Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Lentera Maluku. Menurut catatan BMKG, bahwa gempabumi yang melanda Maluku sejak 26 September 2019 lalu hingga saat ini, sudah terjadi sebanyak 1820 kali gempa dan yang dirasakan sebanyak 205 kali. Hal ini memberi sinyal kepada pemerintah, komunitas dan masyarakat bahwa mitigasi bencana itu sangat penting. Agar sebelum terjadi gempabumi, orang sudah tahu akan pengetahuan dasar tentang apa yang harus dilakukan, dan tindakan positif yang harus dilakukan setelah gempabumi.
ADVERTISEMENT
Seperti yang dilakukan oleh Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) Maluku. Mereka berinisiatif mengadakan Training of Trainer (TOT) bagi para pemuda-pemudi kota Ambon, dengan tajuk Mitigasi Bencana Berbasis Sekolah/Kampus. Dalam kegiatan ini, peserta diharapkan dapat melakukan sosialisasi kepada masyarakat luas.
Seperti yang disampaikan oleh Lukman Solehudin selaku narasumber yang berhasil ditemui wartawan, Kamis (24/10).
“Setelah mengikuti kegiatan ini mereka bisa mengedukasi masyarakat baik dari tingkat sekolah, kampus dan masyarakat umum”, kata Lukman.
Kegiatan yang berlangsung di Posko Kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Desa Nania Kecamatan Baguala ini, tidak hanya di hadiri oleh relawan ACT Kota Ambon, namun juga relawan dari Makassar dan Maluku Utara yang tergabung dalam MRI.
Pelatihan ini sendiri diberikan langsung oleh perwakilan MRI ACT pusat di Jakarta, yang telah memiliki pengalaman dan pengetahuan dalam penanganan mitigasi bencana.
ADVERTISEMENT
Menurut Lukman, penyampaian metode mitigasi bencana harus disesuaikan dengan kearifan lokal serta karakteristik masyarakat setempat.
“Teman-teman harus mengsinkronkan informasi dari BMKG dan BPBD mengenai bencana, harus dikemas sebaik mungkin agar ketika disampaikan, masyarakat bisa menerima dan tidak kaget”, papar Lukman.
Ditempat yang sama, Wahab Loilatu selaku Koordinator MRI Maluku menjelaskan bahwa MRI mulai bergerak di Maluku sejak 2017 lalu, dengan total relawan sebanyak 250 tersebar di 5 Kabupaten/Kota, yakni Kabupaten Maluku Tengah, Serama Bagian Barat, Buru, Kabupaten Buru Selatan dan Kota Ambon.
Namun, pihaknya baru melakukan pelatihan internal untuk para relawan ACT.
“Kegiatan ini untuk pertama kali, kebetulan orang pusat ada di sini, jadi kita manfaatkan untuk memberikan materi”, kata Wahab.
ADVERTISEMENT
Wahab menjelaskan bahwa dengan adanya gempa yang melanda Maluku, sehingga pihaknya merasa penting untuk melakukan kegiatan mitigasi gempa bagi para relawan.
“Untuk merespon bencana Maluku, kita punya titik fokus di tiga titik, yaitu di Liang, Seram Bagian Barat dan Pulau Haruku”, ungkapnya.
Dikatakan pula, untuk SBB MRI-ACT memiliki dua dapur umum di Kecamatan Kairatu, yaitu Dusun Air Buaya dan Kelapa Buaya. Untuk Desa Liang terdapat lima dapur umum dan satu dapur umum pusat, yang disediakan untuk masyarakat Liang dan masyarakat Desa Waai, Kacamatan Salahutu. Sementara Pulau Haruku berpusat di desa Kabau.
“Untuk tim medis, kami siapkan dokter dari Makassar, perawat 6 orang dan bidan 2 orang yang sudah bergerak sampai hari ini”, kata Wahap.
ADVERTISEMENT
Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) sebagai sayap kerelawanan dari Aksi Cepat Tanggap (ACT) Cabang Maluku, telah melakukan kerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam upaya sosialisasi mitigasi bencana, serta mengupayakan hal tersebut, agar dapat berjalan baik dan diterima oleh masyarakat. (LM1/LM3)