Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten Media Partner
Sejarah dan Arti 'Lawamena Haulala' yang Jadi Nama Kodam XVI/Pattimura
11 Juni 2019 15:28 WIB
ADVERTISEMENT
Lentera Maluku- Pada tahun 2016, Panglima Kodam XVI/Pattimura Ambon, Mayor Jenderal TNI Doni Monardo, memberikan piagam penghargaan kepada Drs. M. Noer Tawainella. Tawainella merupakan pencetus semboyan pataka Kodam XVI/Pattimura Ambon Lawamena Haulala, yang digali dari pekik perang Kapitan Telukabessy pada perang Kapahaha tahun 1637-1646. Pemberian piagam itu sekaligus pengakuan pihak Kodam bahwa Lawamena Haulala merupakan pekikan Telukabessy.
ADVERTISEMENT
Saat itu, tahun 1965 Kodam belum miliki Pataka, sehingga dibuatlah sayembara yang diikuti beberapa lembaga maupun organisasi. Seperti Lembaga Kebudayaan Kristen Indonesia (Lekrindo, penulis), Lesbumi dari NU, dan Himpunan Seni Budaya Islam (HSBI).
Kemudian, M. Nour Tawainella bersama Himpunan Seni Budaya Islam (HSBI), melakukan penelitian di Negeri Morella, Kecamatan Leihitu. Di sana mereka menggali dari Kapata Peran Kapahaha. Hasil penelitian itu, mereka menemukan semboyan untuk digunakan Kodam Pattimura, yaitu Lawa Mena Haulala. Pekik ini pun kemudian diajukan ke Kodam dan disetujui, HSBI menjadi pemenang sayembara, dan Lawamena Haulala dipakai hingga saat ini.
Tawainela jelaskan makna filosofi Lawa Mena Haulala kepada Lentera Maluku, saat ditemui di kediamannya, Selasa (10/6). Lawa artinya lari dan bisa juga maju, sedangkan mena memiliki arti kedepan. Jadi Lawamena adalah maju kedepan. Sedangan Hau memiliki arti bau, namun kata Tawainnela, Hau memiliki dua makna yakni bau dan juga api. Sedangkan Lala memiliki arti darah. Sehingga dua suku kata tersebut bila diartikan dalam filosofi bahasa perang dan juga bahasa lokal Maluku, Lawamena Haulala memiliki makna Maju Terus Kedepan Walaupun Berdarah-darah.
ADVERTISEMENT
“Jadi Lawamena Haulala itu adalah teriakan yang disampaikan oleh Kapitan Telukabessy”, tegas Tawainella.
Menurutnya, dalam sejarah perang Benteng Kapahaha, ketika malam dan diserang oleh VOC Belanda yang dipimpin oleh Laksamana Jacop Verhijden. Istri Telukabessy, Carolina Putijah, diketahui merupakan anak kandung dari Jacop Verhijden. Pada malam penyerangan itu, Carolina Putijah ditembak oleh ayahnya sendiri yaitu Jacop Verhijden, yang pada saat itu menjadi komandan untuk penyerangan ke Benteng Kapahaha.
“Dari malam itu, di tengah benteng Kapahaha, di tengah rimbah itu, Kapitan Telukabessy berdiri di atas benteng dan berteriak Lisa e makana Lawamena Haulala, yang artinya kita masih kuat, dan maju terus walau kita harus berdarah-darah”, tutur Tawainella.
Tawainella menegaskan Lawamena itu bukan sebuah teriakan biasa. Namun, teriakan itu adalah sebuah bukti sejarah kepahlawanan.
ADVERTISEMENT
Ia juga menyebutkan dirinya pernah mendapat penghargaan dari Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani. Penghargaan itu berupa pemberian sebuah sepeda Doltrap (yang dalam bahasa Belanda doltrap adalah penulis).
“Setelah memenangkan sayembara pembuatan Pataka Kodam Pattimura di tahun 1965 itu. Pataka itu diterima, dan yang datang untuk menyerahkan penghargaan tersebut adalah Jenderal Ahmad Yani”, ungkap Tawainella.
Meskipun usianya sudah mencapai 75 tahun, namun ingatan Tawainella masih segar, Ia sebutkan bahwa pada tanggal 05 Agustus tahun 1965 di kota Ambon tepatnya di Lapangan Merdeka, Lawamena Haulala resmi menjadi Pataka Kodam XVI/Pattimura, dengan Surat Telegram Menteri/Panglima Angkatan Darat Nomor: T-1799/1965, dan diresmikan penggunaannya oleh Jenderal Ahmad Yani.
Drs. M. Noer Tawainella merupakan sejarawan asal Maluku yang meneliti pekik bahasa Lawamena Haulala. Pria yang biasa disapa Pak Nor itu, saat ini berdomisili di Negeri Tulehu, Kecamatan Salahutu. Ia memiliki banyak referensi soal sejarah di Maluku.
ADVERTISEMENT
Untuk diketahui bersama, bahwa perang Kapahaha berlangsung selama sembilan tahun. Perang dimulai pada, 1636 yakni saat pengepungan Benteng Kapahaha dan pendirian Markas VOC Belanda di Teluk Sawatelu.
Perlawanan demi perlawanan dilakukan dalam menghadapi kaum penjajah. Pada 3 September 1646, Kapitan Telukabessy yang memiliki nama asli Ahmad Leikawa itu dijatuhi hukuman mati oleh Belanda di Benteng Victoria Ambon, yang saat ini juga merupakan lokasi Kodam XVI/Pattimura. (LM2)