, untuk membacakan doa. Setelah itu Ahmad Polanunu kembali lagi ke rumahnya.
Raja Polanunu didampingi dua putri dari Marga Nukukoly dan putri Raja Alifuru di rumah Raja (26/7). Dok : Lentera Maluku
30 menit berselang, Polonunu melanjutkan perjalanannya dengan melintasi Jalan Manusela ke rumah Nahukoly, rumah leluhur. Selama perjalanan Ahmad Polanunu diantar oleh para ibu-ibu yang menggunakan kain gendong berwarna putih.
Setelah sampai di rumah Nahukoly, Polonunu menerima ritual khusus seperti didoakan, disarungi, dan dipakaikan baju Raja oleh Tete Nahu (tuan tanah atau tokoh adat dari marga Nahukoly). Dalam istilah adat Wakasihu, Rumah Nahukoly ini juga disebut sebagai Teuna Peiloko yang artinya duduk menunggu.
Tarian Cakalele untuk mengiringi perjalanan Raja (26/7). Dok : Lentera Maluku
Proses adat selanjutnya, Polonunu diantar dengan tarian Cakalele dan kain gendong ke rumah Persilete (rumah saudara) untuk membacakan doa.
ADVERTISEMENT
Setelah dari rumah Pesilete, Polonunu melewati Jalan Sialana dan masuk ke Senggelisa yaitu Baileu Negeri Wakasihu untuk dilakukan pengukuhan oleh Kepala Amai Walu.
Menurut Mahfud Tapessy, pengukuhan itu dilakukan untuk memberikan pengumuman kepada masyarakat Negeri Wakasihu yang diawali dengan kapata, sastra lisan asli Maluku.
“Saya yang melakukan pengukuhan itu, diawali dengan satu kapata”, ungkap Mahfud.
Proses Pengukuhan Raja (26/7). Dok : Lely Mahfudz
Setelah dikukuhkan, Polununu masuk ke dalam masjid yang tidak jauh dari Baileu untuk melakukan salat sunah dua rakaat.
Selanjutnya, ia kembali ke rumah diiringi dengan tarian Cakalele dan kain gendong. Kata Mahfud, yang membawa kain gendong itu hanya marga-marga tertentu saja.
Selain diiringi oleh tarian Cakalele dan kain gendong, Polonunu turut didamping oleh dua putri yang merupakan perwakilan dari marga Nahukoly dan putri Raja Alifuru bersamaan dengan pasukan Cakalele.
Gandong Eti (baju hitam dan pink) mengikuti Raja Polanunu menuju rumah Raja (26/7). Dok : Lentera Maluku
Pantauan Lentera Maluku, proses adat pengukuhan Raja Polonunun ini, juga dihadiri oleh masyarakat Desa Eti dari Kabupaten Seram Barat. Eti merupakan Desa yang mayoritasnya beragama Kristen, mereka memiliki ikatan hubungan gandong dengan Negeri Wakasihu yang merupakan mayoritas beragama Islam.
ADVERTISEMENT
Menurut informasi yang dihimpun, acara pelantikan Raja Polanunu juga akan dilakukan secara kenegaraan oleh Bupati Maluku Tengah, Tuasikal Abua, pada Sabtu (27/7). Acara pelantikan kedua itu, juga akan dihadiri oleh masyarakat dari Negeri Hatu yang memiliki ikatan Pela dengan Wakasihu di Kecamatan Leihitu Barat, dan masyarakat Negeri Asilulu dari Kecamatan Leihitu sebagai ikatan saudaranya.
Mahfud Tapessy : Kepala Amai Walu Negeri Wakasihu, (26/7). Dok : Lentera Maluku
Sementara itu, kata Mahfud, pelantikan adat yang berakhir pada pukul 09.30 WIT itu, dilanjutkan lagi usai salat Jumat.
“Nanti sebentar kita salat Jumat, ada acara lagi, acara kasih duduk tempat di masjid, karena masing-masing jabatan tertentu ada tempat khususnya di masjid”, ujarnya.
Mahfud yang juga merupakan Saniri (tetua adat) Negeri Wakasihu ini, menerangkan posisi Raja Polanunu saat melakukan salat di masjid, berada pada bagian depan samping kanan mimbar.
ADVERTISEMENT
Dijelaskan lagi, untuk masa pemerintahnya sendiri sesuai peraturan daerah, Raja atau kepala desa akan menjabat selama 6 tahun, sementara statusnya sebagai Raja Adat tidak ada batasnya. (LM1)