Mengintip Hubungan Batu Merah, Passo dan Ema pada Hari Raya Idul Adha

Konten Media Partner
12 Agustus 2019 10:10 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peserta Karnaval yang menampilkan nama marga di Batu Merah (11/8). DOk Lentera Maluku
zoom-in-whitePerbesar
Peserta Karnaval yang menampilkan nama marga di Batu Merah (11/8). DOk Lentera Maluku
ADVERTISEMENT
Lentera Maluku. Melalui Pagelaran Festival Hadrat dan Karnaval Negeri Batumerah, ada salah satu tradisi yang memadukan unsur keagamaan dan pertunjukkan budaya, dilakukan secara bersama oleh tiga negeri di Kota Ambon. Yaitu Negeri Batu Merah, Negeri Passo dan Negeri Ema, tiga negeri ini memiliki ikatan Pela Gandong (Ikatan Persaudaraan).
Atraksi pencak silat dari remaja Negeri Batu Merah (11/8). DOk Lentera Maluku
Dalam hubungan tiga negeri tersebut, masyarakat Batu Merah merupakan pemeluk agama Islam, sementara negeri Passo dan Ema memeluk agama Kristen. Meskipun demikian Passo dan Ema sangat menghormati Negeri Batu Merah sebagai Kakak. Begitu juga sebaliknya, masyarakat Batu Merah menyanyangi Negeri Passo sebagai adik Pela dan Negeri Ema sebagai adik Gandong.
ADVERTISEMENT
Hubungan tersebut diperlihatkan dalam perhelatan festival yang digelar pada Minggu (11/8), bertepatan dengan hari raya Idul Adha 1440 H, dengan mempertontonkan tari-tarian adat dari masing-masing negeri. Passo menampilkan tari Lenso dan beberapa tari lainnya, sementara tarian Perisai ditampilkan oleh warga Negeri Ema.
Tari Lenso oelh putri-putri Negeri Passo (11/8). DOk Lentera Maluku
Sementara Negeri Batumerah sebagai tuan rumah menampilkan tari Sawat, atraksi Pencak Silat dan lain-lain.
Mewakili masyarakat Negeri Batumerah Pejabat Kepala Pemerintahan Fenly Masawoy, S. STP., Ia menjelaskan bahwa event ini sesungguhnya adalah event tahunan yang dilakukan tiap Idul Adha. Namun, awalnya hanya sebatas hadrat keliling kampung.
Tarian Perisai dari Negeri Ema. (11/8). DOk Lentera Maluku
Barulah beberapa tahun terakhir mulai dikembangkan menjadi Festival hadrat dan karnaval budaya dengan menggandeng Negeri Passo dan Negeri Ema.
ADVERTISEMENT
“Ini adalah ajang promosi dan pelestarian budaya dengan melibatkan basudara pela dari Negeri Passo dan Gandong dari Negeri Ema. Selain untuk menjaga silaturahmi antara orang basudara, menjaga kerukunan hidup serta melestarikan Pela Gandong, agar anak cucu tetap tahu bahwa katong punya hubungan basudara”, pungkas Masawoy ketika ditemui media ini di Kantor Negeri Batumerah.
Tarian Eke-eke dari anak-anak Negeri Batu Merah. (11/8). DOk Lentera Maluku
Festival ini diharapkan bisa menjadi salah satu agenda tetap pemerintah, dengan terus menerus memperkenalkan akar budaya kepada generasi muda. Karnaval ini juga bisa menjadi aset wisata berharga jika dikelola lebih serius.
“Harapan kita kedepan supaya ajang ini, festival hadrat dan budaya, bisa menjadi agenda tetap promosi wisata Kota Ambon”, ungkap Masawoy.
Rombongan karnaval (11/8). DOk Lentera Maluku
Pantauan Lentera Maluku, antusiasme masyarakat dalam mempersiapkan acara hingga pada saat pelaksanaan festival juga patut diacungi jempol. Hal itu terlihat dari keterlibatan warga mulai dari anak-anak, remaja hingga orang tua.
ADVERTISEMENT
Seluruh lapisan pemerintahan juga terlibat dalam festival ini termasuk Saniri Negeri Batumerah, Salem Tahalua.
“Pemerintah negeri maupun saniri mau dengan tidak tetap harus mendukung masyarakat dalam hal ini pemuda-pemuda yang berperan sebagai panitia. Kenapa kita harus dukung karena kegiatan semacam ini akan memunculkan kearifan lokal yang didalamnya melibatkan gandong ade dari Negeri Ema dengan pela ade dari Negeri Passo”, ungkap Tahalua.
Syarif Hadler (tengah), saaat membuka acara, Barnabas Orno (batik) (11/8). DOk Lentera Maluku
Apresiasi tinggi juga diberikan dari Wakil Walikota Ambon, Syarif Hadler saat memberikan sambutan sekaligus membuka dengan resmi Festival Hadrat dan Karnaval Budaya Negeri Batumerah.
“Ini sesuatu yang luar biasa. Apresiasi kepada panitia dan warga karena sudah merangkum seni tarian pela gandong menjadi sesuatu yang serasi dalam acara festival”, ungkap Hadler.
ADVERTISEMENT
Festival yang mengusung tema Membangun Moralitas Serta Melestarikan Budaya dan Tradisi Negeri Hatukau, memang dipersiapkan sebagai media untuk menampilkan adat dan budaya, sekaligus melanjutkan segala tradisi yang diturunkan dari nenek moyang, agar generasi berikutnya tidak kehilangan identitas.
Rombongan Karnaval (11/8). DOk Lentera Maluku
Acara yang berlangsung selama hampir 3,5 jam itu, juga dihadiri oleh Wakil Gubernur Maluku, Barnabas Orno. Namun kedatangannya bukan sebagai orang pemerintahan akan tetapi sebagai perwakilan sepuh Negeri Ema.
“Beta merupakan bagian dari tiga desa ini, beta deng maitua seng punya apa-apa tapi katong hati tetap utuh untuk Gandong Batumerah, Gandong Passo, dan Gandong Ema”, ungkap Orno dengan menggunakan Bahasa Ambon disambut tepukan riuh warga.
Dalam sambutannya, Orno menegaskan bahwa Ia merupakan bagian dari tiga negeri tersebut, meskipun tak punya apa-apa, namun Ia bersama Istrinya miliki hati yang utuh untuk saudaranya dari Negeri Batumerah, Passo dan Negeri Ema.
ADVERTISEMENT
Masyarakat sekitar yang hadir menyaksikan seluruh rangkaian acara, merasa terhibur dan mendapat banyak pengetahuan tambahan akan budaya pela gandong antar negeri-negeri itu.
Tanggapan dan kesan positif juga disampaikan oleh Sekertaris Negeri Ema, Soleman Talapessy.
“Apa yang terjadi hari ini di Batumerah adalah juga bagian dari Negeri Ema, kebersamaan yang timbul ketika nilai-nilai kebersamaan yang sudah ditaruh oleh datuk-datuk patut kita jaga dan lestarikan”, pungkas Talapessy.
Di tempat yang terpisah, Sekretaris Negeri Passo, Simona Tomaluweng saat ditemui wartawan (10/8), memaparkan bahwa selama masa persiapan jelang festival, pihaknya selalu melakukan koordinasi dengan Pemerintah Negeri Batu Merah.
“Kami sangat antusias dalam menunjang kegiatan Kaka Pela, karena ini acara rutin setiap tahun dilakukan, kami juga menyiapkan beberapa tarian yang diikuti oleh para remaja dan pemuda Passo”.
ADVERTISEMENT
Tomaluweng menegaskan akan selalu mendukung kegiatan apapun, yang dilakukan oleh saudara Pela Batu Merah.
Ditengah gempuran modernisasi dan perkembangan media sosial dimana orang-orang lebih tertarik dengan budaya baru, masyarakat Negeri Batumerah, Negeri Passo dan Negeri Ema tetap mempertahankan akar budaya dan sejarah negeri. (LM3)